Saturday, 31 May 2008

Dari Cannes Bicara Pembajakan


PR Besar Swasta dan Pemerintah

Aksi para bandit melakukan pembajakan atas hasil-hasil industri musik kini kian merajalela. Para pengusaha hiburan musik, khususnya para artis penyanyi dan musisi kewalahan dalam upaya memerangi aksi pembajakan yang sangat merugikan ini.


Berbagai keluhan sekaligus harapan besar agar masalah ini bisa dipecahkan, mengemuka pada konferensi sehari di arena MIDEM (Marché international de disques et l'Edition Musicale/ Pasar Bursa Musik Internasional dan Semua Industri Musik) 2000 de Cannes yang berlangsung Minggu (23/1) di Palais des Festival, Cannes, Perancis Selatan.

Dalam pidato pembukaan yang disampaikan oleh Presiden Asosiasi Industri Rekaman Perancis, Jean-Loup Tournier, sempat disinggung kenyataan bahwa sekarang praktik pembajakan atas hak-hak cipta sudah menjadi sebuah fenomena global. Kini, ujarnya, sudah saatnya pemerintah ikut ambil bagian dalam seluruh upaya yang selalu dilakukan pihak swasta guna memerangi kejahatan yang amat merugikan para pengusaha dan artis di belantika musik. "Dalam beberapa kasus, kami mendapati pihak kepolisian seperti tak berdaya menghadapimasalah ini," katanya pada pembukaan konferensi itu seperti dilaporkan wartawan Kompas Mathias Hariyadi, dari Cannes.


Menyikapi masalah ini, tambahnya, sudah saatnya para pengusaha musik bekerja sama lebih intensif lagi. Tahap berikutnya, kerja sama bisa diperluas dengan para pengusaha lain yang bergerak dalam industri fashion yang juga sering menjadi korban aksi pembajakan. Senada dengan itu, Iain Grant yang bertindak sebagai moderator sidang juga menyampaikan harapan agar kerja sama antara swasta-pemerintah lebih digalakkan lagi, terutama mengingat perkembangan terakhir ini di mana aksi pembajakan sudah menjadi semacam "gurita" kejahatan internasional.


Pameran industri musik

Di luar arena konferensi internasional tentang perlindungan atashak-hak cipta, di sejumlah ruangan di Palais des Festival juga berlangsung pameran semua hasil industri musik, mulai dari peralatan rekaman, hasil rekaman, dan semua hal tentang industri musik. Indonesia yang membuka satu stan di salah satu sudut di lantai satu gedung Palais des Festival menjadi salah satu peserta, bersama sedikitnya 147 perusahaan rekaman dari 22 negara di seluruh dunia.


Selain dimaksudkan sebagai ajang memamerkan semua hasil industri rekaman, pameran ini juga menjadi semacam forum informal bagi para pengusaha hiburan musik untuk bertemu muka, melakukan penjajakan dan melihat berbagai kemungkinan untuk bekerja sama memproduksi kaset atau CD. Di hari pertama pameran mulai tampak satu-dua pengusaha industri rekaman musik dari negara lain mengunjungi stan Indonesia, dan melakukan pembicaraan intensif untuk menjajaki kemungkinan kerja sama itu.


Seperti dialami musisi Dwiki Dharmawan, yang mendapat tawaran kerja sama dari perusahaan Tout Crin (Kanada) untuk rekaman dan tur, Eugen Muller AG (Swiss) untuk kerja sama membuat opera cross over, perusahaan multimedia Audioatlas.com (AS) untuk kerja sama promosi Krakatau 2000 di jaringan internet dan menjual produksi Krakatau 2000 lewat e-commerce, TV5 Perancis yang minta video klip Krakatau 2000 untuk tayangan acara World Music di jaringan televisi itu, serta sejumlah perusahaan rekaman dari Australia, Korsel, AS, Thailand, dan Radio France International untuk wawancara khusus.


Sehari sebelumnya, di arena yang sama dilangsungkan NRJ Music Awards, sebuah acara khusus untuk para undangan VIP di mana sejumlah artis musik dari berbagai belahan dunia diundang datang guna menerima penghargaan. Penyanyi kulit hitam dari AS, Tina Turner, menerimapenghargaan khusus bersama Bono dari grup musik U2. Penghargaan istimewa kategori penyanyi perempuan jatuh ke tangan Mariah Carey (AS) dan Mylene Farmer (Perancis), sementara piala kategori penyanyi pria diserahkan kepada aktor Will Smith (AS) dan David Halliday (Perancis).

Para pendatang baru di dunia musik pun mendapat keberuntungan, yakni Tina Arena (Internasional) dan Helene Segara (Perancis). Lewat albumnya My Love is Your Love Whitney Houston mendapat penghargaan, dan Helene Segara pun sama lewat Innamorento. Sementara grup/duonya adalah kelompok Texas (Internasional) dan Zebda (Perancis). Piala untuk konser terbaik jatuh ke tangan Mylene Farmer (Perancis). Judul lagu terbaik tahun ini adalah Mambo No 5 (Internasional) dan Tomber la Chemise (Perancis). (RYI)

Photo Credit: Kompas/Mathias Hariyadi
Solene Chavanne de Cannes

Written live from Côte d'Azur, Cannes, Nice by Mathias Hariyadi
Published by Kompas, Tuesday 20 January 2000
Database Kliping MATHIAS HARIYADI
203.130.222.210 Dari MIDEM 2000 de Cannes:
Perlu Kerja Sama Swasta-Pemerintah untuk Perangi Pembajakan
KOMPAS - Halaman: 9
Penulis: RYI
Ukuran: 4668
Dari MIDEM 2000 de Cannes

Friday, 30 May 2008

Mozaik Pulau Buru

Ir Mangantar HE Membangun Irigasi Pulau Buru

GAGAL meraih cita-cita luhur yang tertanam sejak kecil tak selalu berakhir dengan kegagalan meniti karier hidup. Sebaliknya, hal itu bisa jadi malah menjadi awal sejarah hidup yang sukses. Kenyataan itulah yang dialami Ir Mangantar S, Dipl. HE (49).

Ia gagal masuk Akabri tahun 1968 silam. "Saya tak lulus ujian psikotes. Barangkali memang sudah garis tangan saya tidak menjadi tentara, tapi pegawai negeri," kata pria kelahiran Desa Simatupa, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara ini, di base camp Proyek Pengairan Irigasi Pulau Buru di desa Waenetat, Mako, Kecamatan Buru Utara Timur.

Kegagalan itu sempat membuat Mangantar frustrasi. Untuk mengobati kekecewaannya, setahun kemudian ia masuk Fakultas Teknik Sipil di Universitas Sumatera Utara. Ia lulus sarjana muda teknik sipil tahun 1975 dan langsung mengawali kariernya sebagai pegawai negeri di Dinas Pekerjaan Umum Medan.

Di tengah kesibukan bekerja, ia masih nyambi kuliah. Hasilnya, tahun 1980 ia diwisuda menjadi insinyur sipil. Sebagai pegawai negeri, tahun 1985 ia mendapat kesempatan belajar setahun di International Hydraulic Engineering Deflt, Belanda. Sepulang dari Belanda itulah, satu gelar yakni Diploma Hydraulic Engineering (Dipl. HE) ikut menghiasi namanya.

Kini, 17 tahun sesudah berhasil menggondol gelar insinyur teknik sipil, Mangantar mengaku baru bisa memetik hasil dari kisah "suram" masa lalunya. Ia memandangnya dari sisi positif, "Apa lagi kalau bukan dari kegagalan saya jadi tentara?," ujarnya gagah.

Ada alasan kuat melatari pernyataan itu. Pertama, demikian pengakuannya, Mangantar merasa sukses membina hidup rumah tangga dengan wanita pujaannya: Ny Dewi Kania (38) asal Purwokerto, Jateng. Mereka dikaruniai anak bernama Kasih Juwita Simatupang (3) setelah 13 tahun menikah. Kedua, anak ketiga pasangan Casianus Simatupang-Ny Armina boru Pangaribuan-keduanya sudah almarhum-kini menjadi "orangpenting" di Pulau Buru.

Sebagai Pemimpin Proyek Irigasi ia bertugas membangun jaringan saluran-saluran irigasi agar Pulau Buru bisa diairi. "Saya sendiri sempat merasa ngeri, begitu mendapat penugasan di Pulau Buru. Mendengar pulau itu saja sudah memunculkan perasaan tak enak. Apalagi harus bekerja di sana selama beberapa tahun dan itu belum jelas sampai kapan akan berakhir. Tapi, itu dulu. Sekarang senang dan bahagia," katanya.

Kedatangan Mangantar ke Pulau Buru sama sekali tidak ada kaitannya dengan urusan tahanan politik. Ia bertugas mengomandani sebuah proyek strategik yakni Proyek Pembangunan Jaringan Saluran Irigasi Teknis Pulau Buru. Konkretnya, karyawan Ditjen Pengairan Departemen PU bertanggung jawab mengembangkan lahan seluas 17.364 hektar agar bisa "disulap" menjadi daerah pertanian khususnya sawah yang berpengairan.


PERTAMA kali datang di Pulau Buru bersama pasukannya tahun 1991, kondisi pulau seluas 9.500 km2 itu masih terbelakang. Listrik belum menyala, dan jalan-jalan yang menghubungkan pusat kota Namlea dengan daerah-daerah pendukungnya belum memadai. "Untuk bisa mencapai kantor di pedalaman Desa Wainetat dari Namlea, kami tidak bisa naik mobil seperti sekarang ini. Kami harus naik perahu motor lewat sungai Wai Apu dan itu pun harus disambung jalan kaki sejauh kurang lebih lima kilometer," kata Mangantar.

Pada tahun 1991 itu yang disebut "kantor" masih berupa barak atau kamar-kamar sederhana. Kini, enam tahun kemudian, barak "kantor" itu telah berubah wajah. Yang dulunya hanya berupa rumah-rumah bedeng kini telah menjadi bangunan permanen, lengkap dengan aliran listrik selama 24 jam.

Begitu pula sarana informasi dan rekreasi seperti pesawat TV dengan dua unit antene parabola sudah terpasang. Ada juga sarana olah raga seperti lapangan tenis, bulu tangkis, dan voli. Untuk membunuh kejenuhan, Mangantar kolam-kolam ikan mas di kompleks basecamp seluas 0,5 hektar. "Sekarang jumlah ikan mas itu 10 ribuan ekor," ujarnya bangga.

Untuk sebuah proyek pengairan, areal penggarapan 17 ribu hektar bisa dikatakan tak begitu luas. Tapi menilik lokasinya terpencil di pedalaman dan minimnya fasilitas, keberhasilan menciptakan jaringan irigasi teknis seluas kurang lebih 6.000 hektar patut mendapat acunganjempol. Apalagi itu dikerjakan hanya dalam kurun waktu relatif singkat: enam tahun.

Padahal, tahun 1991 lalu-saat Mangantar menginjakkan kakinya pertama kali di Pulau Buru- luas jaringan irigasi di pulau seluas 1,5 Pulau Bali itu masih sangat sederhana. Itu pun luasnya hanya sekitar 1.800 Ha, hasil pengembangan tahun 1980.

Memang tugas Mangantar belum tuntas. Tantangan berikutnya, tugas mengembangkan jaringan-jaringan irigasi tersier agar lahan potensial seluas 17.364 hektar mampu berproduksi optimal.

Hasilnya? Tahun 1990-an, panen padi sawah dengan pola irigasi sederhana hanya mampu menghasilkan beras sebanyak 2,5 ton/ha per panen selama sekali musim tanam dalam satu tahun. Enam tahun kemudian-ketika jaringan irigasi teknis sudah diterapkan di 11 lokasi pengembangan warga trans-hasilnya berangsur mulai berlipat ganda. Kini mencapai 4,5-6 ton/ha sekali panen. Padahal, setahun bisa terjadi dua kali musim tanam di lahan produktif.

Menurut Mangantar, prestasi itu bukan hanya hasil kerja keras tim Proyek Irigasi semata. Ia menganggapnya juga sebagai hasil karya para petugas instansi lain. Taruhlah itu pengaruh pola pertanian modern yang diperkenalkan oleh para Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dari Departemen Pertanian hingga petugas dari Ditjen Bina Marga yang membangun prasarana jalan.


Melengkapi prestasi itu, berikutnya adalah pembentukan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Mandiri model Pulau Buru. Program itupun telah disepakati Ditjen Pengairan Pusat sebagai pilot project di Indonesia. Menurut Mangantar, ide membentuk P3A itu muncul karenadesakan situasi. Yakni, beban biaya operasi dan pemeliharaan (O & P) jaringan utama irigasi yang sebenarnya jadi beban rutin pemerintah terkadang tersedia tak sesuai dengan kebutuhan.

Itu berakibat O & P jaringan irigasi tak bisa terlaksana secara optimal. Padahal, tambahnya, para petani itu sudah dibebani tanggung jawab pemeliharaan di tingkat jaringan tersier dan sudah berpartisipasi membayar iuran pelayanan air (IPAIR) irigasi. "Sementara Pemda Dati I yang bertanggung jawab tak bisa memenuhi sepenuhnya biaya yang diperlukan," tandasnya.

Kondisi yang macam itu memancing kreativitasnya. Ujung-ujungnya, Mangantar mengusulkan solusi alternatif mengenai model pembinaan petani. Tujuannya, membina para petani yang tergabung dalam P3A agar mereka bisa membiayai sendiri segala keperluan O & P.

"Para pengurus P3A dari seluruh wilayah daerah irigasi (DI) di lingkungan proyek, termasuk petugas Dinas Pertanian dan pimpinan Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) wilayah P Buru ternyata menyambut baik gagasan itu," katanya.

Hanya saja, sumber biaya tetap jadi masalah. Jalan keluarnya, memanfaatkan peralatan bekas milik proyek, seperti generator kapasitas 5.000 watt, mesin diesel beserta generator berdaya 3.000 watt, untuk dikomersialkan lewat bisnis perbengkelan.

Di ruangan ukuran 8 x 7 meter bekas basecamp proyek Bina Marga di tepi jalan Poros Namlea di Desa Savana Jaya itulah P3A Mandiri menjual jasa charge aki, las listrik, tambal ban, dan lain-lain. Hasil usaha ini akan dipakai untuk menutup biaya O & P jaringan irigasi mulai dari tersier sampai sekunder. Untuk mempertahankan kesinambungan perawatan pola P3A, Mangantar juga akan memberikan 10 buah sepeda kumbang kepada sejumlah pengurus yang loyal.

Meski sudah berbuat banyak untuk Pulau Buru, Mangantar belum puas. Obsesinya menjadikan Pulau Buru sebagai lumbung padi bagi Propinsi Maluku hingga kini belum terwujud secara optimal. (Mathias Hariyadi)

Photo credit: Kompas/Mathias Hariyadi
Written and posted from Pulau Buru, Maluku Tengah
Edi Danu Puspito also joined me in the mission to Pulau Buru.
Later, Ir Mangantar was reported among the dead victims when a ferry boad sank in Lombok Bay in 1999.
Published by Kompas, Tuesday 13 May 1997
Original title was Ir Mangantar dan Irigasi Pulau Buru
Database Kliping MATHIAS HARIYADI
222.124.79.135
Ir Mangantar dan Irigasi Pulau Buru *Box
KOMPAS - Selasa, 13 May 1997
Halaman: 24 Penulis: RYI/EDU Ukuran: 8223
Ir Mangantar S Dipl HE

Thursday, 29 May 2008

Killing Fields, Cambodia's Legacy to the World

Khieu Samphan & Nuon Chea, Dua Arsitek Killing Fields

IBARAT sebuah lukisan, perang dan konflik politik adalah panorama utama bumi Kamboja. Selama 28 tahun terakhir, Negeri Pagoda ini nyaris tak pernah sepi perang saudara. Selama kurun waktu itu, sedikitnya dua juta orang Kamboja telah tewas. Bunyi mesiu dan bau amis darah adalah pemandangan sehari-hari di sana

Namun mulai 4 Desember lalu setidaknya hal itu takkan terjadi lagi. Itulah hari ketika gerilyawan Khmer Merah pimpinan triumvirat supremo Jenderal Ta Mok, Khieu Samphan, dan Nuon Chea mau menghentikan perlawanannya dan mau mengakui eksistensi, legalitas pemerintahan Phnom Penh. Sebuah langkah maju setahap lagi, ungkap Nate Thayer (38) dari Far Eastern Economic Review, setelah Samphan (67) dan Chea (71) 25 Desember lalu memutuskan menyerah tanpa syarat kepada pemerintah Kamboja.


Yang pasti, dua pejabat Khmer Merah ini meniru langkah "sukses" Ieng Sary dua tahun lalu: menyerah dan lalu mendapat pengampunan. Namun ternyata, Tak Mok yang berkaki satu dengan julukan "Si Penjagal" lebih suka memilih tetap tinggal di hutan dan tak mau menyerah.

Selama ini, Khmer Merah dan segala "kejahatannya" nyaris identik dengan Pol Pot. Persepsi ini tak seratus persen salah. Pol Pot alias "Saudara Nomor Satu" (bong ti muoy), yang meninggal 15 April 1998, memang sering disebut sebagai pihak paling bertanggung jawab atas aksi Khmer Merah membantai besar-besaran (genocide) sesama bangsanya sendiri, ketika Negeri Pagoda ini dikuasai rezim Demokratik Kamboja (17 April 1975-25 Desember 1979) yang dipimpinnya.


Korban keganasan Khmer Merah luar biasa: sedikitnya 1,8 juta orang telah tewas sebagai korban Revolusi Maois "Rencana Empat Tahun" yang dilancarkan Pol Pot. Dalam tragedi killing fields, peran dan tugas pasukan "barisan tani" Khmer Merah-suka berkalung selendang motif warna merah-adalah pelaksana program "Tahun Nol", sekaligus eksekutor bagi para pembangkang dan musuh revolusi.

Pol Pot tak sendiri dalam merancang revolusi berdarah gila-gilaan itu. Ikut bermain aktif-namun lebih banyak berdiri di balik layar-adalah Nuon Chea dan tentu saja Khieu Samphan. Pada masa itu, Chea dipercaya Pol Pot menjadi "orang kedua" di jajaran partai.

Karena posisinya begitu sentral sebagai tangan kanan Pol Pot, pria yang suka makan ikan ini lalu lebih dikenal dengan julukan akrab "Saudara Kedua" (prahok) yang diberikan Pol Pot. Belakangan, pria kelahiran Battambang tahun 1927 ini ditunjuk Pol Pot menjadi perdana menteri, setelah sebelumnya pernah menjabat dua kali sebagai Ketua Parlemen Kamboja tahun 1976 dan 1979.

Meski menjabat posisi penting dan strategis di birokrasi pemerintahan Demokratik Kamboja (1975-1979), keseharian hidup Nuon Chea ternyata lebih banyak bersaput "misteri". Selain dikenal luas sebagai pribadi yang cenderung pendiam, mantan mahasiswa Universitas Thammasat Bangkok, Thailand (1941-1948), ini juga lebih suka bermain di balik layar.

Kiprahnya di panggung politik dimulai ketika ia bergabung dengan Gerakan Komunis Indocina tahun 1949, tak lama setelah pulang ke Phnom Penh dari Thailand. Selama di Bangkok itulah, Chea sempat meniti karir menjadi pegawai di Kementerian Luar Negeri Thailand. Baru setelah Kamboja merdeka dari Perancis tahun 1954, Chea meninggalkan Gerakan Komunis Indocina dan mulai membentuk sebuah partai politik sendiri berhaluan kiri. Kurun tahun 1970-1975, ia ikut bertempur di garis depan melawan rezim pemerintahan Kamboja dukungan AS. Selama kurun waktu itu pula, Chea dipercaya Pol Pot menjadi ketua faksi politik sekaligus wakil komandan faksi militer Khmer Merah.


Namun, Chea lebih banyak berperan sebagai "guru" ideologi dengan tugas "mengajar" ideologi partai dan melakukan indoktrinasi. Pendeknya, "ladang" garapannya adalah bidang ideologi. Khieu Samphan lebih memerankan diri sebagai seorang konseptor strategi politik yang "bermain" di jalur diplomasi. Pol Pot mempercayakan tugas ini, karena putra penjual sayur kelahiran Propinsi Svay Rieng tahun 1931 ini sejak kecil dikenal berotak encer. Bersama Saloth Sar (nama asli Pol Pot), tahun 1954 ia dikirim ke Perancis untuk belajar.


Pol Pot gagal meraih gelar kesarjanaan. Tak demikian dengan Samphan, yang pada umur 29 tahun berhasil meraih gelar doktor bidang ekonomi di Universitas Montpellier dengan disertasinya L'Economie du Cambodge et son developpement industriel (Perekonomian Kamboja dan Perkembangan Industrialisasinya, 1959). Setelah pulang kampung, ia mendirikan l'Observateur, sebuah jurnal dwimingguan. Jurnal ini akhirnya dibredel Sihanouk tahun 1960, karena dianggap kritis terhadap pemerintah.


Para analis Kamboja berpendapat, inti pemikiran Samphan dalam disertasi itu sebenarnya merupakan blue print pertama digagas dan dirancangnya konsep pelaksanaan revolusi Maois "Rencana Empat Tahun", yang digulirkan Pol Pot ketika mulai berkuasa di Kamboja. Meski berotak cerdas, sikap Samphan sehari-hari selalu ditandai ciri antikemewahan dan kemapanan material.

Sikap itu terbawa saat ia menjadi menteri perdagangan tahun 1962 dalam pemerintahan Sihanouk. Kebiasaannya naik motor ke kantor mengundang banyak simpati di kalangan mahasiswa, namun segeramenimbulkan kebencian di jajaran birokrat. Konflik itu memuncak dengan terjadinya demo antikorupsi oleh para mahasiswa militan. Ujungnya, Samphan dituduh berada di balik aksi itu. Situasi tersebut memaksanya lari ke hutan. Sejak itu, ia masuk Khmer Merah.

Lon Nol berhasil mendepak Sihanouk tahun 1970. Namun berkat Khmer Merah, Raja Kamboja itu berhasil mendirikan Pemerintahan Kesatuan Kerajaan Nasional Kamboja (GRUNC) dengan Samphan sebagai Menhan. Ketika pemerintahan presidium terbentuk setahun setelah Khmer Merah merebut Phnom Penh 17 April 1975, Samphan pun segera diangkat sebagai Presiden (1976-1979) dan memimpin dewan menteri yang terdiri dari Pol Pot (PM), Ieng Sary (Wakil PM Urusan LN), dan Son Sann (Wakil PM Urusan Ekonomi).

Karir puncak Samphan di jajaran birokrasi Khmer Merah terjadi saat ia menjabat Wapres Pemerintahan Demokratik Kamboja di pengasingan dan kemudian Ketua Khmer Merah (1985-1991).

Pol Pot telah mati. Tak ayal, tudingan dunia internasional kepada para pemimpin Khmer Merah atas terjadinya genocide di Kamboja tahun 1975-1979 itu pun jatuh ke pundak Khieu Samphan dan Nuon Chea. Meski pemerintahan Phnom Penh didesak agar segera membawa kedua mantan petinggi Khmer Merah ini ke Mahkamah Internasional guna mempertanggungjawabkan kejahatannya melawan kemanusiaan, PM Hun Sen enggan melakukannya.

Ia sendiri pernah menjadi perwira Khmer Merah. "Kita sebaiknya mengubur dalam-dalam semua peristiwa masa lampau untuk lebih memusatkan perhatian pada masa depan. Banyak mantan anggota Khmer Merah yang telah 'bertobat' dan kini menjadi pegawai negeri. Haruskah saya sekarang membunuhi mereka untuk memulai lagi perang saudara?" katanya seperti dikutip Reuters belum lama ini. (Mathias Hariyadi)

Written and posted by Mathias Hariyadi
Published by Kompas, Sunday 3 January 1999
Sources: PIK Kompas
Halaman: 3
Penulis: HARIYADI, MATHIAS
Ukuran: 7319

Wednesday, 28 May 2008

KRI TNI AL, Tambatan Hati Pemudik

Kembali dengan Kapal Perang

AREAL tepi dermaga Pelabuhan Panjang, Bandarlampung, hari Minggu (25/2) menjadi pasar mendadak. Jual beli dilakukan dengan cara saling lempar. Maklum, penjual ada di dermaga, dan pembeli ada di geladak KRI Multatuli MA yang tengah lego jangkar sembari menunggu penumpang.

Para penjual melontarkan barang dagangannya dari bawah. Di atas kapal perang itu, para penumpang yang berjejer-jejer membentuk barisan pagar betis, tinggal menangkap barang-barang yang mereka pesan. Setelah barang didapat, penumpang di kapal tinggal melempar uang ke arah si pedagang yang siap menangkapnya di bawah.

Melempar uang pun harus dengan cara tersendiri. Salah-salah uang kertas bisa melayang terbawa angin, lalu nyemplung ke laut. Tak jarang botol aqua salah alamat, menimpa jidat-jidat penumpang lain yang tidak berniat membeli. Kalau itu yang terjadi, akan berbuah sumpah serapah, dan barang tak kembali ke pedagang.

Di luar adegan lucu-lucu konyol itu, para pedagang dadakan kelihatan sangat menikmati jerih payahnya. "Lumayan, baru setengah jam berdiri saya sudah laku menjual dua kardus aqua kemasan besar," kata Puadi (45) dengan wajah berseri.

Air mineral kemasan besar ia jual Rp 2.000 per botol, padahal modalnya hanya Rp 900 per botol. Setiap kardusnya berisi 12 botol. Kalau ia berhasil menjual dua kardus, untungnya Rp 26.400, dan itu diperoleh hanya dalam waktu setengah jam. Ini belum penghasilan dari minuman kaleng yang dijualnya Rp 3.000, dengan harga beli Rp 1.250. Sesuai namanya yang kagetan, transaksi dagang ini berlangsung hanya sekilas. Boleh jadi hanya dua jam, yakni saat menunggu KRI Multatuli diberangkatkan membawa penumpang ke Jawa setelah mudik lebaran di Sumatera. Tetapi naluri bisnis masyarakat seputar Pelabuhan Panjang ini, patut diacungi jempol!

Pada tepian dermaga, KRI Multatuli MA yang bernomor lambung 561 dengan kapasitas penumpang sebanyak 1.000 orang itu dengan sabar menunggu "penumpang istimewa" meniti tangga kapal satu per satu. Disebut "penumpang istimewa", sebab seluruh penumpang yang jumlahnya mencapai 960 orang itu, merupakan para pemudik balik yang akan dibebaskan dari segala biaya alias gratis. Mereka adalah para pemudik yang akan kembali berjuang di tanah Jawa setelah berlebaran di kampung halamannya, Sumatera. Mereka adalah bagian dari "arus balik" para penumpang yang akan kembali ke Jakarta dan kota sekitar.

Pardi (30), buruh pabrik yang bekerja di pinggiran Jakarta mengakui, mudik balik dengan menumpang kapal perang baru pertama kali ini ia lakukan. "Kebetulan saja tadi pagi saya baca berita di Kompas, lalu saya putuskan datang ke sini (Pelabuhan Panjang-Red)," kata Pardi sambil antri.

Ikut menumpang kapal perang untuk pertama kalinya juga dialami Hamdani (48), seorang buruh bangunan yang mengaku termasuk salah seorang korban "Tragedi Merak" sehari sebelum Lebaran. Ia semaput dan benar-benar pingsan saat berada di Merak untuk menyeberang ke Bakauheni. Menurut dia, jauh lebih baik naik di Pelabuhan Panjang dengan naik KRI daripada harus berdesakan di Bakauheni.

"Bukan soal gratisnya, tetapi saya kapok kalau sampai pingsan lagi seperti di Merak," kenang Hamdani sambil tersenyum kecut. Lain lagi pengalaman Isap (19), buruh di Tangerang yang mengaku berasal dari Talangpadang, Lampung Selatan. Sebelumnya, ia merasa ngeri naik kapal perang.

"Habis gimana ya? Begitu mendengar nama kapal perang, yangterlintas di benak saya justru duduk di dekat torpedo atau meriam. Tapi untunglah, keramahan para pelaut mampu mengusir ketakutan itu," ujarnya sambil tertawa renyah.

Kalau sikap dan perilaku para pelaut itu tampak keras dan tegas, itu jelas karena mereka adalah militer yang setiap hari tanpa putus bergulat dengan ganasnya ombak lautan. Tapi ketika berhadapan dengan sesamanya yakni para pemudik, seketika itu juga kesan keras dan kasar segera musnah. Yang tampak justru wajah simpati dan keramahan.

Menurut Komandan KRI Multatuli MA Letkol (L) Juendy, para pelaut diharuskan bersikap seperti itu agar para pemudik jangan sampai canggung naik kapal perang. Hal yang sama juga ditegaskan oleh kolega Juendy, yakni Letkol (L) Slamet Yulistiyono yang menjadi Komandan KRI Teluk Sangkurilang. "Rasanya kami bangga juga bisa melayani penumpang sipil seperti mereka ini," ujarnya kepada Kompas di anjungan kapal.

Para pemudik balik yang naik kapal perang ini termasuk penumpang yang terpaksa "dibelokkan" dari Terminal Bus Induk Rajabasa. Maksudnya, agar mereka tidak sampai berjejalan di Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni yang siang itu memang sudah semakin padat. Mereka yang sudah berhasil meniti kapal, segera melepas lelah dengan berdiri atau duduk-duduk, menyaksikan rekan-rekan mereka yang belum naik. Sementara yang belum naik, harus sabar dulu bermain ular-ularan alias ngantri sebelum akhirnya sampai ke titian kapal.

Co-wriiten and reported by Mathias Hariyadi, Pepih Nugraha and Nal
Published by Kompas, Tuesday 27 Februari 1996

Tuesday, 27 May 2008

Diez Diez Danza Espana

Keindahan Tari Puitik Spanyol

Duet koreografer Monica Runde-Pedro Berdayes bersama kelompok Diez Diez Danza dari Spanyol benar-benar memenuhi janjinya. Tidak cuma kehangatan yang disodorkan. Keindahan puitik lewat gerak-gerak dinamis juga mereka peragakan dalam pertunjukan sekitar 70 menit di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa (13/10) malam.


Eksplorasi geraknya kaya, meski sepintas terkadang tampak sederhana dan cenderung repetitif. Panggung pun tak pernah mereka biarkan kosong tanpa arti. Pertunjukan yang masih akan diulang Rabu (14/10) malam dan merupakan rangkaian pentas Art Summit IndonesiaII-1998 itu memberi sentuhan balet klasik pada tiga nomor tarian modern yang ditampilkan para penari dari negeri Matador tersebut. Keindahan dari khasanah klasik itu bukan hanya dihidupkan semangatnya, tapi terkadang juga dipakai dalam varian teknik geraknya.

Tengoklah cara mereka memanfaatkan ruang dengan pergerakan tubuh yang luwes dan memikat, lalu membentuk bidang-bidang diagonal di atas panggung. Gerakan tubuh menggelosor yang bertumpu pada pantat dan pinggul, atau perpindahan tubuh sambil duduk seraya memanfaatkan bagian luar telapak kaki -sementara kain hitam menutupi sebagian kakisehingga si penari tampak seolah-olah bergerak di atas ombak- memberi sentuhan puitik pada garapan Monica Runde. Indah tapi juga liat dan kuat.

Keindahan puitik ini sangat terasa pada komposisi ketiga, Anyway (15 menit). Begitu sepasang penari muncul di bawah cahaya remang-remang, pentas dibawa ke satu situasi yang tak terhingga. Di sudut kanan belakang sebentuk gelas cocktail ukuran raksasa berdiri tegak. Sinarlampu berpendar terang, memberi kehangatan pada ruang yang diisi oleh gerak-gerak repetitif kedua penari. Gerakan berputar dengan satu kaki yang bertumpu pada tumit, diikuti sentakan badan dan leher ke belakang, menghasilkan tontonan yang memukau.

Kedua penari -dibawakan sendiri oleh Monica Runde dan Pedro Berdayes; keduanya adalah koreografer sekaligus pendiri Diez Diez Danza- berhasil mengolah ruang dengan ungkapan gerak-gerak ritmis.

Tema cinta terasa kental, sekaligus indah dan puitik. Ketika kedua penari 'bergulat' di atas panggung, di bawah cahaya yang berubah biru, sang penari perempuan bergerak dengan menyentakkan perut lalu meloncat berdiri. Pada hentakan berikutnya ia sudah bertengger dan bersidekap di tubuh pasangannya dengan kaki melingkar, sebelum akhirnya perlahan turun dan merunduk di lantai.


Efek visual

Dalam kesederhanaan ruang yang berlatar gelap, ungkapan gerak yang diperlihatkan duet penari-koreografer Monica Runde dan Pedro Berdayes sungguh memikat. Tak cuma lewat permainan gerak yang mengalir bagai air, pada nomor ketiga ini Runde dan Berdayes juga memanfaatkan efek visual yang terkesan puitik. Begitu serbuk putih seperti tepung yang diambil dari gelas cocktail raksasa dilempar ke atas, panggung mendadak berubah menjadi seperti awan mengambang. Cahaya pun berpendar-pendar di tengah ruang yang terkesan romantik.


Sesekali kedua penari berlari-lari kecil mengelilingi panggung. Gerakan ringan itu selalu diakhiri penyatuan tubuh kedua penari, lalu lepas, bersatu, dan lepas lagi. Adegan itu diperagakan dengan sangat halus dan indah. Juga ketika penari pria mengusung tubuh pasangannya, menyeret-nyeretnya, lalu dilemparkan ke lantai, hingga gerakan berputar-putar seperti gasing mainan anak-anak.


Tarian ini diakhiri dengan karikatur. Keduanya dikerek naik. Sambil mengenakan kacamata hitam, mereka "mengadu" botol minuman dan memuncratkan serbuk putih. Dalam tirai asap terdengarlah nyanyian Freddy Mercury: I want to break free.


Hangat, indah, dan dinamis. Barangkali itulah inti pertunjukan Diez Diez Danza yang disesaki penonton di Gedung Kesenian Jakarta. Pada dua nomor sebelumnya, O Beijo alias The Kiss (30 menit) dan Petrus atawa Let Them Fly (20 menit), pola gerak yang diperagakan oleh dua pasang penari juga tak kalah menarik.


Tarian O Beijo atau tari "Ciuman" menggambarkan hubungan tiga anak manusia yang terlibat urusan cinta. Selain konflik yang mewarnai hubungan segitiga itu, ungkapan birahi dan cemburu disajikan lewat gerak tubuh dan mimik wajah. Seluruh organ tubuh para penari sepertimemiliki fungsi. Mulai dari hentakan kepala, putaran bahu, kaki dan telapak tangan yang dipukulkan ke lantai, hingga sorot mata penuh kemarahan, menjadikan nomor ini terasa kaya akan bentuk dan gerak.

Begitupun pada komposisi Petrus. Empat penari yang tampil berpasangan muncul dalam iringan musik Bach yang sendu. Selama sekitar 20 menit, dua pasang penari -dua laki-laki dan dua perempuan- terus bergerak mengitari panggung dengan berbagai tampilan. Oleh sang koreografer, Monica Runde, tarian ini lebih dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa berbagai macam gerak dalam tari sesungguhnya tidak mengenal jenis kelamin. Apa yang bisa dilakukan laki-laki juga dapat dimainkan oleh perempuan. Begitu pun sebaliknya.


Di tangan Monica Runde, tema kesetaraan itu ia garap dengan gaya yang terkadang terkesan jenaka. Bahkan pada beberapa bagian, Runde cenderung menampilkannya dengan memberi peluang pada tafsir tentang kehidupan kaum homoseksual. Ini sangat terlihat pada gestur dantatapan mata penari pria berkepala botak (Tanguy Cochennec) yang bergairah ketika berdekapan dengan pasangannya yang dimainkan Pedro Berdayes. (ryi/bre/efix/ken)


Gerak Indah-- Sebuah adegan dalam tari Anyway yang penuh dengan gerak indah, dibawakan Monica Runde dan Pedro Berdayes, Senin (12/10), sewaktu gladi bersih untuk Art Summit Indonesia II/1998. Penampilan tari dari Spanyol ini semalam (13/10) memikat ratusan penonton yang memenuhi Gedung Kesenian Jakarta.

Co-written by Mathias Hariyadi and Efix Mulyadi
Also attended by Bre Redana, Kenedy Nurhan
Published by Kompas, Wednesday 14 October 1998
Halaman: 1 Penulis: RYI/BRE/EFIX/KEN
Database Kliping MATHIAS HARIYADI
222.124.79.135
Photo creditt: Kompas/Arbain Rambey
Photo caption: Kompas/Mathias Hariyadi

Monday, 26 May 2008

Berenang Menyeberang Selat Sunda

Cinta Bahari di Lintas Selat Sunda

Mata Yohana Meilana tampak berkaca-kaca saat peserta disalami oleh Komandan Korps Marinir Mayjen (Mar) Suharto. Mei -begitu dia biasa dipanggil- adalah satu dari tiga perenang putri peserta Lomba Selat Sunda 96 (LSS). Lainnya adalah Catherine Kalalo (17), Fransiska Wijaya (16), dan Elsi Yuniar. Melengkapi daftar para peserta renang putri yang masih muda belia itu juga Johan Jauhari (13) -peserta pria termuda yang kini masih duduk di kelas tiga SMP di Palembang.

Takut berenang menyeberangi Selat Sunda waktu malam? "Ah, nggak juga. Apa sih yang perlu ditakutkan selama berenang di laut? Paling-paling di situ hanya ada ombak dan ikan," kata Mei, pelajar kelas dua sebuah SU di Palembang, beberapa menit sebelum start LSS'96 di Dermaga Bakauheni, Lampung Selatan, Jumat (25/10) dinihari lalu.

Ungkapan senada juga meluncur dari bibir Catherine. Bersama dengan para peserta lainnya -semuanya berjumlah 72 orang- kelima peserta muda LSS'96 itu tampak sibuk mengatur semua peralatan renang. Di antaranya, snorkel, sepatu katak, baju selam terbuat dari nilon, dan tak kalah pentingnya juga stick lamp. "Lampu bertenaga fosfor dan mampu menyala secara maraton selama enam jam itu berfungsi sebagai lampu penunjuk lokasi. Itu guna memudahkan para petugas SAR agar bisa mendeteksi lokasi para perenang bilamana terjadi keadaan darurat," kata Komandan Korps Marinir Mayjen (Mar) Suharto.

Sementara, guna melindungi kulit dari kemungkinan terkena ubur-ubur, para perenang diwajibkan mengolesi tubuhnya dengan vaseline. Melengkapi 72 orang peserta di atas adalah seorang kolonel dari Angkatan Laut Australia -satu-satunya peserta asing yang bergabung dalam LSS.

Selain meraih prestasi, keselamatan para perenang -para peserta LSS'96- adalah satu faktor yang mendapat perhatian penuh dari panitia LSS. Menurut Kepala SAR LSS'96 Letkol (Mar) Hasan Hariadinata, demi keselamatan pihaknya menyediakan dua buah helikopter, satu LST (landing ship tank) KRI Cendrawasih, sebuah kapal perang kelas frosch, dan beberapa puluh kapal karet dengan para anggota SAR sebagai penumpangnya.

Kegiatan LSS'96 diadakan dalam rangka peringatan HUT Korps Marinir ke-51 dan secara khusus ingin menyemarakkan Tahun Bahari 1996. Menurut catatan Korps Marinir, LSS'96 itu adalah kegiatan renang menyeberangi Selat Sunda yang keenam kalinya.

Menyinggung arti strategik LSS'96, Komandan Korps Marinir Mayjen (Mar) Suharto berpendapat, kegiatan lomba renang dan dayung menyeberangi Selat Sunda sejauh 18 mil laut jarak lurus itu setidaknya bisa menunjukkan ketangguhan bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari. "Lebih dari itu, LSS juga mencerminkan kecintaan bangsa kita sebagai bangsa bahari," tandas Suharto.

Keluar sebagai perenang tercepat dalam kegiatan LSS'96 itu adalah Pratu (Mar) Tayuri dari Brigade Infanteri II Jakarta. Ia berhasil menyeberangi Selat Sunda sejauh 18 mil laut jarak lurus dalam tempo 8 jam 47 menit. Menyusul tempat kedua adalah Catherine Surya yang menempuh waktu 17 menit lebih lama. Sedangkan posisi ketiga ditempati Sertu (Mar) Sukirno Hadi dari Markas Komando Korps Marinir Jakarta (Kompas, 27/10).
(Mathias Hariyadi)

Written and posted by Mathias Hariyadi
Published by Kompas, Monday 28 October 1996
Halaman: 12
Penulis: HARIYADI, MATHIAS
Ukuran: 3343

Sunday, 25 May 2008

Ke Jakarta Mengenang Cinta dan Teman

Bulantrisna Mencari Cinta

JAUH-jauh dari Bandung ke Jakarta hanya untuk urusan tari dan kangen-kangenan. Itulah yang baru saja dilakukan mantan penari legong profesional Kamis (10/12) malam lalu, yang catatan prestasi menarinya nyaris sepanjang namanya, Dr dr Anak Agung Ayu Bulantrisna Djelantik (51).

Begitulah cucu raja terakhir Karang Asem, Bali, ini rela naik kereta api dari Bandung menuju TIM Jakarta hanya untuk melepas kangennya pada dunia tariyang sempat melambungkan namanya di panggung dunia internasional.Namun lebih dari itu, niat lainnya adalah melepas rasa kangennya pada kawan-kawan lama mantan seprofesi menari.


"Saya ingin melihat kawan-kawan lama menari. Karena di situ akan menari Menul Sularto, sementara di belakang layar ada Retno Maruti sebagai penata artistiknya. Mereka adalah kawan-kawan lama, dengan siapa kami dulu sering manggung bersama di hadapan mendiang Presiden Soekarno dan mantan Presiden Soeharto" paparnya.


Menurut doktor lulusan Universitas Antwerpen, Belgia (1996) ini, kepergiannya ke TIM itu sebenarnya hanya menuruti kata hatinya yang kini dirundung perasaan kangen menyaksikan tarian klasik. Sebuah argumentasi sangat beralasan, karena TIM menyelenggarakan pementasan Bedaya Lala, sebuah tarian Jawa klasik yang dibawakan sembilan penari profesional di antaranya Menul, Nungki, dan Maria D Hutomo. Mereka menari mengiringi pembacaan cerpen Danarto.


Desakan batin itulah yang mendorong Bulan dokter kelahiran Deventer (Belanda) 8 September 1947 ini sampai ke balik panggung, menemui mereka. (ryi)

Written and posted by Mathias Hariyadi
Published by Kompas, MOnday 14 Decemeber 1999
Photo credit: Kompas/Mathias Hariyadi
Source: Kompas, Database Kliping 222.124.79.135
Nama dan Peristiwa: Dr dr Anak Agung Ayu Bulantrisna Djelantik (51)
KOMPAS - Senin, 14 Dec 1998
Halaman: 12
Penulis: RYI
Ukuran: 1657
NAMA DAN PERISTIWA

Saturday, 24 May 2008

Mozart n'est pas mort

Trois partitions inconnues attribuées à Mozart découvertes en Pologne

Parmi 18 partitions manuscrites attribuées à Mozart, appartenant aux archives du monastère de Jasna Gora à Czestochowa (sud de la Pologne), trois ne figurent pas dans le catalogue Köchl de ses oeuvres complètes, a annoncé vendredi le quotidien Polska.

Oeuvre de copistes du 18e siècle, les partitions inconnues "correspondent au style" de l'époque, et "leur caractère permet de supposer que Mozart en a été l'auteur", selon Remigiusz Pospiech un expert musicologue cité par le journal.

Les spécialistes polonais ont déjà pris contact à ce propos avec des experts de la musique du génie autrichien (1756-1791) à Salzbourg et à Vienne, a précisé M. Pospiech.

"Si nous avons affectivement affaire à une oeuvre authentique de Mozart, c'est plutôt de sa période tardive, dite de Vienne", estime le musicologue polonais qui souligne toutefois "la nécessité d'autres études pour confirmer cette hypothèse".

Les archives du sanctuaire marial de Jasna Gora renferment entre autres quelque 3.000 partitions manuscrites, accumulées au fil des siècles pour les besoins d'un orchestre du monastère.

Né à Salzbourg en 1756, Wolfgang Amadeus Mozart s'était installé en 1781 à Vienne, où il est mort 10 ans plus tard à l'âge de 35 ans, et où il a composé parmi ses plus grands chefs-d'oeuvre.

AFP

Friday, 23 May 2008

Bumi dan Langit Baru

Taman Kupu di Bumi dan Langit Baru
Oleh Romo J. Pujasumarta, Pr
Uskup Bandung


Bersamaan dengan kesadaran akan ancaman terhadap bumi karena kerusakan lingkungan hidup, muncul pula kesadaran perlunya mengadakan gerakan melestarikan keutuhan ciptaan. Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang menegaskan, bahwa mewujudkan Kerajaan Allah di bumi ini berarti pula antara lain melestarikan keutuhan ciptaan (Bdk. Ardas 2006-2010, alinea 1).

Salah satu indikasi keutuhan ciptaan ialah tumbuh dan berkembangnya flora dan fauna dalam keseimbangan yang indah. Karena itulah, upaya pastoral pun hendaknya dilakukan untuk melestarikan keutuhan ciptaan, yang biasa disebut dengan eko-pastoral, sebagaimana diuraikan dalam Nota Pastoral tentang Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang tersebut.

“Menjaga keutuhan ciptaan hendaknya diwujudkan dalam berbagai usaha melestarikan keseimbangan lingkungan hidup. Maka pastoral yang kita kembangkan adalah pastoral yang peduli pada pelestarian keseimbangan lingkungan hidup (eko-pastoral) . Oleh karena itu, perlu kita upayakan suatu cara hidup organik, yang didukung misalnya oleh pertanian ramah lingkungan, yang memproduksi hasil-hasil tanaman organik.

Upaya tersebut perlu didukung dengan membangun habitus baru dalam hidup, yaitu hidup hemat dalam segala bidang, misalnya berani mengatakan cukup dalam menggunakan sarana-sarana bagi hidup yang wajar; membeli barang-barang tidak berdasarkan pada keinginan melulu, tetapi pada kebutuhan nyata yang betul-betul untuk hidup sederhana.”

Gagasan-gagasan tersebut dapat mendorong kita untuk membangun Taman Kupu, sebagai salah satu usaha untuk melestarikan keutuhan ciptaan, yang dapat membantu kita untuk hidup arif dengan belajar pada kebijaksanaan alam (natural wisdom). Dengan demikian, kita ikut serta melestarikan keutuhan ciptaan sebagai habitus baru.

Itulah harapan yang dinyatakan dalam Nota Pastoral tentang Ardas KAS 2006-2010: “Habitus baru yang perlu dilakukan adalah menjadikan muka bumi ini taman yang indah, tempat semua penduduk tinggal bersama sebagai saudari dan saudara dalam keadilan dan perdamaian.” (NP tentang Ardas KAS 2006-2010). Melalui internet dan terutama melalui kontak langsung dengan alam sekitar kita dapat kita peroleh berbagai informasi mengenai kupu. Agar kita semakin peka terhadap sapaan alam.

Taman Kupu yang kita bangun ini dapat kita jadikan tempat perjumpaan kita untuk berbagi pengalaman hidup yang berkaitan dengan kupu. Belajar dari kupu sudah dapatlah kita temukan bahwa menjadi kupu memperlukan suatu proses metamorphosis yang lengkap: telur, ulat, kepompong, kupu. Metamorphosis tersebut membantu kita untuk memahami apa artinya transformasi. Proses tersebut juga menjadi simbolisasi kemungkinan hidup baru bagi manusia. Dan pintu masuk ke dalam kemungkinan tersebut telah dibuka oleh Yesus Kristus yang bangkit dari kematian, dan menjadi Sang Kupu yang terbang ke tempat tinggi untuk bersatu dengan Allah, Bapa-Nya, dan menjadi perantara keselamatan bagi kita semua.

Bagi saya sendiri, Desert Day yang diselenggarakan oleh Jesus Caritas pada tahun 2001 (17 Oktober 2001) di hutan pinus Deles Klaten merupakan peristiwa yang mencerahkan hidup saya. Suatu peristiwa perjumpaan dengan kupu, yang kemudian saya rekam dan abadikan dalam nyanyian yang berjudul “Kupu, kupu, terbanglah ke mari! Kisahkanlah perjalanan hidup ini!” Kupu-kupu datanglah ke mari. Silakan berkisah tentang perjalanan hidup kita di dalam Taman Kupu, tempat perjumpaan kita untuk berbagi pengalaman hidup yang kita terima sebagai anugerah Allah.


Ditulis oleh Romo Pujasumarta, Pr
Vicaris Generalis Keuskupan Agung Semarang
Hari Kebangkitan Nasional
20 Mei 2006
Mei 2008, Romo Puja diangkat menjadi Uskup Bandung oleh Paus Benediktus XVI

Thursday, 22 May 2008

Lene Grawford Nystrom, the Barbie Girl of AQUA

Aqua, Semuanya Serba Air

OBSESI besar dan cinta mendalam akan air. Begitu Lene Grawford Nystrom (27), lead vocalist Aqua asal Denmark, menggambarkan obsesi grup musiknya akan semua hal berbau air. "Saya sendiri menyukai air yang memberi kesan tentang sebuah benda cair yang sifatnya serba lembut, halus, jernih, dan bening," kata penyanyi ini pada jumpa pers di CJ's Bar Hotel Mulia Senayan, Jakarta Pusat, pekan lalu.

Demi dan karena cinta akan air itulah Aqua lalu menamai semua albumnya dengan hal-hal berbau air. Tahun 1997 silam, mereka meluncurkan album pertama, Aquarium. Kini, kwartet beranggotakan Lene, Rene Dif (sebagai vokalis) dan Claus Noren serta Soren Rasted (sebagai komposer) ini meluncurkan album kedua, Aquarius. "Soalnya, air memang mengasyikkan," jelas Lene.
***
AIR sama dengan aqua. Aqua adalah kata Latin yang artinya air dalam bahasa Indonesia. Semula, kwartet yang lahir di Kopenhagen, Denmark, tahun 1989 ini mengambil nama Joyspeed sebagai identitas kelompok. Rupanya, nama ini tak banyak mendatangkan hoki. Debut single-nya, Itzy Bitzy, dengan garapan warna musik techno ternyata jeblok di pasaran. Belakangan, mereka ganti nama dengan Aqua yang menurut Lene punya kisah yang unik, sederhana, namun mengesankan.

"Saat itu, kami baru mulai rekaman di Universal Music. Di studio, tiba-tiba mata kami terpaku sebuah iklan besar dalam bentuk poster yang mengiklankan aquarium. Nah, mengapa kita tak mengambil aquarium sebagai nama baru grup?," tutur Lene mengawali kisahnya.

"Namun pikir punya pikir aquarium terlalu panjang. Kami sepakat mengambil bentuk pendeknya, aqua. Sejak itu kami resmi memakai nama Aqua, sebuah grup musik yang ingin bereksperimen dengan memadukan warna suara Rene yang cenderung nge-rap dengan tonasi rendah dan suara saya yang tinggi, kekanak-kanakan, sekaligus manja," tambahnya.

"Ternyata ramuan itu merupakan sukses besar", tandas perempuan kelahiran Tonsberg, Norwegia, yang semula berprofesi sebagai presenter acara permainan di sebuah stasiun teve lokal.

Hasil persenyawaan dua warna suara sangat kontras antara Rene yang cenderung ngebas dan Lene yang begitu tinggi inilah yang belakangan malah menjadi kekuatan Aqua. Boleh dikata, ini pula kini menjadi semacam icon Aqua: Lene sebagai lead vocalist dan di sana-sini Rene memberi gong, mengisi ruang-ruang kosong musik mereka.
***
Keberuntungan sering tak bisa diprediksi. "Kami sadar sepenuhnya, kunci sukses Aqua semata-mata karena faktor pasar yang menyukai kami. Lain tidak," kata Lene.

Ini bisa dimengerti. Soalnya, awal kisah perjuangan Aqua merebut simpati pasar rupanya tak secerah angka penjualan album-albumnya sekarang. "Kami pernah sangat jeblok, ketika grup kami masih bernama Joyspeed. Lebih menyedihkan lagi, kontrak-kontrak kami dengan sejumlah perusahaan rekaman juga dibatalkan," kata Rene Dif dan Lene kepada Kompas pada kesempatan welcome dinner sehari di hotel yang sama.

Namun Dewi Fortuna tak mau meninggalkan mereka. Berkat tembang Barbie Girl, nama Aqua meroket. Kali ini tidak hanya di Denmark, namun juga mulai merambah ke semua sudut dunia. Padahal, kata Rene, Barbie Girl lahir dari sebuah kebetulan.

Ketika itu, katanya, Soren baru saja datang dari sebuah acara pameran boneka-boneka Barbie. Saat pulang, ia bersenandung dan mulai bertingkah seolah-olah Barbie-nama boneka mainan anak-anak-betul-betul eksis. "Yang pasti, Barbie Girl telah membawa Aqua ke tangga sukses sekaligus sedikit sandungan," jelas Rene.

Gara-gara tembang dengan video klip yang menonjolkan Lene bak seorang gadis Barbie -lengkap dengan rambut blonde dan berpenampilan serba fun itu-US Mattel Inc. selaku pemegang lisensi boneka Barbie lalu berang dan menuntut MCA.

"Namun itu masa lalu," kata Rene. Soalnya, lantaran tembang Barbie Girl reputasi Aqua langsung naik daun. Mulai saat itu, dunia seakan-akan terbius kata-kata Lene yang dengan manja meneriakkan kalimat terkenal ini: "Life in plastic. It's fantastic!"

Padahal ketika Soren dan Claus (sebelumnya bekerja di sebuah pompa bensin) baru memutuskan bergabung dengan Rene dan Lene untuk mengerjakan ilustrasi musik (soundtrack) film anak-anak berjudul Fraekke Frida, gambaran sukses itu jauh dari benak mereka. Lewat Barbie Girl, Aqua melaju cepat bersama Roses Are Red, Oh My Oh, dan tentu saja Dr Jones.

Meski telah sukses menciptakan satu image baru di blantika musik dunia sebagai grup musik dengan warna pop sangat kental, namun Aqua tetap saja tak mau meninggalkan ciri khasnya sebagai grup kwartet penggemar berat air. Cobalah tengok website mereka di http://www.aqua.dk, di situ akan terlihat bagaimana dunia serba air masih mengobsesi Aqua. (Mathias Hariyadi)

Foto: Kompas/Mathias Hariyadi

PENGHARGAAN-Lene Grawford Nystrom (27) dan Rene Dif (33), keduanya vokalis utama grup musik Aqua dari Denmark, mendapatkan anugerah platinum dari Universal Music Indonesia.

Written and posted by Mathias Hariyadi
Published by Kompas, Saturday 8 July 2000
Photo credit and photo caption by Mathias Hariyadi
Source: Kompas, Aqua Semuanya Serba Air * Hobi
KOMPAS - Sabtu, 08 Jul 2000
Halaman: 26
Penulis: HARIYADI, MATHIAS
Ukuran: 5162

Wednesday, 21 May 2008

Opera Ikan Asin


Penonton Koma lantaran Ikan Asin Teater Koma


MENGAPA ikan asin? Mengapa Mekhit yang jahat itu bisa bebas? Apakah setiap tindak kolusi selalu berakhir begitu? Mengapa setting ceritanya di (zaman) Hindia Belanda, bukan sekarang? Bukankah kalau setting-nya sekarang persoalannya jadi lebih jelas?


Di gedung pertunjukan Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (GBB-TIM) Jakarta, Kamis (8/4) sore, sutradara N Riantiarno mendapat pertanyaan bertubi-tubi dari sejumlah siswa berseragam putih abu-abu. Para penanya itu, bersama sekitar 600 siswa SMU lainnya yang datang dari berbagai wilayah DKI Jakarta, siang itu berkesempatan menyaksikan cuplikan Opera Ikan Asin, sebuah lakon yang dimainkan Teater Koma mulai Sabtu (10/4) malam hingga 24 April mendatang di GBB-TIM.


Menanggapi rentetan pertanyaan itu, N Riantiarno yang sehari-hari akrab dipanggil Nano, dengan sigap menjawabnya satu per satu. Sambil berdiri tegak atau sesekali di atas panggung, dengan gaya kebapakan, Nano menceritakan bagaimana proses terpilihnya Opera Ikan Asin untuk dipentaskan, menandai ulang tahun ke-22 Teater Koma.


Sesuai tradisi demokrasi yang dibangun komunitas Teater Koma sejak didirikan 1 Maret 1977, semua anggota berhak mengajukan pendapat terhadap calon naskah yang akan ditampilkan. Saat itu ada tiga naskah yang disodorkan, yakni Presiden Burung-burung (naskah baru karya Nano), Opera Kecoa yang pernah digelar tahun 1985, dan Opera Ikan Asin hasil adaptasi dari The Threepenny Opera-nya Berthold Brecht yang juga pernah dipanggungkan tahun 1983. Setelah didiskusikan, tutur Nano, ternyata secara aklamasi semua sepakat memilih Opera Ikan Asin.

***
"Mengapa ikan asin?" tanya Riska dari SMU Tarakanita 2, Jakarta Selatan. Mendengar itu Nano balik bertanya kepada para siswa SMU yang memenuhi ruang pertunjukan: "Siapa yang suka asin?"


Suasana lalu jadi sedikit gaduh, namun dari suara-suara yang muncul bisa disimpulkan hampir semua anak suka ikan asin. Ikan asin, lanjut Nano setelah mendengar komentar para siswa, adalah metafora yang bisa mewakili segala kalangan. Meski ikan asin itu banyak jenis dan harganya, namun satu hal yang tetap melekat: ikan asin itu bau!


Anehnya, meski bau orang tetap suka. Segala lapisan masyarakat (baca: Indonesia, meski di lakon ini setting-nya adalah zaman Hindia Belanda) akrab dengan ikan asin. Ada ikan asin berkualitas jelek dan murah, tetapi ada juga yang sebaliknya. Yang murah bisa jadi simbol kelas bawah, yang mahal simbol kelas atas. Di sini terlihat, ikan asin bisa mewakili dua kekuatan yang berbeda kepentingan; dua kelas sejak dulu selalu dipertentangkan tetapi sesungguhnya keduanya saling membutuhkan.


"Dengan mengambil ikan asin sebagai metafora, ada perasaan bersama yang ingin diungkapkan. Sekarang kita 'kan bingung dengan situasi politik yang tak menentu. Korupsi, kolusi, dan nepotisme alias KKN yang terjadi, juga tak bisa dibuktikan. Tidak demikian di Opera Ikan Asin, semua ada dan transparan. Di tengah situasi serba tak pasti dan membingungkan itu, dengan 'ketelanjangannya' tontonan ini ingin mengungkap itu semua," papar Nano.


Bahwa setting yang dihadirkan adalah Batavia pada masa Hindia Belanda tahun 1925, bagi Nano, hal itu terkait dengan sifat kesenian itu sendiri yang memang tidak selalu pas dengan fakta. Sifat lain kesenian tidak matematis. Bahwa dalam kisah ini tokoh Mekhit alias Meki (mendengar nama ini para siswa tertawa cekikikan) alias Mat Piso Si Raja Bandit yang jahat yang berkolusi dengan sang Komisaris Polisi Kartamarma akhirnya dibebaskan Gubernur Jenderal Batavia dari tiang gantungan, menurut Nano ceritanya memang demikian.


"Kenyataannya memang begitu. Tapi kok ada yang bebas, ini juga pertanyaan kita semua. Jawabnya tentu ada pada Gubernur Jenderal yang tidak kelihatan. Siapakah dia? Imposibble! Dan kini pertanyaan itu jadi pertanyaan kita semua," kata Nano. Meski ber-setting-kan peristiwa di zaman Hindia Belanda, lakon Opera Ikan Asin diakui Nano sangat dekat dengan peristiwa keseharian negeri ini: pada saat ini. Setiap hari orang disodori pilihan paling mendasar antara soal perut dan moral; antara berbuat untuk kebaikan atau sebaliknya tergoda untuk berbuat kejahatan. Inilah moral cerita Opera Ikan Asin. Seperti bisa disimak dalam kehidupan sehari-hari, logika, etika, dan estetika dikalahkan logika ekonomi.


"Akan tetapi kalau saudara-saudara mementingkan perut, berarti saudara sama dengan kerbau," kata Nano mengingatkan lewat lakon yang menurutnya "sangat mengritik kemandekan dan status quo lantaran itu kini menjadi masalah kita bersama."


Sebelum pertunjukan yang diakhiri tanya-jawab itu berlangsung, di Lobby GBB-TIM guru-guru mereka terlebih dahulu terlibat dialog serius dengan anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Entah karena faktor kebetulan atau memang sengaja dirancang, bertindak mewakili DKJ adalah Ratna Riantiarno. Ratna adalah istri Nano, salah satu tokoh pendiri Teater Koma. Bagi DKJ dan Teater Koma, menghadirkan para guru dan siswa SMU ke TIM sembari menyaksikan cuplikan pementasan Opera Ikan Asin bukan tanpa tujuan. Paling tidak ada dua kepentingan bertemu di sana. DKJ lewat program "Pembinaan Apresiasi Seni Pertunjukan"-nya menggiring minat anak pada kegiatan kesenian pada umumnya, Teater Koma bisa memanfaatkan momentum ini untuk membina kebiasaan calon penontonnya.


"Sekarang kami memang bergerak untuk menumbuhkan apresiasi di kalangan siswa-siswi SMP/SMU, seperti dilakukan Ratna dengan program DKJ-nya. Program semacam ini harus kita lakukan. Kita tidak boleh mencaci maki sana-sini karena penonton tidak datang, padahal kita sendiri tidak berusaha apa-apa. Melalui program ini kita nggak mengharapkan anak sekolah jadi seniman. Itu memang tidak usah. Bila mereka apresian saja sudah bagus, atau tidak nonton tetapi mereka menghargai kesenian," ujar Nano.


Langkah yang ditempuh pasangan suami istri dari Teater Koma ini ibarat orang menabung. Jika banknya tak bangkrut atau tidak berubah status jadi bank beku operasi (BBO) lalu dilikuidasi, kelak mereka pula yang menuai bunga hasil dari tabungan itu. Dengan menyodorkan makanan berupa "ikan asin", benih calon penonton itu pun mereka tebar hingga ke sekolah-sekolah... (ken/ryi)

Co-written by Mathias Hariyadi & Kenedi Nurhan
Published by Kompas, Sunday 11 April 1999
Halaman: 1
Penulis: KEN/RYI
Ukuran: 6453

Tuesday, 20 May 2008

Makin Terkenal, Malah Makin Pelit

Les top-modèles les mieux payées du monde

Pour reprendre les mots de la top-modèle Heidi Klum, animatrice de Project Runway: dans le monde de la mode, un jour vous êtes tendance et le lendemain vous êtes finie. On pourrait dire la même chose de la liste 2008 des Top-modèles les mieux payées du monde, établie par Forbes.com. Certaines reines de beauté ont grimpé des échelons, d'autres en ont descendu, quelques-unes ont quitté la liste et d'autres y ont fait leur apparition.


Et puis il y a Gisele Bundchen, toujours fermement accrochée à la première place avec des revenus estimés à 22,38 millions d'euros, soit deux fois plus de 8,95 millions d’euros encaissés par Heidi Klum, qui est arrivée seconde. Les 15 mannequins de notre liste ont été principalement classées selon leurs revenus estimés au cours des 12 derniers mois. Le cas échéant, le prestige et la pertinence des campagnes publicitaires, des éditoriaux, des couvertures de magazines de mode, ainsi que l'avis des personnes de l'industrie ont également été pris en compte.


Pour terminer les cinq meilleures places, on retrouve les habituées Heidi Klum (8,95 millions d'euros), Kate Moss (4,8 millions d'euros), Adriana Lima (4,48 millions d'euros), et une invitée surprise en la personne de Doutzen Kroes (3,84 millions d'euros). Cette jolie demoiselle néerlandaise de 23 ans a fait un énorme saut dans le classement (elle était avant-dernière de la liste l'an dernier).


En 2008, le visage de Calvin Klein et L'Oréal a obtenu davantage de contrats et a déniché le filon principal de l'industrie du mannequinat : un contrat chez Victoria's Secret. "Je regrette qu'on n'ait pas pu lui mettre le grappin dessus avant ," déclare Edward Razek, qui sélectionne les mannequins de la société depuis une décennie. Son agent, David Bonnouvrier, compare Doutzen Kroes à Christy Turlington, autre muse de Calvin Klein. "C'est le même genre de beauté," affirme-t-il.

Gus Dur, a Gift from God

Nuncio says Gus Dur-Wahid is a gift from heaven

Vatican City (Fides) – "This President is a blessing for Indonesia". Apostolic Nuncio in Jakarta, Archbishop Renzo Fratini, speaking to Fides, was referring to Abdurrahman Wahid.


"He is a man dedicated to achieving ethnic and religious harmony and democracy" the Archbishop continued. "In only two years – he explains – Indonesia has made giant steps forward in politics, economy and regarding its international credibility. The leadership of Wahid is decisive in this phase of transition from the old regime to democracy. What is more, the President has the army on his side."

Fides asked the Nuncio what he thought might come of Wahid’s visit to Europe and to the Vatican. "The President’s visit to the Holy Father is of great significance for peace, unity and religious harmony in Indonesia. The religious implications of the encounter are evident: Wahid represents moderate Islam and the visit will help consolidate the path of dialogue between Christians and Muslims in Indonesia and throughout the world". Archbishop Fratini is sure that the encounter will send a clear signal of reconciliation for the internal struggle in the country, particularly the present conflict in the Moluccas.


"Wahid has always been known as a moderate leader. – the Archbishop concluded. - For some time now he has had regular contact with the St. Egidio Community in Rome, as a Muslim leader committed to furthering Muslim/Christian dialogue. The visit will help to strengthen relations between Muslims and Catholics". The Indonesian President in fact accepted to give a talk at the Community’s centre on 5th February. (11/2/2000)

Co-written and posted by Mathias Hariyadi
Fides, 2 Novembri 2000

Monday, 19 May 2008

Peace Truce among Animals

Pertemanan Kera dengan Dinosaurus

DALAM mengemas pesan-pesan moral dalam film, Walt Disney Pictures terkesan sangat pintar dan sepertinya tak pernah putus cerita. Kini, lewat film terbarunya, Dinosaur, Walt Disney Pictures kembali piawai mengemas moralitas itu lewat pertemanan antara Aladar, seekor dinosaurus jenis iguanodon, dengan sekawanan monyet.


Sebuah pola persahabatan antardua hewan beda generasi yang akhirnya melahirkan suasana bersahabat, iklim kondusif untuk selalu bekerja sama, dan kultur tolong-menolong yang saling menguntungkan.


Perkenalan Aladar dan sekawanan monyet di Kepulauan Lemur berawal ketika sebuah telur iguanodon terceraikan dari sarangnya karena amukan ganas raptor. Setelah berselancar tanpa arah, tiba-tiba saja telur malang itu "terdampar" di komunitas para monyet jenis lemur. Lewat perdebatan sengit antara menolak dan menerima, akhirnya lahirlah seekor bayi iguanodon yang belakangan diberi nama Aladar oleh sekalian monyet - induknya yang baru.


Singkat kata, persahabatan antara kedua jenis binatang beda spesies ini pun berlangsung baik. Kehidupan sehari-hari di Kepulauan Lemur yang semula tenang mendadak kacau balau. Gejala alam berupa meteor yang menabrak habitat hewan itu memaksa sekawanan monyet dan Aladar mengungsi guna menghindari tsunami yang tiba-tiba menggilas Kepulauan Lemur.
Setelah susah payah berenang melawan ombak, terdamparlah Aladar bersama Plio, Yar, Zini, dan Suri-nama sekawanan monyet itu-di sebuah kawasan asing.

***

DI pulau baru inilah Aladar bertemu sekawanan dinosaurus berbagai jenis yang oleh Kron, pemimpinnya yang tamak, tengah dibawa mencari habitat baru untuk bertelur. Namun, di balik gerakan migrasi besar-besaran ini, sekawanan raptor ganas diam-diam terus memburu mereka. Ini pula rupanya yang menjadi salah satu alasan mengapa sebagai pemimpin kawanan iguanodon, Kron bersama Bruton lalu tak mau menerima kehadiran Aladar.


Namun, Aladar tak putus asa. Untuk menarik simpati kawanan itu, ia punya ide cemerlang. Ia segera mendekati Baylene (seekor dinosaurus raksasa jenis brakhiosaurus berhati lembut) dan Eema (seekor stirakhosaurus berbentuk landak besar) dan berhasil menumbuhkan benih persahabatan di antara mereka. Inilah pesan-pesan moral film Dinosaur: Aladar dan sejumlah monyet itu nyatanya tak sekadar menjadi teman setia bagi sekawanan iguanodon, tetapi juga menjadi penolong mereka di kala kesusahan.


Aladar membuktikan itu dengan membantu Baylene dan Eema menemukan sumber air di tengah usaha yang nyaris membuat mereka sekarat karena tak tahan lagi menahan rasa haus. Berikutnya, bantuan mati-matian Aladar untuk menyelamatkan mereka dari serangan dua raptor yang memburu mereka di sebuah gua. Namun, di sini pula Bruton yang kini berada di belakang Aladar harus rela merenggang nyawanya sendiri akibat serangan ganas kedua raptor.

***

LAZIMNYA film-film keluaran Walt Disney Pictures, Dinosaur pun tak melewatkan kisah asmara di tengah keganasan raptor dan persahabatan Aladar bersama sekawan monyet. Pada pandangan pertama, Aladar diam-diam jatuh hati kepada Neera, seekor iguanodon betina. Dan gayung pun bersambut: Neera pun kesengsem juga, meski dicela kakaknya, Kron. Suasana frustasi melanda sekawanan iguanodon pimpinan Kron. Setelah berjalan ribuan mil, upaya mereka menemukan habitat baru tak kunjung usai. Sebaliknya nasib baik datang menyapa Aladar. Di balik gua yang mengepung perjalanan mereka, tanpa sengaja the lost troupe itu berhasil menemukan savana indah lengkap dengan sebuah danau idaman kawanan iguanodon itu.


Di tengah kegembiraan itu, kehadiran raptor di dalam barisan iguanodon yang herbivor (makan tumbuhan) tetap menjadi ancaman. Seekor raptor nekat memburu Kron yang tengah bersusah payah menaiki bukit guna menemukan savana baru. Di sini, lagi-lagi Aladar menunjukkan jiwa ksatrianya, berani melawan raptor-kali ini dibantu Neera-guna mengalahkan raptor. Ia berhasil. Sayangnya, Kron terpaksa melepas nyawanya karena kehabisan darah akibat serangan raptor. Usai sudah pergumulan sekawanan iguanodon itu melawan raptor. Kini, di hadapan mereka telah terhampar sebuah savana yang bisa menjadi habitat baru bagi pasangan Aladar-Neera dan sekawanan monyet itu.

***

SEBAGAI film animasi, film Dinosaur jelas menarik. Selain berhasil menampilkan berbagai jenis dinosaurus dengan tampilan amat meyakinkan persis aslinya, film arahan sutradara Ralph Zondag bersama Eric Leighton ini juga berhasil menyajikan pemandangan alam yang eksotik. Terutama, tentu saja, ketika sekawanan dinosaurus itu menemukan habitat baru di balik sebuah bukit.


Meski dalam beberapa hal Dinosaur mengandung beberapa perbedaan mencolok- misalnya-dibanding film-film bertema sejenis yakni Jurrasic Park dan The Lost World, namun jelas Dinosaur punya keunggulan tersendiri. Di sini jelas -lazimnya setiap film animasi keluaran Walt Disney Pictures- karena film Dinosaur ini tak semata mengumbar kekerasan binatang, tetapi juga menyebarkan semangat persaudaraan antarhewan. Inilah yang mau dikemukakan lewat film Dinosaur, persaudaraan dan pertemanan pasti lebih mendatangkan keuntungan daripada kerugian.


Dan Aladar memetik itu dari persaudaraannya dengan sekawanan monyet bernama Plio, Yar, Zini, dan Suri. (Mathias Hariyadi)


BEDA SPESIES - Inilah wujud pertemanan antara dua jenis binatang beda spesies seperti ditunjukkan Aladar, seekor dinosaurus jenis iguanodon, dengan sekawanan monyet yakni Plio, Yar, dan Suri. Pertemanan ini menguntungkan bagi semua, karena dinsitu iklim kerja sama dan saling membantu menjadi tercipta.


Written and posted by Mathias Hariyadi
Text caption: Kompas/Mathias Hariyadi
Published by Kompas, Sunday 25 Jun 2000
Foto: Reuters/Walt Disney Pictures
Database Kliping
MATHIAS HARIYADI
222.124.79.135
Pertemanan Kera dengan Dinosaurus
KOMPAS - Minggu, 25 Jun 2000
Halaman: 19
Penulis: RYI
Ukuran: 6178