Film-film Perancis tak mendapat peringkat (rating) ketika diputar di stasiun televisi swasta Indonesia, antara lain karena pemirsa belum terbiasa dengan film asing produksi non-AS/ Hollywood. Film asing non-AS baru dapat dinikmati bila semua monopoli perfilman yang selama ini mengungkung Indonesia dihapuskan.
Hal itu terjadi, karena film beridentitas atau memiliki ciri suatu kebudayaan tak disiapkan seperti film AS yang dikemas agar bisa diterima semua kalangan. Namun hal ini tak berarti film berciri budaya tak bisa diterima di lingkungan luar budayanya. Film-film semacam itu justru bisa memberi pilihan di luar film AS, dan memperkaya pengetahuan budaya penontonnya.
Laurent Allary, penanggung jawab Unifrance Film untuk Asia, dalam pertemuan kalangan perfilman Indonesia-Perancis, di Jakarta, Kamis (3/12) mencontohkan, di negaranya sendiri, dari 150 judulproduksi film dalam setahun, 60 di antaranya gagal. Namun itu disebutnya sebagai bagian dari perjuangan untuk membentuk masyarakat penonton yang matang.
Upaya membuat film Perancis diterima dunia, antara lain dengan melibatkan perusahaan swasta. Untuk Korsel misalnya, sebuah perusahaan membeli 60 judul film Perancis untuk sebuah stasiun TV swasta Korea. Imbalannya, iklan perusahaan tersebut muncul setiap kali TV Korea tersebut menayangkan film Perancis.
Sementara menanggapi pertanyaan tentang hasil edar film yang tak bisa menutupi ongkos produksi, Nicolas Brigaud, penanggung jawab Film Distribution berpendapat, hal ini terjadi di banyak negara, bukan hanya Indonesia. Untuk mengatasi hal itu, di Perancis ada organisasi yang beranggotakan para produser. "Organisasi ini independen, dan merekalah yang membantu menutupi ongkos produksi film yang tak laris di peredaran. Sumber dananya antara lain dari film yang laris di peredaran," katanya.
Mencari peluang
Meski Indonesia tengah menghadapi krisis moneter, namun dari pertemuan kalangan film kedua negara tersebut, Atase Audiovisuel Kedubes Perancis di Jakarta, Michel Houdayer berharap tetap bisa menghasilkan peluang kerja sama yang lebih baik. "Kami ingin membuka peluang industri perfilman Perancis bisa hadir lebih intensif di Indonesia, dan demikian pula sebaliknya. Semoga hal ini sudah bisa terealisir tahun depan," katanya.
Pada jumpa pers hari Rabu (2/12), artis Christine Hakim menyatakan, tak benar bila masyarakat Indonesia tidak menyukai film Perancis. "Persoalannya adalah sejauh mana para pejabat pemerintah yang berkompeten di bidang ini punya kemauan untuk membuka peluang
itu. Hapuskanlah kebijakan monopoli impor dan distribusi film," tandasnya.Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain sutradara Garin Nugroho, Slamet Rahardjo dan Mira Lesmana. (ryi/cp)
No comments:
Post a Comment