Itulah julukan yang melekat pada Mira Nair, sutradara wanita keturunan India karena film-filmnya yang kontroversial. Salaam Bombay dan Missisipi Masala, dua contoh filmnya, memang telah melambungkan nama Nair sebagai sutradara cerdas yang suka menyelipkan kritik sosial dalam film-filmnya.
Namun harus diakui, baru film Kama Sutra: A Tale of Love itulah yang mampu mengukuhkan karier Nair sebagai seorang sutradara wanita India dengan sentuhan khas dalam setiap filmnya:
kritik sosial atas situasi masyarakat kontemporer.
Dalam konteks filsafat Hindu dan menurut arti kata aslinya, Kama berarti Dewa Cinta. Sementara, Sutra lebih mengacu pada semua narasi, tata-cara atau prosedur. Sesuai konteksnya yakni hinduisme di India, maka buku Kama Sutra tulisan Vatsyayana abad VIII tak lain adalah satu buku berisi kumpulan banyak "tata cara" bercinta.
Inilah yang khas melekat pada Kama Sutra: bukan buku porno melainkan justru buku petunjuk bercinta yang sarat dengan nilai-nilai filosofis, psikologik, dan ajaran-ajaran keutamaan hinduisme. Lebih dari itu, Kama Sutra juga memuat banyak petunjuk praktis bagaimana sebaiknya dua manusia beda jenis bisa melakukan percintaan (coitus) hingga keduanya mampu mencapai klimaks "kepuasan" secara final dan berlangsung "bersama-sama".
Dua manusia beda jenis saling mencintai. Berkat dorongan libido dan keinginan kuat mau saling berbagi perasaan kasih sayang itulah yang akhirnya mendorong dua mahkluk beda jenis kelamin itu hingga bisa "terlibat" dalam hubungan cinta seksual (coitus). Satu kegiatan sangat manusiawi manakala dua manusia beda jenis kelamin ingin membina hubungan antarpribadi sangat intens dengan tujuan reproduksi atau sekadar "rekreasi".
Menurut dr Nugroho Setiawan, spesialis andrologi (masalah kesuburan pria -Red.) dan seksologi Klinik Konsultasi Seks Grasia Jakarta, hubungan coitus yang "wajar" biasanya berlangsung secara bertahap. "Empat tahap itu adalah mulai dari aksi pemanasan berupa perangsangan (excitement), plateau (datar), orgasme, hingga akhirnya kedua pihak mencapai tahap resolusi (kelelahan) yang antara lain ditandai dengan ejakulasi pada pasangan pria," katanya.
Nugroho berpendapat, secara prinsipial coitus bisa dilakukan kapan pun, asal kedua mahkluk beda jenis itu saling menghendaki berbuat begitu. "Namun, tak jarang pasangan itu bisa jenuh dan lebih parah lagi mengalami ketidakmampuan melakukan coitus karena alasan berbagai macam. Taruhlah itu adanya gangguan fungsi seksual atau tekanan-tekanan ekstern dan intern hingga membuat pasangan itu menjadi tak bergairah lagi melakukan hubungan seks," katanya.
"Justru pada konteks itu, apa yang namanya seni bercinta perlu diperkenalkan. Dan Kama Sutra, warisan seni bercinta dari India, bisa memberi solusi mengatasi kesulitan. Taruhlah itu bagaimana caranya melakukan perangsangan, posisi bercinta, pemakaian wewangian untuk merangsang lawan main, atau teknik-teknik penciuman dan perabaan. Semua itu bertujuan agar kedua pihak bisa mencapai klimaks kepuasan bersama," tandasnya.
***
LAIN di buku, lain pula dalam film. Meski tak menyuguhkan aneka seni bercinta, namun film kontroversial Kama Sutra: A Tale of Love (1996) garapan Mira Nair telah menyulut pujian namun juga kecaman. Kama Sutra dalam visi Nair adalah kisah tentang seksualitas kaum perempuan lengkap dengan konteks sosialnya.Tak heran, kalau film produksi NDF Internasional itu Nair lantas bertutur tentang persaingan antardua gadis dari dua strata sosial berbeda: Tara (Sarita Choudori), anak seorang raja, yang bersaing dengan Maya (Indira Varma), seorang anak pembantu rumah tangga, memperebutkan raja muda Raj Singh (Naveen Andrews).
Film yang menyabet penghargaan dalam Festival Film di Toronto, Kanada itulah yang Senin (1/12) telah membuat geger masyarakat Sri Lanka. Lagi-lagi karena urusan seks yang digambarkan secara blak-blakan namun indah hingga manajer bioskop Savoy David Joseph
di Colombo, Sri Lanka, terpaksa membuat aturan "aneh": film khusus untuk wanita! "Bila film itu ditonton hanya oleh kaum perempuan, kesannya jadi tak porno," kata de Silva, seorang warga Colombo mengomentari film Kama Sutra: A Tale of Love. "Saya tak mau nonton film itu, kalau dalam bioskop ada penonton prianya," tandasnya.
Aturan larangan para lelaki dilarang nonton film bersama-sama dengan kaum perempuan itu dikeluarkan, kata manajer , karena para penonton perempuan takut akan dile-cehkan sesama penonton pria saat film diputar. "Banyak perempuan Sri Lanka yang belum sempat menontonmengaku ingin melihat. Namun, asalkan gedung bioskop itu bebas dari para penonton laki-laki" katanya seperti dikutip Associated Press kemarin. Ketatnya memberlakukan larangan itu membuat gedung bioskop raksasa dengan kapasitas 948 kursi itu penuh sesak.
Written and posted for Kompas, 2 Desember 1997
Halaman 6, Penulis: RYI
Ukuran: 5091
No comments:
Post a Comment