Celine Dion, Totalitas Hidup untuk Musik
SUKSES besar film Titanic arahan sutradara kelahiran Kanada, James Cameron (44), rupanya ikut mendongkrak pula ketenaran penyanyi senegaranya, Celine Dion (30). Selaris filmnya, tembang My Heart Will Go On yang menjadi theme song pun ikut berkumandang di seluruh dunia dan semakin mengorbitkan Celine sebagai seorang penyanyi dengan reputasi internasional.
Bila Titanic merupakan film terlaris dan termahal sepanjang sejarah (biaya pembuatannya mencapai 200 juta dollar AS), maka My Heart Will Go On pun boleh dikata merupakan salah satu lagu terlaris di dunia saat ini. Setidaknya dalam puncak tangga lagu-lagu pop Top Album di Inggris 15 Maret dan Top 20 Singles di Selandia Baru pada kurun waktu yang sama bisa mengilustrasikan, betapa penyanyi berpostur lencir (kurus dan tinggi) 171 cm itu berhasil merebut hati milyaran penggemar di seluruh dunia. Hal sama juga terjadi di Malaysia dan Filipina yang menempatkan tembang ciptaan James Horner itu di puncak tangga lagu-lagu top selama beberapa pekan.
Keberhasilan My Heart Will Go On di pasaran semakin melengkapi daftar sukses Celine. Jauh sebelumnya, masyarakat penggemar musik di seluruh dunia juga terbuai, ketika la P'tite Quebecoise (Si Mungil dari Quebec) --nama akrab Celine di Kanada dan Perancis-- melantunkan theme song lain, yakni Beauty and the Beast (duet dengan Peabo Bryson, 1991), When I Fall in Love (dengan Clive Griffin dalam Sleeples in Seatle, 1993), Because You Loved Me (dalam Up Close & Personal, 1996), dan I Finally Found Someone yang ia duetkan bersama Barbra Streisand (55) dalam The Mirror Has Two Faces.
Sukses sama juga berlanjut dengan tembang Tell Him (1997) yang ia lantunkan bersama Streisand. Sebenarnya Celine pun pernah merebut hati masyarakat dunia ketika melantunkan tembang The Power of A Dream yang menjadi theme song saat pembukaan Olimpiade Atlanta di AS, Juli 1996. Pendek kata, ia termasuk seorang penyanyi laris untuk kategori penyanyi khusus theme song.
Bila Titanic merupakan film terlaris dan termahal sepanjang sejarah (biaya pembuatannya mencapai 200 juta dollar AS), maka My Heart Will Go On pun boleh dikata merupakan salah satu lagu terlaris di dunia saat ini. Setidaknya dalam puncak tangga lagu-lagu pop Top Album di Inggris 15 Maret dan Top 20 Singles di Selandia Baru pada kurun waktu yang sama bisa mengilustrasikan, betapa penyanyi berpostur lencir (kurus dan tinggi) 171 cm itu berhasil merebut hati milyaran penggemar di seluruh dunia. Hal sama juga terjadi di Malaysia dan Filipina yang menempatkan tembang ciptaan James Horner itu di puncak tangga lagu-lagu top selama beberapa pekan.
Keberhasilan My Heart Will Go On di pasaran semakin melengkapi daftar sukses Celine. Jauh sebelumnya, masyarakat penggemar musik di seluruh dunia juga terbuai, ketika la P'tite Quebecoise (Si Mungil dari Quebec) --nama akrab Celine di Kanada dan Perancis-- melantunkan theme song lain, yakni Beauty and the Beast (duet dengan Peabo Bryson, 1991), When I Fall in Love (dengan Clive Griffin dalam Sleeples in Seatle, 1993), Because You Loved Me (dalam Up Close & Personal, 1996), dan I Finally Found Someone yang ia duetkan bersama Barbra Streisand (55) dalam The Mirror Has Two Faces.
Sukses sama juga berlanjut dengan tembang Tell Him (1997) yang ia lantunkan bersama Streisand. Sebenarnya Celine pun pernah merebut hati masyarakat dunia ketika melantunkan tembang The Power of A Dream yang menjadi theme song saat pembukaan Olimpiade Atlanta di AS, Juli 1996. Pendek kata, ia termasuk seorang penyanyi laris untuk kategori penyanyi khusus theme song.
***
JALAN panjang menuju sukses dalam dunia musik adalah rona-rona hidup Celine. Rasa cinta mendalamnya pada musik tak bisa dipisahkan dari lingkungan keluarga, pasangan Adhemar-Therese Tanguay Dion. Sejak umur lima tahun, la P'tite Quebecoise sudah sering tampil menyanyi di hadapan para tamu restoran Le vieux baril (Tong Tua) milik orangtuanya. Sementara Adhemar memainkan akordeon, dan ibunya memegang biola, maka Celine yang merupakan anak ke-14 dalam keluarga pecinta dan pemain musik itu memamerkan kebolehan vokalnya sembari kadang-kadang main piano.
Nasib baik tak jarang datang tiba-tiba. Itu juga dialami Celine. Ketika umur 5,5 tahun, ia memukau publik dengan lantunan tembang Ginette Reno Du fil, des aiguilles et du coton (Benang, Jarum, dan Kain Katun) pada perkawinan kakaknya Michael (belakangan menjadi manajer tur promosi album-albumnya--Red.) di Quebec, Kanada, 18 Agustus 1973. Pertunjukan amatiran itu jadi pembicaraan umum. Namun Celine baru diperhitungkan para pengamat musik setelah rekaman lagunya Ce n'etait qu'un reve (Itu Hanya Sebuah Mimpi) ciptaan ibunya berhasil membuat impresario Quebec terkenal saat itu, Rene Angelil, terbuai oleh kemampuan dan kualitas vokalnya.
Itulah hit Celine pertama dalam debutnya sebagai penyanyi pada umur 12 tahun. "Sejak mendengar suaranya dalam tembang itu, saya yakin sepenuhnya, Celine punya masa depan cerah di dunia industri musik," tutur Rene Angelil (56) kepada Time 28 Februari 1994 mengenang pengalamannya "bertemu" Celine.
Pertemuan Celine dengan Angelil yang belakangan menjadi pembimbing sekaligus manajernya ternyata membuka jalan lapang baginya menuju sukses-sukses berikutnya. Meski tak pernah menyelesaikan sekolah menengahnya karena nekad drop out pada umur 15 tahun, ia menoreh sukses besar di bidang musik yang katanya menjadi darah dagingnya. "Sekolah mengasingkan aku dari musik dan menjauhkan dari perasaan senang. Pelajaran-pelajaran di sekolah membuatku gamang dalam mencapai cita-cita dan impianku bisa menjadi seorang penyanyi profesional. Aku tak suka sekolah," katanya saat meninggalkan bangku sekolah menengah.
Pertemuannya dengan Angelil tak langsung mengantar Celine ke tangga ketenaran di blantika percaturan komunitas musik dunia. Meski Celine tak langsung bisa menembus jagad pecinta musik di kawasan Inggris dan AS --lambang supremasi musik dunia-- namun albumnya berbahasa Perancis sukses di kawasan francophone (negara-negara berbahasa Perancis). La voix du bon Dieu (Suara Tuhan) garapan komponis Perancis Eddy Marnay (yang mengorbitkan Nana Mouskori, Yves Montand--Red.), Celine chante Noel (Celine Menyanyi Lagu-lagu Natal), Des mots qui sonnent (Untaian Kata-kata yang Bernyanyi, 1991), dan Tellement que j'ai d'amour! (Betapa Besarnya Cintaku!) sama sekali tak bisa dikatakan jeblok di negara-negara francophone.
Berkat album terakhir, Celine yang bermata coklat berhasil meraih medali emas dalam World Popular Song Festival di Tokyo, Oktober 1982. Sebagai wakil Perancis, Celine mampu menyisihkan 1907 pesaing dan menggeser 30 finalis. Sukses itu berlanjut dengan album D'amour ou d'amitie (Cinta atau Persahabatan) yang memukau 3.500 pelaku bisnis musik pada MIDEM (Marche internationale du disque et de l'edition musicale, pertemuan internasional yang membahas pemasaran kaset dan disk musik--Red.) di Monaco. Berikutnya, album Du Soleil au Coeur (Matahari dalam Hati). Namun nama Celine baru diperbincangkan masyarakat pecinta musik dunia, setelah single-nya Where Does My Heart Beat Now? (1990) menjadi hit dan menduduki puncak tangga lagu-lagu pop di seluruh dunia. Jalan mulus menuju sukses baru terbuka lebar, setelah penggemar parfum Channel 5 kelahiran Charlemagne, Quebec, 30 Maret
1968 berduet dengan Peabo Bryson mengisi theme song film animasi Beauty and the Beast. Tak disangka-sangka, lagu yang berjudul sama itu berhasil menyabet piala Grammy Award 1994.
Nasib baik tak jarang datang tiba-tiba. Itu juga dialami Celine. Ketika umur 5,5 tahun, ia memukau publik dengan lantunan tembang Ginette Reno Du fil, des aiguilles et du coton (Benang, Jarum, dan Kain Katun) pada perkawinan kakaknya Michael (belakangan menjadi manajer tur promosi album-albumnya--Red.) di Quebec, Kanada, 18 Agustus 1973. Pertunjukan amatiran itu jadi pembicaraan umum. Namun Celine baru diperhitungkan para pengamat musik setelah rekaman lagunya Ce n'etait qu'un reve (Itu Hanya Sebuah Mimpi) ciptaan ibunya berhasil membuat impresario Quebec terkenal saat itu, Rene Angelil, terbuai oleh kemampuan dan kualitas vokalnya.
Itulah hit Celine pertama dalam debutnya sebagai penyanyi pada umur 12 tahun. "Sejak mendengar suaranya dalam tembang itu, saya yakin sepenuhnya, Celine punya masa depan cerah di dunia industri musik," tutur Rene Angelil (56) kepada Time 28 Februari 1994 mengenang pengalamannya "bertemu" Celine.
Pertemuan Celine dengan Angelil yang belakangan menjadi pembimbing sekaligus manajernya ternyata membuka jalan lapang baginya menuju sukses-sukses berikutnya. Meski tak pernah menyelesaikan sekolah menengahnya karena nekad drop out pada umur 15 tahun, ia menoreh sukses besar di bidang musik yang katanya menjadi darah dagingnya. "Sekolah mengasingkan aku dari musik dan menjauhkan dari perasaan senang. Pelajaran-pelajaran di sekolah membuatku gamang dalam mencapai cita-cita dan impianku bisa menjadi seorang penyanyi profesional. Aku tak suka sekolah," katanya saat meninggalkan bangku sekolah menengah.
Pertemuannya dengan Angelil tak langsung mengantar Celine ke tangga ketenaran di blantika percaturan komunitas musik dunia. Meski Celine tak langsung bisa menembus jagad pecinta musik di kawasan Inggris dan AS --lambang supremasi musik dunia-- namun albumnya berbahasa Perancis sukses di kawasan francophone (negara-negara berbahasa Perancis). La voix du bon Dieu (Suara Tuhan) garapan komponis Perancis Eddy Marnay (yang mengorbitkan Nana Mouskori, Yves Montand--Red.), Celine chante Noel (Celine Menyanyi Lagu-lagu Natal), Des mots qui sonnent (Untaian Kata-kata yang Bernyanyi, 1991), dan Tellement que j'ai d'amour! (Betapa Besarnya Cintaku!) sama sekali tak bisa dikatakan jeblok di negara-negara francophone.
Berkat album terakhir, Celine yang bermata coklat berhasil meraih medali emas dalam World Popular Song Festival di Tokyo, Oktober 1982. Sebagai wakil Perancis, Celine mampu menyisihkan 1907 pesaing dan menggeser 30 finalis. Sukses itu berlanjut dengan album D'amour ou d'amitie (Cinta atau Persahabatan) yang memukau 3.500 pelaku bisnis musik pada MIDEM (Marche internationale du disque et de l'edition musicale, pertemuan internasional yang membahas pemasaran kaset dan disk musik--Red.) di Monaco. Berikutnya, album Du Soleil au Coeur (Matahari dalam Hati). Namun nama Celine baru diperbincangkan masyarakat pecinta musik dunia, setelah single-nya Where Does My Heart Beat Now? (1990) menjadi hit dan menduduki puncak tangga lagu-lagu pop di seluruh dunia. Jalan mulus menuju sukses baru terbuka lebar, setelah penggemar parfum Channel 5 kelahiran Charlemagne, Quebec, 30 Maret
1968 berduet dengan Peabo Bryson mengisi theme song film animasi Beauty and the Beast. Tak disangka-sangka, lagu yang berjudul sama itu berhasil menyabet piala Grammy Award 1994.
***
ETOS kerja keras adalah kunci sukses Celine yang sejak kecil hingga dewasa hanya tahu dan bisa berbahasa Perancis. Agar bisa "mendunia", kata Angelil, tak bisa lain kecuali Celine harus belajar bahasa Inggris. Pada umur 25 tahun, layaknya seorang pemula, tanpa rasa malu ia mengikuti kursus bahasa di Berlitz, Kanada. Musisi sekaligus arranger David Foster sampai memuji keseriusan Celine belajar bahasa asing ini. Singkat kata, dari belajar serius Inggris inilah lahir album The Power of Love yang bertahan selama beberapa pekan di puncak tangga lagu-lagu pop di AS, Inggris, dan Kanada. Album The Colour of My Love mengikuti jejak sebelumnya.
Meski menyanyikan lagu-lagu Inggris, sambutan masyarakat francophone terhadap Celine tetap meriah. Padahal, baik Celine maupun Angelil sempat dihantui ketakutan kalau masyarakat Quebec akan menyerbu dan membakar rumahnya karena menganggap mereka telah "menyeberang". "Rasanya bak sebuah mimpi," kenangnya kepada Time. "Banyak orang berpikir, para penggemarnya di negara-negara francophone akan meninggalkan Celine setelah menyanyikan lagu-lagu berbahasa Inggris," tandas Angelil menimpali pendapat istrinya. Tak kurang, koran Kanada La Presse sempat menjuluki Celine sebagai "dewi baru" Kanada di bidang musik.
Celine tak hanya sukses di dunia musik. Dalam membina bahtera perkawinan pun, penyanyi peraih berbagai penghargaaan internasional sedikitnya 12 kali dalam berbagai kategori itu-- juga berhasil. Meski menikah dengan pria kulit hitam yang usianya terpaut 26 tahun lebih tua, namun Celine jujur mengakui Angelil tak ada duanya. "Rene, selama beberapa tahun lamanya, aku telah menyembunyikan perasaanku di lubuk hati terdalam. Namun, rasanya kini sudah tak
terbendung lagi untuk terus menahannya dan segera mengungkapkan itu kepadamu," katanya kepada Time akhir 1997 saat dipersunting Angelil di Quebec, Desember 1994 yang disebutnya The Colour of My Love.
"Aku lebih sekadar jatuh cinta dengan Rene Angelil. Dalam banyak hal ia telah melengkapi aku," jelas pengaggum Stevie Wonder, dan Beatles yang berhasil menelorkan sejumlah single bersama Barbra Steisand, Bee Gees (single-nya Immortality), Carole King (The Reason yang digarap bersama Sir George Martin), dan Lucianno Pavarotti (62) dengan tembang Never, Never, Never!.
"Saya senantiasa merasa kagum pada orang-orang lebih tua. Mereka lebih berpengalaman dalam banyak hal," tandas artis yang pernah tampil gemilang dalam sebuah sinetron mini produksi patungan Perancis-Kanada Des fleurs sur la neige (Bunga-bunga Bertebaran di atas Salju, 1994). (Mathias Hariyadi)
Written and posted by Mathias Hariyadi
Published by Kompas, Saturday 21 March 1998
Photo credit: Reuters/Celine Dion
Database Kliping MATHIAS HARIYADI
222.124.57.143
Celine Dion, Totalitas Hidup untuk Musik * Box
KOMPAS - Sabtu, 21 Mar 1998 Halaman: 16
Penulis: HARIYADI, MATHIAS Ukuran: 8887
Meski menyanyikan lagu-lagu Inggris, sambutan masyarakat francophone terhadap Celine tetap meriah. Padahal, baik Celine maupun Angelil sempat dihantui ketakutan kalau masyarakat Quebec akan menyerbu dan membakar rumahnya karena menganggap mereka telah "menyeberang". "Rasanya bak sebuah mimpi," kenangnya kepada Time. "Banyak orang berpikir, para penggemarnya di negara-negara francophone akan meninggalkan Celine setelah menyanyikan lagu-lagu berbahasa Inggris," tandas Angelil menimpali pendapat istrinya. Tak kurang, koran Kanada La Presse sempat menjuluki Celine sebagai "dewi baru" Kanada di bidang musik.
Celine tak hanya sukses di dunia musik. Dalam membina bahtera perkawinan pun, penyanyi peraih berbagai penghargaaan internasional sedikitnya 12 kali dalam berbagai kategori itu-- juga berhasil. Meski menikah dengan pria kulit hitam yang usianya terpaut 26 tahun lebih tua, namun Celine jujur mengakui Angelil tak ada duanya. "Rene, selama beberapa tahun lamanya, aku telah menyembunyikan perasaanku di lubuk hati terdalam. Namun, rasanya kini sudah tak
terbendung lagi untuk terus menahannya dan segera mengungkapkan itu kepadamu," katanya kepada Time akhir 1997 saat dipersunting Angelil di Quebec, Desember 1994 yang disebutnya The Colour of My Love.
"Aku lebih sekadar jatuh cinta dengan Rene Angelil. Dalam banyak hal ia telah melengkapi aku," jelas pengaggum Stevie Wonder, dan Beatles yang berhasil menelorkan sejumlah single bersama Barbra Steisand, Bee Gees (single-nya Immortality), Carole King (The Reason yang digarap bersama Sir George Martin), dan Lucianno Pavarotti (62) dengan tembang Never, Never, Never!.
"Saya senantiasa merasa kagum pada orang-orang lebih tua. Mereka lebih berpengalaman dalam banyak hal," tandas artis yang pernah tampil gemilang dalam sebuah sinetron mini produksi patungan Perancis-Kanada Des fleurs sur la neige (Bunga-bunga Bertebaran di atas Salju, 1994). (Mathias Hariyadi)
Written and posted by Mathias Hariyadi
Published by Kompas, Saturday 21 March 1998
Photo credit: Reuters/Celine Dion
Database Kliping MATHIAS HARIYADI
222.124.57.143
Celine Dion, Totalitas Hidup untuk Musik * Box
KOMPAS - Sabtu, 21 Mar 1998 Halaman: 16
Penulis: HARIYADI, MATHIAS Ukuran: 8887
No comments:
Post a Comment