Friday, 4 May 2012

“The Raid”, Mencokok Bandar Narkoba dengan Silat

LANTARAN bisa bertahan lebih dari tiga pekan di bioskop, akhirnya saya tertarik mau nonton film buatan negeri sendiri. Selama ini, saya tak pernah nonton film anak negeri lantaran sudah telanjur punya persepsi negative: alur ceritanya sering menafikkan logika dan dialognya asal-asalan. Aslinya, film anak negeri ini bertitel Serbuan Maut. Namun kemudian diakomodasi untuk pasar internasional dengan label baru The Raid. Di pasar Amerika berubah menjadi The Raid: Redemption.


Tidak biasa
Ternyata, persepsi saya pribadi juga tak jauh menyimpang. Di luar action-nya yang menawan namun cenderung terlalu keras dan tak jarang juga sadis, The Raid kurang memuaskan penonton karena alur ceritanya yang tidak “biasa”. Sebuah operasi besar yang melibatkan pasukan elit anti narkoba kepolisian kali ini  hanya dikendalikan oleh seorang sersan bernama Jaka  (Joe Taslim). Itu pun dia menang wibawa terhadap seniornya Letnan Wahyu (Pierre Gruno).

Terasa ganjil memang. Belum lagi, pilihan yang tak masuk akal ketika dua kakak-adik berada pada posisi saling “bermusuhan” namun dalam sekejap “rekonsiliasi” terjadi di markas gembong narkoba. Adalah Rama (Iko Uwais) –anggota polisi elit—yang dalam kondisi sekarat berhasil bertemu dan diselamatkan oleh kakak kandungnya Andi (Donny Alamsyah) yang justru menjadi tangan kanan gembong narkoba Tama Riyadi (Ray Sahetapy).

Bahkan ketika operasi berhasil dan kedok kejahatan Letnan Wahyu terkuak, rasanya ganjil pula menyaksikan Rama bergerak ke Timur (menuju markas kepolisian), sementara kakaknya Andi menoleh ke Barat (kembali ke markas gembong narkoba) lantaran tidak ada jaminan keselamatan.

Action-nya top abis
Soal citarasa dan persepsi penonton memang tak bisa diperdebatkan. Yang pasti, mereka yang suka film keras, The Raid memang menjadi suguhan menarik. Utamanya, seni bela diri silat yang dimainkan Rama dan Andi ketika harus melawan Mad Dog (Yayan Ruhian) dalam  duel hidup-mati antara “si baik” dan “si jahat”.

Belum lagi, aksi jungkir balik Rama ketika sendirian melibas kelompok bandit narkoba ini dengan jurus silat. Tangan kosong, tapi berhasil melumpuhkan sekawanan preman bersenjata parang dan golok, sementara rekan sejawatnya dari kepolisian sudah bergelimangan darah dicincang sadis kawanan preman narkoba  ini.

Sekali lagi, sangat ganjil untuk sebuah operasi dengan tingkat risiko tinggi, polisi malah bermain silat tangan kosong melawan geng preman narkoba bersenjatakan parang dan senapan mesin. Tidak ada amunisi lagi? Memang, tapi juga bisa mengambil senjata dan amunisi yang ditinggalkan para penjahat itu daripada harus membiarkan koleganya merenggang nyawa.

Menjual pencak silat
Rupanya, justru permainan silat inilah yang membuat publik asing terpesona. Tak terkecuali  sutradara Gareth Evans yang sejak awal ingin mempopulerkan The Raid ke pentas nasional dengan menu jualan andalannya yakni pencak silat.

Jadi, memang bisa dimengerti mengapa duel hidup-mati antara polisi dan preman gembong narkoba ini lebih mengandalkan jurus-jurus silat daripada senapan serbu otomatik. Kalau pun parang dan golok terpaksa digunakan, maka jurus silat Rama yang akan melibasnya.

Di pentas internasional, The Raid berhasil memboyong banyak penghargaan. Awalnya terjadi di Toronto International Film Festival, ketika para kritikus film menyematkan penghargaan The Raid sebagai film thriller action Indonesia yang layak dipuji setelah bertahun-tahun vakum. Di pentas Toronto ini, The Raid menyabet penghargaan The Cadillac People’s Choice Midnight Madness Award (2011).

Berikutnya, The Raid juga mendapat tempat naik layar pada Festival Film International Dublin Jameson di Irlandia, Festival Film Glasgow di Skotlandia, Festival Film Sundance di Utah (Amerika), di South by Southwest Film di Austin, Texas, dan Festival Film Busan di Korsel.

Mereka yang suka nonton adu jotos dan film keras, The Raid adalah suguhan enak. Namun mereka yang tidak tahan menyaksikan orang dibantai dengan parang dan memilih tutup mata, maka saya adalah contohnya.  

Photo credit: Ist

Wednesday, 2 May 2012

“Age of Heroes”, Jangan Pulang Selamat tanpa Hasil

JANGAN ragu menembak anak buahmu sendiri. Satu kalimat perintah dibisikkan kepada Mayor Jones (Sean Bean) oleh Colonel Archer (Sebastian Street), sesaat sebelum misi  operasi rahasia bersandi Grendel Ops digelar pasukan komando Inggris.

Saking rahasianya operasi penyerbuan di Denmark dengan misi utama mencuri perangkat lunak sistem deteksi dini radar Pasukan Nazi Jerman, Grendel Ops harus dilaksanakan dengan satu catatan penting: tidak boleh gagal.

Kalau pun harus gagal –semisal anggota pasukan komando Inggris berhasil ditangkap tentara Nazi Jerman—perintah segera menembak kawan sendiri harus dilaksanakan. Ini demi jangan sampai misi operasi militer dengan tujuan super penting ini   bocor.

Befehl ist befehl. Perintah adalah perintah. itu menjadi jimat Hitler dalam mengelola kekuasaan tak terbatasnya terhadap Pasukan Nazi. Meski tak sepenuhnya relevan, namun –lazimnya berlaku di dunia militer—apa pun perintah komandan harus tetap dilaksanakan. Mayor Jones  tak punya pilihan lain, kecuali harus menembak mati anak buahnya sendiri yang tertangkap tentara Nazi. Daripada terus disiksa dan buka rahasia tenang Grendel Ops, Jones hanya bisa berucap: “Tuhan, ampunilah aku!” dan sedetik kemudian pelatuk ditarik dan dor…dor, peluru tajam menembus kepala anak buahnya sendiri dan dalam sekejap mati.

Perang Dunia I
Grendel Ops dikemas Sutradara Adrian Victoria dalam setting suasana Perang Dunia I yang melibatkan Jerman melawan negara-negara Sekutu.  Ditulis berdasarkan scenario nyata atas pengalaman Ian Flemming (1908-1964) –pencipta tokoh agen rahasia 007 James Bond—Age of Heroes berkisah tentang bagaimana awalnya sebuah unit pasukan komando Inggris dibentuk.

Sesuai labelnya sebagai pasukan khusus, unit kecil pasukan komando ini dibentuk dengan cara merekrut tentara-tentara muda dengan semangat baja, daya banting prima, dan keahilan di atas rata-rata pasukan infantri. Kopral Rains (Danny Dyer) ikut direkrut dan harus menjalani pendidikan komando super ketat dan keras di bawah gemblengan Mayor Jones.

Tiba waktunya Grendel Ops harus diluncurkan. Bersama Mayor Jones, Kopral Rains dan para anggota unit komando pasukan khusus Inggris ini harus mengemban misi tempur dengan memasuki garis pertahanan musuh di Denmark. Tujuannya satu: menghancurkan baterei sistem radar Jerman dan mencuri piranti lunak sistem peringatan dini radar Jerman.

Ikut berangkat bersama rombongan pasukan komando ini adalah Roger Rollright, tamtama  Royal Air Force yang ahli sistem radar. Kepada Kopral Rains, perintah diberikan tegas: lindungi Rollright dan bawa hidup-hidup ke Inggris. Grendel Ops ini menjadi misi penting, karena di tangan pasukan komando Inggris inilah Perang Dunia I harus berakhir dengan kemenangan di tangan Sekutu.
Kalau sistem peringatan dini radar Jerman berhasil dicuri dan dipelajari, dengan mudah pula Sekutu akan mengangkangi Jerman dengan serangan udara dan kapal tanpa harus jejaknya terlebih dahulu diketahui musuh.

Viking dan salju
Untuk mencapai benteng pertahanan musuh di Denmark, tak bisa tidak pasukan komando Inggris ini harus terbang dan melakukan terjun payung di garis belakang pertahanan Pasukan Nazi. Namun saking canggihnya sistem pertahanan dan perangkat jejak dini radar Nazi, misi ini nyaris gagal setelah pesawat angkut personel RAF ditembaki pesawat tempur Jerman.

 

Nah, tidak ada piihan lain kecuali terjun payung dan mendarat di garis pertahanan musuh. Korban pertama tewas di atas pesawat, korban lainnya adalah anggota pasukan komando Inggris berhasil ditawan Pasukan SS Nazi Jerman. Namun, tak ada kata menyerah selain terus melanjutkan misi tempur ini.

Viking adalah nama sandi yang harus diucapkan penghubung pasukan komando ini di Denmark. Ternyata, Viking ini diucapkan oleh Jensen (Izabella Miko) –agen rahasia Denmark pro Sekutu—yang belakangan menjadi “juru kunci” penunjuk lokasi benteng pertahanan Jerman.

Ketika misi sudah berhasil dilaksanakan, ganjalan penting muncul di depan. Mau lanjut melarikan diri dan selamat atau menyelamatkan rekan yang masih disandera tentara Jerman,. Mayor Jones sebagai pemimpin misi ini memilih opsi kedua. Tak bisa ditolak, tembak-menembak pun pecah di hutan salju dan berakhir dengan pilihan sulit yang tak bisa dia abaikan: tembak mati teman sendiri agar misi Grendel Ops tidak bocor ke tangan musuh.

Pilihan sulit juga dialami Kopral Reins yang bersiap bunuh diri dengan pasukan komando, sesaat sebelum diringkus Pasukan Nazi. Namun, ia urung menyayat lehernya sendiri karena Jensen, Rollright dan Steinar (Aksel Hennie) keburu menarik pelatuk senapan serbunya memberondong tanpa ampun anggota Nazi.

Reins yang harusnya menolong Rollright ternyata mengalami nasib sebaliknya: nyawanya berhasil diselamatkan dari amukan senapan mesin Jerman. Namun, Steinar tak beruntung bisa sampai ke Swedia. Ia harus tewas diberondong pasukan Nazi yang mengejar pelarian mereka. Apalagi setelah markas besar komando pasukan Inggris di London memutuskan, lokasi penjemputan  oleh jajaran tentara Inggris sesuai rencana semula terpaksa  dibatalkan karena risikonya terlalu besar bila harus dilakukan penjemputan pasukan dengan kapal selam.

Mgr. Ignatius Suharyo: PaLingSah Hadir untuk Dukung Tugas Penggembalaan Pastoral dan Imamat (3)

TEMAN-teman yang baik,

Ketika mendengar pertama kali kata “PaLingSah”, saya tidak membutuhkan waktu lama untuk menangkap maksudnya yang adalah Paguyuban Lingkaran Sahabat.

Saya bersyukur karena banyak teman-teman yang mempunyai kerinduan untuk mengembangkan persahabatan yang sejati dan bersama-sama berusaha mewujudkannya dalam bentuk paguyuban itu.
Kata sahabat menjadi kata yang penuh makna ketika kita kaitkan dengan kata-kata Yesus yang menyatakan, “Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yoh 15:15).

Sebelumnya, Yesus berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu” (ay 13-14).

Para murid disebut sahabat karena mereka melakukan kehendak Yesus, artinya mereka beriman. Sementara itu, kita yakini pula bahwa persahabatan yang sejati tidak akan berhenti pada perasaan nyaman, tetapi akan berbuah dalam berbagai bentuk pelayanan kasih. Keyakinan itulah yang dirumuskan pada alinea pertama Arah Dasar Pastoral Keuskupan Agung Jakarta Tahun 2011-2015.



Dengan demikian kita semua berharap, dengan membentuk dan mengembangkan Paguyuban Lingkaran Sahabat (PaLingSah), kita ingin semakin memperdalam iman akan Yesus Kristus, membangun persahabatan sejati dan terlibat dalam pelayanan kasih yang semakin kreatif.

Semoga cita-cita itu menjadi cita-cita kita bersama dan harapan itu pelan-pelan menjadi kenyataan. Kita percaya bahwa Ia yang telah memulai karya yang baik dalam diri kita akan menyempurnakannya juga pada waktunya.

1 Maret 2012
ttd.                                                                                                                                                                                                                                                           I. Suharyo
Uskup Agung Jakarta



Artikel terkait:

Mengenal PaLingSah: Logo Paguyuban Lingkaran Sahabat Mgr. Ignatius Suharyo Pr (2)

Makna logo:
Bergandengan tangan dalam semangat roh yang sama menjadi tanda kehadiran Tuhan dalam keragaman; siap diutus untuk menjadi berkat satu dengan yang lain dan sesama.

Unsur logo:    
  1. Tiga burung merpati  membentuk lingkaran dimaknai sebagai tiga roh penggerak Paguyuban: Semangat belarasa, Roti yang   dipecah, Neng Ning Nung;    
  2. Tiga tangan manusia yang membentuk lingkaran dimaknai sebagai semangat persaudaraan yang tulus, peduli, saling membantu dan berbagi;
  3. Kedua lingkaran dalam wujud burung merpati dan tangan manusia dimaknai sebagai Roti yang dipecah yaitu Tubuh Kristus. Ekaristi sebagai sumber iman dan perutusan;
  4. Ketiga warna merpati yang berbeda dimaknai sebagai tiga roh yang menandai pribadi khas Mgr. Ignatius Suharyo Pr: serving, charming, and  humble;            
  5. Ketiga Bintang menandakan semua rangkaian simbul yang terdiri dari tiga unsur berasal dari yang Ilahi.   (Bersambung)                                                                                                                        Artikel terkait: 
    Di PaLingSah, Berbagi Duka-Cerita Menyatu dalam Semangat Persaudaraan
    PaLingSah: Katanya, Baru Yang Ini Pasti “Paling Sah” …. (4)
    Mgr. Ignatius Suharyo: PaLingSah Hadir untuk Dukung Tugas Penggembalaan Pastoral dan Imamat (3)
    Mengenal PaLingSah: Logo Paguyuban Lingkaran Sahabat Mgr. Ignatius Suharyo Pr (2)

PaLingSah, Paguyuban Lingkaran Sahabat Mgr. Ignatius Suharyo Pr (1)

PARA  sahabat yang sudah menjadi anggota Paguyuban Lingkaran Sahabat (PaLingSah) maupun yang belum atau tidak. Salam sejahtera untuk kita semua.

Pada awal masa Prapaskah 2012 ini kiranya saat yang tepat untuk melakukan kegiatan konkrit yang membawa pada perubahan perilaku. Salah satu yang menarik adalah fenomena “mencuci tangan” oleh Pontius Pilatus diubah oleh Yesus menjadi fenomena “mencuci kaki” dilanjutkan dengan “memecah bagi” Roti.

Pertobatan adalah meninggalkan sikap “ tidak mau bertanggung jawab” menjadi sikap “mau melayani peduli dan berbagi”. Prosesnya mulai dari diri sendiri, hal-hal yang kecil dan sekarang.

Lingkaran Sahabat sebagai Paguyuban akan memulai kiprah sejarahnya untuk ambil bagian dalam proses perubahan itu mulai hari ini, Kamis Wage 1 Maret 2012, setelah mendapat restu dari Mgr. Ignatius Suharyo dalam acara tatap muka pada hari Sabtu Wage, 25 Februari 2012.

Semangat peduli dan berbagi
Paguyuban ini dibentuk untuk menjadi mitra dan sahabat yang menemani beliau dalam karyanya dan sekaligus sebagai penanda kehadiran beliau di KAJ. Sebagaimana saran beliau, PaLingSah akan memulai atau melanjutkan dengan kegiatan penguatan suasana rukun, guyub, dan gayeng di antara para sahabat agar bisa menjadi lebih berarti satu dengan yang lain dalam semangat peduli dan berbagi.

Dengan cara itu  akan menjadi ungkapan dan tanda yang diharap dan cita–citakan seperti dituangkan dalam visi-misinya Paguyuban. Melukis wajah Yesus dalam pelayanan menurut istilah Mgr. Ignatius Suharyo. Segala sesuatu mulai dari persahabatan, iman yang dihayati secara benar dengan sendirinya  akan membentuk persekutuan dan persekutuan para sahabat sejati yang terwujud dengan sendirinya karya dan pelayanan akan muncul, itulah keyakinan Mgr. Ignatius Suharyo.

Dirintis sejak tahun 2009
Para sahabat sekalian,

Rintisan membentuk Paguyuban Lingkaran Sahabat Mgr. Ignatius Suharyo sudah dimulai sejak 2009,  sejak beliau mendapatkan penugasan baru diutus mengembang jabatan Uskup Agung Koajutor Keuskupan Agung Jakarta. Suasana yang telah mulai terbentuk yakni rukun, guyub, dan gayeng itulah yang akan dilanjutkan kedalam kegiatan yang lebih terorganisir sehingga ada asas manfaat yang berkesinambungan.

Dengan kata lain kehadiran kita satu sama yang lain menjadi berkat sebelum mampu ikut dalam kegiatan-kegiatan yang lebih keluar baik kemasyarakatan maupun pastoral Gereja. Oleh karenanya, kegiatan tahun ini lebih fokus ke dalam melalui temu muka dan perayaan ekaristi bersama Mgr. Ignatius Suharyo sambil menyusun kegiatan atau program yang cocok.

Semoga awal kiprah Paguyuban PaLingSah ini semakin menyatukan kita sebagai sahabat seperti tersirat dalam logo Paguyuban dan penjabarannya sesuai  semangat pelayanan Mgr. Ignatius Suharyo yang mengambil motto Serviens Domino Cum Omni Humilitate (Dengan rendah hati aku melayani Tuhan dan semua orang) sebagaimana termaktub dalam Kisah Para Rasul 20:19.
  
Suryo Pujowiyata, Ketua PanglingSah
Sekretariat PalingSah       
Jl. Jl Cikajang 31                                                                                                          
Kebayoran Baru
Jakarta Selatan                                                                                                                                                                                      
Email Sekretariat: palingsah_sekretariat@yahoo.com                                
Grup milis anggota: palingsah@yahoogroups.com
        (Bersambung)

Disampaikan oleh Ketua PaLingSah Henricus Suryapujawiyata
Disarikan oleh Mathias Hariyadi

PaLingSah: Katanya, Baru Yang Ini Pasti “Paling Sah” …. (4)

UNTUK  urusan mencari akronim bagi sebuah paguyuban baru, ternyata para eksim –sebutan populer untuk para mantan seminaris— sungguh paling jago menemukan kata paling pas dan tepat.  Untuk menamai perkumpulan atau komunitas para sahabat yang menjadi lingkaran terdekat Mgr. Ignatius Suharyo Pr, para eksim ini sedikit peras pikiran hingga akhirnya….le voila!
 
PaLingSah adalah nama akronim untuk menamai paguyuban lingkaran sahabat Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta saat ini. PaLingSah tak lain adalah akronim untuk Paguyuban Lingkaran Sahabat, sebuah komunitas baru terdiri dari banyak kalangan –mayoritas para eksim—untuk menjadi teman dekat Mgr. Ignatius Suharyo dengan misi utama: mendukung tugas dan fungsi beliau sebagai pemimpin Gereja lokal dalam menjalankan kepemimpinan gerejani sebagai gembala rohani membina iman kaum beriman di Keuskupan Agung Jakarta.



Tapi mengapa harus bernama PaLingSah? Kok terdengar “aneh” begitu?

Menjawab pertanyaan iseng itu, dengan gampang Widiharta menjawab ringan saja. Kalau yang lain harus membayar dengan cara nyicil –kata dia menyitir tagline sebuah tabloid ekonomi-bisnis-finansial— “Nah, ini kami  punya yang harus bayar kontan,” kata alumnus Seminari Mertoyudan ini berkelakar di antara para anggota PaLingSah, medio Maret lalu.

Maka, jadilah nama PaLingSah guna menyebut identitas sebuah komunitas baru di lingkaran para sahabat Mgr. Ignatius Suharyo sebagai “perkumpulan para sahabat” yang tiada yang lain, selain  memang “Paling Sah”.

“Jadi, yang lain-lain bisa jadi  tidak sah,” katanya sembari terkekeh-kekeh.



Semoga saja di kemudian hari PaLingSah benar-benar bisa menjadi sebuah komunitas tempat berkumpulnya para sahabat Mgr. Ignatius Suharyo.

PaLingSah hadir untuk membantu beliau mengemban tugas mulia sebagai gembala dan pemimpin umat katolik di Keuskupan Agung Jakarta.

“Tentu saja, juga menjadi pendukung bagi tugas imamat beliau,” kata Widiharta.

Di PaLingSah, Berbagi Duka-Cerita Menyatu dalam Semangat Persaudaraan

GUYUB menjadi atmosfir paling menonjol ketika segenap alumni Seminari Mertoyudan lintas generasi bersama anggota keluarganya menghadiri Misa Paska bersama Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo, Sabtu (28/4), di  rumah St. Sularto di kawasan Condet, Jakarta Timur.  Pertemuan dan misa bersama ini merupakan acara rutin di kalangan anggota Paguyuban Lingkaran Sahabat alias PaLingSah. 

Ekaristi menjadi acara penting sebagai ungkapan iman sekaligus merangkum acara glenak-glenik (mengobrol sana-sini)  sebagai ungkapan kegembiraan bersama demi upaya mempertautkan iman dan persahabatan antar alumni.

Tujuannya antara lain ingin mendukung Mgr. Ignatius Suharyo mengemban tugas mulia beliau sebagai Uskup Agung Jakarta.

PaLingSah membuktikan cita rasa kesetiakawanan antar alumni itu dengan semangat belarasa. Ini terungkap kuat, ketika semua hadirin sembari bergandengan tangan menyanyikan You Raise Me Up mendoakan almarhum Harindaka Maruti –putra bungsu Prof. Koerniatmanto Soetoprawiro–  yang pekan lalu tewas ditembak perampok di Bandung. Sebelumnya, sejumlah anggota PaLingSah juga menyempatkan diri melayat ke rumah duka.

Tak terkecuali,  Mgr. Ignatius Suharyo pun ikut  bergandengan tangan dengan Romo Bambang Pr dan Romo Samuel Pr.


Kepada segenap alumni Seminari Mertoyudan, Prof. Koerniatmanto mengaku tersentuh sekaligus merasa diperkuat oleh jalinan persahabatan alumni Mertoyudan lintas generasi. Lantaran kapasitas HP-nya sangat terbatas menampung semua ungkapan duka berbela sungkawa, Prof. Koerniatmanto mengaku tak bisa membalas semua SMS tanda kasih itu. Pun pula, beribu ucapan sama yang mengalir ke akun pribadinya melalui email tak bisa dia respon satu per satu.

“Kali ini, saya tak bisa menyembunyikan diri untuk terpaksa ‘cengeng’ di hadapan teman-teman sekalian. Namun, saya harus mengaku bangga atas keberanian anak saya,” ungkapnya tersendat-sendat saat berbagi duka-cerita di PaLingSah.

Saat ekaristi, Mgr. Ignatius Suharyo merespon ungkapan hati Prof. Koerniatmanto itu sebagai syering iman yang sangat berharga sebagai anak-anak Allah.  (Bersambung)

Artikel terkait:
PaLingSah: Katanya, Baru Yang Ini Pasti “Paling Sah” …. (4)
Mgr. Ignatius Suharyo: PaLingSah Hadir untuk Dukung Tugas Penggembalaan Pastoral dan Imamat (3)
Mengenal PaLingSah: Logo Paguyuban Lingkaran Sahabat Mgr. Ignatius Suharyo Pr (2)

Demi Kesehatannya Sendiri, Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih Memilih Mundur

APALAH artinya kekuasaan dan kekayaan kalau badan manusia digerogoti penyakit dan dibuat menjadi rapuh karenanya? Sakit adalah urusan penting dalam keseharian hidup kita sebagai manusia. Kesehatan adalah harta tak ternilai harganya dan menjadi sangat berarti.

Kesadaran akan hal ini dengan sendirinya akan  membuncah ria. Itu terjadi  manakala tubuh manusia –karena didera penyakit akut—menjadi sedemikian  tak berdaya untuk menopang jalannya kehidupannya sendiri . Akibatnya, dalam keseharian  kita terpaksa harus  memasrahkan hidup kita kepada sebuah sistem peralatan dan obat-obatan untuk “memperpanjang hidup” dan juga tak kalah pentingnya: belas kasih orang lain.

Dokter, perawat dan sistem penunjang kesehatan adalah rahmat berlimpah bagi kita di kala kita mengalami saat-saat genting dalam kehidupan ini.

Kearifan hidup
Kebijaksanaan dalam menyikapi kehidupan itu hari ini ditunjukkan oleh Menkes RI  Endang Rahayu Sedyaningsih. Dokter  yang dengan gagah berani memutuskan mengundurkan diri dari kursi Menteri Kesehatan RI dan memilih memfokuskan diri untuk mengobati penyakit kanker parunya yang sudah akut pada stadium 4. Keputusan itu dia sampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berkesempatan membesuknya di RSCM Jakarta, Kamis (26/4) petang ini.

Banyak orang barangkali akan berjuang mati-matian mempertahankan derajat sosial dan pangkatnya, meski pada kenyataannya ada urusan kehidupan yang jauh lebih utama dan butuh perhatian ekstra: kesehatan. Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih –meski sejak lama mengidap penyakit akut kanker paru—namun tetap sumringah menjalani kesehariannya dengan bekerja secara serius. Penampilannya yang ramah dan santun seakan membersitkan bahwa beliau tidak mengalami gangguan kesehatan serius.

Dia seorang dokter dan juga pengendali urusan kesehatan nasional. Namun toh juga menjadi tak berdaya dan rapuh oleh penyakit yang menggerogotinya dari dalam. Untuk urusan hal ini, beliau memutuskan mundur, membiarkan tugas dan fungsinya sebagai ‘orang penting’ di jagad manajemen kesehatan nasional ditangani oleh orang lain.

Di Kantor Kementerian Kesehatan RI, Endang Rahayu Sedyangsih menjadi  leader untuk urusan kesehatan nasional. Di ruang perawatan RSCM, Endang Rahayu Sedyaningsih tetap menjadi leader bagi kehidupannya sendiri  di tengah upanyanya menyembuhkan tubuh ragawinya dari penyakit kanker paru.

Bu Endang, semoga tabah menjalani hari-hari penyembuhannya.

Photo credit: ilustrasi (Ist)
Artikel terkait:
RIP: Menkes Endang Rahayu Mengalami Sakit dengan Jiwa Besar

RIP: Menkes Endang Rahayu Mengalami Sakit dengan Jiwa Besar

RABU (2/5) menjelang siang, Menteri Kesehatan RI Endang Rahayu Sedyaningsih menghembuskan nafasnya yang terakhir di RSCM Jakarta Pusat setelah beberapa lama mengidap sakit kanker paru. Awalnya, sesaat sebelum resmi menjadi Menkes, almarhum yang dikenal ramah ini sempat kena tuduhan tak mengenakkan sebagai pihak yang terlalu “condong” ke AS lantaran karirnya sebagai peneliti.

Namun, seakan tak terlalu mau ambil pusing dengan tuduhan itu, Menkes Endang tetap berkarya dan tidak menunjukkan sikap dendam kepada siapa pun. Ia juga tidak sakit hati kepada pejabat sebelumnya, meski pernah dicopot dari posisinya sebagai Kepala Puslitbang Biomedis dan Farmasi dan kemudian harus “turun pangkat” menjadi peneliti madya.

Almarhum terlihat selalu positive thinking. Tak terkecuali ketika harus mengalami sakit kanker paru yang perlahan namun pasti menggerogoti kesehatannya. Ia memandang sakit dan penyakitnya sebagai anugerah yang harus diterima dengan lapang dada. “Kalau saya diberi kanker, mengapa tidak? Itu salah satu anugerah yang datang dari Allah,” ujarnya sembari tersenyum hangat menyapa insan pers sebelum rapat dengar pendapat dengan DPR, Oktober 2010.

Jiwa besar (magnanimity) adalah cirri paling menonjol pada almarhum yang dikenal rendah hati. Padahal, ia mengumpulkan sederet prestasi dan itu tak pernah dia agul-agulkan (ditonjolkan) kepada publik.


 Orang akan mengenang almarhum Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai pekerja serius. Meski hanya menjabat 2,5 tahun, namun dia berhasil membakukan sejumlah langkah terobosan penting. Di antaranya kewajiban memberi ASI kepada bayi sesuai Peraturan Pemerintah, melarang iklan dan menampilkan tenaga medis sebagai model iklan susu formula, keharusan menyediakan ruang menyusui di kantor-kantor, dan mengharuskan bebas biaya persalinan bagi keluarga tidak mampu dengan imbalan kesediaan mengikuti program KB.

Lahir di Jakarta 1955, almarhum menikah dengan dr Reanny Mamahit yang kini menjabat Direktur RSUD Tangerang. Pasangan ini meninggalkan tiga orang anak.

Sebelum meninggal dan karena ingin fokus pada proses penyembuhannya, almarhum minta izin Presiden Yudhoyono untuk mundur.

Diolah dari berbagai sumber
Photo credit: Ist