Duet koreografer Monica Runde-Pedro Berdayes bersama kelompok Diez Diez Danza dari Spanyol benar-benar memenuhi janjinya. Tidak cuma kehangatan yang disodorkan. Keindahan puitik lewat gerak-gerak dinamis juga mereka peragakan dalam pertunjukan sekitar 70 menit di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa (13/10) malam.
Tema cinta terasa kental, sekaligus indah dan puitik. Ketika kedua penari 'bergulat' di atas panggung, di bawah cahaya yang berubah biru, sang penari perempuan bergerak dengan menyentakkan perut lalu meloncat berdiri. Pada hentakan berikutnya ia sudah bertengger dan bersidekap di tubuh pasangannya dengan kaki melingkar, sebelum akhirnya perlahan turun dan merunduk di lantai.
Efek visual
Dalam kesederhanaan ruang yang berlatar gelap, ungkapan gerak yang diperlihatkan duet penari-koreografer Monica Runde dan Pedro Berdayes sungguh memikat. Tak cuma lewat permainan gerak yang mengalir bagai air, pada nomor ketiga ini Runde dan Berdayes juga memanfaatkan efek visual yang terkesan puitik. Begitu serbuk putih seperti tepung yang diambil dari gelas cocktail raksasa dilempar ke atas, panggung mendadak berubah menjadi seperti awan mengambang. Cahaya pun berpendar-pendar di tengah ruang yang terkesan romantik.
Sesekali kedua penari berlari-lari kecil mengelilingi panggung. Gerakan ringan itu selalu diakhiri penyatuan tubuh kedua penari, lalu lepas, bersatu, dan lepas lagi. Adegan itu diperagakan dengan sangat halus dan indah. Juga ketika penari pria mengusung tubuh pasangannya, menyeret-nyeretnya, lalu dilemparkan ke lantai, hingga gerakan berputar-putar seperti gasing mainan anak-anak.
Tarian ini diakhiri dengan karikatur. Keduanya dikerek naik. Sambil mengenakan kacamata hitam, mereka "mengadu" botol minuman dan memuncratkan serbuk putih. Dalam tirai asap terdengarlah nyanyian Freddy Mercury: I want to break free.
Hangat, indah, dan dinamis. Barangkali itulah inti pertunjukan Diez Diez Danza yang disesaki penonton di Gedung Kesenian Jakarta. Pada dua nomor sebelumnya, O Beijo alias The Kiss (30 menit) dan Petrus atawa Let Them Fly (20 menit), pola gerak yang diperagakan oleh dua pasang penari juga tak kalah menarik.
Begitupun pada komposisi Petrus. Empat penari yang tampil berpasangan muncul dalam iringan musik Bach yang sendu. Selama sekitar 20 menit, dua pasang penari -dua laki-laki dan dua perempuan- terus bergerak mengitari panggung dengan berbagai tampilan. Oleh sang koreografer, Monica Runde, tarian ini lebih dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa berbagai macam gerak dalam tari sesungguhnya tidak mengenal jenis kelamin. Apa yang bisa dilakukan laki-laki juga dapat dimainkan oleh perempuan. Begitu pun sebaliknya.
Co-written by Mathias Hariyadi and Efix Mulyadi
Also attended by Bre Redana, Kenedy Nurhan
Published by Kompas, Wednesday 14 October 1998
Halaman: 1 Penulis: RYI/BRE/EFIX/KEN
Database Kliping MATHIAS HARIYADI
222.124.79.135
Photo creditt: Kompas/Arbain Rambey
Photo caption: Kompas/Mathias Hariyadi
No comments:
Post a Comment