Monday 12 May 2008

Agus Anjing, Dokter Tukang Loak

Dokter dan Tukang Loak Sama-sama Profesional

PROFESINYA sungguh tak sebagus namanya.

Agus Anjing. Demikian pria berambut gimbal dan lumayan gondrong itu biasa dipanggil sehari-hari. Terutama bila dia tengah berada di kalangan para bikers, sebutan populer bagi para penikmat motor klasik. Ajang otobursa Tumplek Bleg selama dua hari di Lapangan Parkir Senayan 10-11 Mei lalu telah membuktikan pamor seorang Agus Anjing.

Itulah yang terlihat, ketika sebutan “anjing” selalu saja diteriakkan orang setiap kali ingin menyapa pria ramah berkacamata tebal ini. Begitu pun disapa dengan sebutan panggilan akrab “Agus anjing” sungguh tak membuat pria Jawa yang besar di Jakarta ini lantas tersinggung dan marah.

Sebaliknya, dia malah mengaku bangga dan –seperti diungkapkannya sendiri— “Saya kian merasa akrab tengah berada di lingkungan sendiri.”

Le pacte des loups? Persekutuan di antara para anjing/serigala? Tentu bukan.Namun dengarlah isi hati Agus Anjing sendiri. “Saya bangga dipanggil Agus Anjing,” jawabnya pendek.

Pengakuan Agus Anjing ini jelas tak mengada-ngada. Bagi dia, disebut atau dipanggil orang dengan tambahan kata “Anjing” jauh dari kesan norak atau berbau penghinaan. Bagi pria Jawa yang lahir dan besar di Jakarta ini, sebutan itu malah menerbitkan pamor tersendiri. Dan sebagai nama panggilan, sebutan “Agus Anjing” telah menjadi sebuah identitas baru yang ikut melambungkan namanya sebagai dokter di kalangan pecinta binatang dan kolektor sekaligus tukang loak di kalangan bikers.

Agus Anjing adalah dua entitas yang berseberangan namun mendamaikan hati seorang bapak dua anak yang bernama Agus, seorang dokter hewan yang sesekali waktu menekuni profesi baru sebagai pedagang loak. Di forum Tumplek Bleg, Agus menampilkan sisi eksentriknya sebagai tukang loak: tampil cenderung urakan, bebas, dan selalu topless alias bertelajang dada sebagai kostum resminya.
***
Menjalani job sebagai seorang dokter hewan dan pedagang loak tentu merupakan dua buah domain kerja yang sangat berlainan. Menjalani profesi kerja sebagai dokter pada umumnya –termasuk tentu saja seorang veterinian-- cenderung berpola tertib. Dokter bekerja atas dasar sistem kerja yang sudah terpola sesuai standard operating procedure profesi seorang tenaga medik profesional. Ada sederet kode etik yang harus dipatuhi dan tak boleh dilanggar.

Tentu akan lain jadi “menu hariannya”, ketika Agus Anjing mengisi hari senggangnya dengan bermain motor klasik. Ini adalah kesempatan istimewa dimana seluruh atribut “resmi” sebagai dokter boleh dibiarkan “menguap” sementara.

Nah, itulah nikmatnya kehidupan Agus Anjing, ketika dia mampu “mendamaikan” prinsip filosofis Yin dan Yang dalam keseharian sebagai dokter hewan dan penikmat motor klasik. Dan forum otobursa Tumplek Bleg telah memberi peluang bagus bagi drh Agus Anjing untuk mempraktikkan filosofi Yin dan Yang itu dalam kehidupan riil.

“Saya tak mungkin bisa begini (baca: bertelanjang dada) di klinik hewan, ketika ada tamu datang bersama hewan peliharaannya,” ujarnya serius. “Bisa-bisa, klien saya kabur dan ‘pasien’ (anjing piaraannya) lalu menggigit saya,” katanya terbahak.

Nah, di forum Tumplek Bleg Kelompok Otomotif Gramedia Grup itulah drh Agus Anjing bisa “menanggalkan” profesinya sebagai dokter hewan untuk berperan menekuni profesi lain sebagai pedagang loak benda-benda motor klasik.

“Ini adalah persoalan keseimbangan hidup. Satunya, pola hidup sangat tertib dan formal. Lainnya, hidup serba spontan, informal dan –sembari mengutip slogan sebuah iklan rokok— bisa membuat hidup ini semakin tambah hidup,” tandas alumnus Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syah Kuala di Banda Aceh ini.

“Tapi kedua profesi itu sama-sama juga mendatangkan fulus,” katanya mantab. “Hanya saja kegiatan mencari nafkah itu berlangsung di ranah kehidupan yang sangat berlainan. Baik sistem cara kerjanya maupun pola hubungan relasional antara saya sebagai tukang loak barang-barang antik motor klasik dan sebagai tenaga profesional ruang klinik hewan menghadapi tamu berikut ‘pasien’ saya alias anjing-anjing peliharaan mereka,” terangnya kemudian.

Sama-sama kerja menghasilkan uang, namun tingkat kepuasannya berbeda. “Sebagai dokter, saya layak dan sepantasnya menerima jasa layanan pemeriksaan hewan. Sebagai tukang loak, saya tak sekedar bisa meraup untung –tak jarang hanya menerima satu-dua ribu—tapi juga mendapat banyak teman baru,” papar drh Agus.

Karena bekerja di dua ranah kehidupan itulah, pria eksentrik ini lantas dikenal luas dengan nama panggilan pop: Agus Anjing.

***
Baru empat tahun menekuni “profesi” sebagai tukang loak, drh Agus Anjing mengaku mendapatkan apa yang selama ini dia tak bisa raih: keseimbangan hidup. Sebagai dokter hewan yang mengelola sebuah klinik hewan, bisa hidup dalam keadaan cukup bukanlah merupakan “jalan panjang” baginya.

Itulah sebabnya, tak hanya anjing berbagai ras ikut menjadi penghuni rumahnya di bilangan Cengkareng. Di situ, tak kurang 25 jenis motor klasik ikut menghiasi ruangan rumahnya. Selepas meninggalkan baju praktik, bisa bercengkerama dengan “kuda-kuda besi” itu tak ayal bisa mendatangkan kenikmatan batin tersendiri.

Belakangan ketika “museum” kuda besinya itu membutuhkan onderdil, maka drh Agus Anjing pun terpacu semangatnya untuk melakukan perburuan alias hunting mencari pasokan spare-parts ke seantero Nusantara. “Pokoknya, puas kalau bisa mendapatkan item yang kita butuhkan, sekedar buat kuda-kuda besi itu bisa berlari lagi,” katanya mengisahkan perjalanannya hunting onderdil.

Di situlah, drh Agus lalu menemukan peluang baru untuk memuaskan dahaganya: belanja dan belanja. “Itu tak mesti berarti negatif: gaya konsumptif loh,” katanya mengingatkan.

Belanja barang dia identikkan sebagai proses pencarian diri. Yakni, mencari keseimbangan hidup sebagaimana terukir sebagai mutiara Filsafat Timur: prinsip Yin dan Yang dalam keseharian hidup. Jadinya, kulakan mencari barang-barang loak tak perlu jadi beban bagi drh Agus. Sebaliknya, “Pekerjaan ini penuh fun,” terangnya.

Dari yang kegiatan full of fun itulah, drh Agus lantas menikmati pekerjaannya sebagai tukang loak barang-barang motor klasik. Dan kalau dari kejauhan ada kenalan lama berteriak lantang, “Agus Anjing!” memanggil namanya, yang tersungging di bibir drh Agus bukanlah gurat kemarahan, melainkan senyum lebar.

Itulah momen menggembirakan, ketika profesi dokter boleh “ditanggalkan” untuk memberi kesempatan bagi drh Agus Anjing mengibarkan namanya sebagai tukang loak onderdil motor klasik. (Mathias Hariyadi)

Written and posted by Mathias Hariyadi
Published for Mytitch
Live reporting from Tumplek Bleg, Senayan 10-11 May 2008
Photo credits: Mathias Hariyadi

1 comment:

Unknown said...

Thanx, bos!!

-Agus Anjing-