Wednesday, 9 May 2012

Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep Hasil Hibah Warga Setempat (5)

DARI mana munculnya sejarah hingga Taman Maria Giri Wening di Wilayah Gerejani Sengon Kerep di Paroki Wedi itu berasal? Awal mulanya adalah keluarga orangtua Bruder Y. Yuwono SCJ yang ingin membagi warisan kepada anak-anaknya.

Nah, kebetulan sekali kedua anak pasangan katolik ini sama-sama anggota Kongregasi SCJ yakni Bruder Y. Yuwono SCJ sendiri dan adiknya yang waktu itu masih berstatus sebagai frater skolastik SCJ.

Singkat cerita, Bruder Y. Yuwono juga mendapat bagian tanah warisan peninggalan orangtuanya. Namun karena menjadi seorang rohaniwan SCJ, Bruder Yuwono tak mungkin mengurusi warisan tanah peninggalan orangtuanya itu. Begitu pula Kongregasi SCJ juga tak mampu mengurusi hal-hal seperti itu.
Akhirnya, munculah gagasan akan dibuat semacam taman berdoa. Diberi nama “Taman Maria” lantaran di taman ini berdiri patung Bunda Maria.

Donatur
Gayung pun bersambut. Seorang donatur dari Solo merespon baik gagasan tersebut dan berminat mendukung  dalam pembiayaan prasarana tempat berdoa ini. Ternyata sambutan masyarakat setempat juga tak kalah ‘heboh’nya. Intinya, mereka senang  bisa mewujudkan taman berdoa, termasuk pembuatan patung Hati Kudus Yesus yang idenya baru muncul belakangan.
Respon masyarakat setempat menjadi nyata, ketika mereka komit udhu bahu (sumbang tenaga) membangun taman berdoa ini.

Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep Hasil Hibah Warga Setempat (5)Harapan bahwa taman berdoa ini akan ramai dikunjungi para peziarah makin besar, apalagi tak jarang peziarah luar kota yang mendatangi Sendang Sriningsih di Jali juga tak mau melewatkan berdoa di taman berdoa relatif baru ini.

Akhir-akhir ini, pelayanan Sakramen Ekaristi yang semula hanya sebulan sekali menjadi lebih intensif yakni sepekan sekali. Umat katolik setempat makin semangat dengan fenomena ini.
Belum lagi, masyarakat setempat yang non kristiani juga mendapatkan ‘berkat’ berlimpah karena bisa berjualan atau jasa mengantar tamu.

Photo credit: 
Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep (Hidup & www.lingkunganthomasrasul.blogspot.com)

Ditulis oleh Romo Yohanes Samiran SCJ dan muncul dalam publikasi di www.sesawi.net seperti link ini.
 

Artikel terkait:
Protes Usik Keheningan Taman Maria Giri Wening di Sengon Kerep, Paroki Wedi (1)
Protes Usik Keheningan Taman Maria Giri Wening di Sengon Kerep, Paroki Wedi (2)
Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep, Paroki Wedi: Situasi Makin Kondusif (3)
Sejarah dan Lokasi Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep Paroki Wedi (4)

Sejarah dan Lokasi Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep Paroki Wedi (4)

DIMANA persisnya Sengon Kerep itu? Bagi umat katolik di Paroki Wedi, nama Sengon Kerep memang  kurang akrab di telinga, lantaran saking jauhnya dari “pusat kota” di Kecamatan Wedi.

Sekalipun demikian, Sengon Kerep yang terletak di wilayah garis perbukitan Pegunungan Seribu di Gunung Kidul ini telah lama eksis sejak tahun 1970-an. Itu dirintis, ketika beberapa umat di situ mendapatkan reksa pastoral dan rohani dari para romo Paroki Wedi.

Pecahan Wilayah Mawen
Dirintis awal oleh almarhum Mbak Kirno dan Mbah Harjo –keduanya katekis dari Wilayah Mawen– tahun 1970-an, Sengon Kerep akhirnya menyandang predikat sebagai wilayah mandiri. Kini, di Wilayah Sengon Kerep ada setidaknya 32 KK sekitar 120-an orang umat katolik.

Kapel sederhana Sengon Kerep sudah berdiri sejak tahun 1970-an. Yang kini tengah dibangun berupa areal Taman Maria Giri Wening itu bukan termasuk kategori “gereja” atau “tempat ibadat”.

Taman doa
Kata sumber Sesawi.Net di Paroki Wedi,  yang ada hanyalah semacam taman asri dengan ornamen-ornamen ukiran pada batu yang menggambarkan Bunda Maria menggendong bayi Yesus. “Jadi, fungsi utamanya lebih sebagai perangkat pendukung suasana orang berdoa, karena kapel sudah berdiri sejak lama,” tuturnya.

Mayoritas penduduk sekitar bermatapencaharian sebagai buruh tani, tukang. Dulu, ketika masih banyak kayu bakar di hamparan perbukitan Pegungan Seribu di Gunung Kidul tak jauh dari Gunung Jambu,  penduduk lokal sekitar Sengon Kerep seperti Teluk, Sampang dan lainnya suka membawa bongkahan kayu-kayu bakar untuk  kemudian dipasarkan di sepanjang jalan utama antara Kecamatan Wedi dan Pasar Wedi.
Menuju Sengon Kerep
Jalan paling nyaman dan enak menuju Sengon Kerep adalah dari Pertigaan Bendo Gantungan, Klaten. Kalau dari arah Timur (Solo), maka Bendo Gantungan terletak kurang lebih 300 meter selepas RSUD Soeradji Tirtonegoro atau lebih populer disebut RS Tegalyoso Klaten  (posisi di kanan jalan).  Kalau dari arah Barat (Yogya, Prambanan), maka Pertigaan Bendo Gantungan terletak kurang lebih 5 km setelah Pabrik Gula Gondang Winangun (posisi di kiri jalan).

Pertigaan Bendo Gantungan itu sendiri dulunya dikenal sebagai stansplat (terminal) bus, meski jejaknya kian pudar karena kini terminal kecil bus ini lebih banyak diisi dokar dan becak. Namun, awak-awak bus antarkota dan dalam kota masih mengakrabi Bendo Gantungan sebagai terminal bus ukuran mini.

Dari Pertigaan Bendo Gantungan, ambil jurusan arah ke Kecamatan Wedi. Kalau dari arah Timur, berarti belok ke kiri; sementara dari arah Barat, ambil belokan ke arah kanan. Ikuti lurus jalan kabupaten yang merupakan akses utama dari Klaten menuju Wedi ini. Abaikan pertigaan besar yang bercabang dua: kalau ke kiri arah Depo –pusat latihan tempur Rindam Kodam Diponegoro; sementara ke kanan adalah jalan yang benar menuju arah Kecamatan Wedi.

Nanti akan melewati RS Jiwa Koloni (posisi di kiri jalan) dan sebentar kemudian akan memasuki kota kecil Kecamatan Wedi.

Selepas jembatan besar Kali Wedi, maka kita akan menuju “pusat kota” Wedi yakni Tugu, Kecamatan Wedi, Pasar Wedi dan akhirnya kompleks panjang PTP Perkebunan Tembakau –dulu bernama PPN–.  Gereja Wedi ada di ujung jalan masuk ke arah kanan selepas Pasar Wedi dan berseberangan dengan SD Kanisius II Susteran dan Kompleks Susteran Abdi Kristus Wedi.

Akses menuju Sengon Kerep menempuh jalur lurus arah Canan – Pesu – Mawen – Teluk – Jogoprayan, hingga akhirnya sampailah ke Gunung Tumpang, Kelurahan Sampang. Masih perlu sedikitnya 2.5 km lagi menaiki jalan menanjak  untuk sampai ke Sengon Kerep.

Secara administratif pemerintahan, Sengon Kerep masuk wilayah Kelurahan Sampang, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Namun secara reksa pastoral gerejani, Wilayah Sengon Kerep masuk masuk wilayah Paroki Wedi. Nah, Paroki Wedi itu sendiri termasuk wilayah administratif Kabupaten Klaten.

Photo credit: Uskup Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta Pr (Keuskupan Agung Semarang)
Artikel terkait:
Protes Usik Keheningan Taman Maria Giri Wening di Sengon Kerep, Paroki Wedi (1)
Protes Usik Keheningan Taman Maria Giri Wening di Sengon Kerep, Paroki Wedi (2)
Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep, Paroki Wedi: Situasi Makin Kondusif (3)

Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep, Paroki Wedi: Situasi Makin Kondusif (3)

SITUASI di sekitar Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep Paroki Santa Perawan Maria Bunda Kristus Wedi-Klaten kini berangsur semakin kondusif. Menurut sumber Sesawi.Net di lapangan, sejumlah aparat keamanan dibantu dengan teman-teman Banser dari NU masih tetap berjaga di lokasi. Namun secara keseluruhan, situasinya tenang dan kehidupan berjalan normal seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
“Situasinya aman dan terkendali,” ungkap warga setempat asli Gayamharjo, tak jauh dari Jali, Sendangsriningsih ini kepada Sesawi.Net, Selasa (8/5) malam.

Menurut dia, tidak benar bahwa Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep  telah disegel sebagaimana berita yang sempat beredar sebelumnya. Memang ada garis polisi dipasang di akses utama menuju lokasi. Namun itu tidak mengartikan telah terjadi penyegelan oleh aparat yang berwenang di Kabupaten Gunung Kidul.
“Proses mendapatkan izin secara tertulis masih terus berjalan,” tulis sumber Sesawi.Net yang tidak ingin disebut namanya.

Jangan lakukan kekerasan
Menyimak kejadian di Taman Maria Giri Wening di Sengon Kerep sepanjang hari Minggu (6/5) lalu, Uskup Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta dengan tegas mengatakan, seluruh umat katolik dilarang melakukan kekerasan. Selain tidak sesuai dengan semangat kristiani sejati yang cinta perdamaian dan persaudaraan, kekerasan apa pun juga tidak akan menyelesaikan masalah.

“Pokoknya, jangan membalas kekerasan dengan kekerasan,” tulis Mgr. Johannes Pujasumarta Pr dalam blog pribadi beliau.

Sejarah singkat  Sengon Kerep
Dimana persisnya Sengon Kerep itu? Bagi umat katolik di Paroki Wedi, nama Sengon Kerep memang  kurang akrab di telinga, lantaran saking jauhnya dari “pusat kota” di Kecamatan Wedi. Sekalipun demikian, Sengon Kerep yang terletak di wilayah garis perbukitan Pegunungan Seribu di Gunung Kidul ini telah lama eksis sejak tahun 1970-an, ketika beberapa umat di situ mendapatkan reksa pastoral dan rohani dari para romo Paroki Wedi.
 
Dirintis awal oleh almarhum Mbak Kirno dan Mbah Harjo –keduanya katekis dari Wilayah Mawen– tahun 1970-an, Sengon Kerep akhirnya menyandang predikat sebagai wilayah mandiri. Kini, di Wilayah Sengon Kerep ada setidaknya 32 KK sekitar 120-an orang umat katolik.

Kapel sederhana Sengon Kerep sudah berdiri sejak tahun 1970-an. Yang kini tengah dibangun berupa areal Taman Maria Giri Wening itu bukan termasuk kategori “gereja” atau “tempat ibadat”.

Kata sumber Sesawi.Net di Paroki Wedi,  yang ada hanyalah semacam taman asri dengan ornamen-ornamen ukiran pada batu yang menggambarkan Bunda Maria menggendong bayi Yesus. “Jadi, fungsi utamanya lebih sebagai perangkat pendukung suasana orang berdoa, karena kapel sudah berdiri sejak lama,” tuturnya.

Mayoritas penduduk sekitar bermatapencaharian sebagai buruh tani, tukang. Dulu, ketika masih banyak kayu bakar di hamparan perbukitan Pegungan Seribu di Gunung Kidul tak jauh dari Gunung Jambu,  penduduk lokal sekitar Sengon Kerep seperti Teluk, Sampang dan lainnya suka membawa bongkahan kayu-kayu bakar untuk  kemudian dipasarkan di sepanjang jalan utama antara Kecamatan Wedi dan Pasar Wedi.

Menuju Sengon Kerep
Jalan paling nyaman dan enak menuju Sengon Kerep adalah dari Pertigaan Bendo Gantungan, Klaten. Kalau dari arah Timur (Solo), maka Bendo Gantungan terletak kurang lebih 300 meter selepas RSUD Soeradji Tirtonegoro atau lebih populer disebut RS Tegalyoso Klaten  (posisi di kanan jalan).  Kalau dari arah Barat (Yogya, Prambanan), maka Pertigaan Bendo Gantungan terletak kurang lebih 5 km setelah Pabrik Gula Gondang Winangun (posisi di kiri jalan).

Pertigaan Bendo Gantungan itu sendiri dulunya dikenal sebagai stansplat (terminal) bus, meski jejaknya kian pudar karena kini terminal kecil bus ini lebih banyak diisi dokar dan becak. Namun, awak-awak bus antarkota dan dalam kota masih mengakrabi Bendo Gantungan sebagai terminal bus ukuran mini.
Dari Pertigaan Bendo Gantungan, ambil jurusan arah ke Kecamatan Wedi. Kalau dari arah Timur, berarti belok ke kiri; sementara dari arah Barat, ambil belokan ke arah kanan. Ikuti lurus jalan kabupaten yang merupakan akses utama dari Klaten menuju Wedi ini. Abaikan pertigaan besar yang bercabang dua: kalau ke kiri arah Depo –pusat latihan tempur Rindam Kodam Diponegoro; sementara ke kanan adalah jalan yang benar menuju arah Kecamatan Wedi.

Nanti akan melewati RS Jiwa Koloni (posisi di kiri jalan) dan sebentar kemudian akan memasuki kota kecil Kecamatan Wedi.

Selepas jembatan besar Kali Wedi, maka kita akan menuju “pusat kota” Wedi yakni Tugu, Kecamatan Wedi, Pasar Wedi dan akhirnya kompleks panjang PTP Perkebunan Tembakau –dulu bernama PPN–.  Gereja Wedi ada di ujung jalan masuk ke arah kanan selepas Pasar Wedi dan berseberangan dengan SD Kanisius II Susteran dan Kompleks Susteran Abdi Kristus Wedi.

Akses menuju Sengon Kerep menempuh jalur lurus arah Canan – Pesu – Mawen – Teluk – Jogoprayan, hingga akhirnya sampailah ke Gunung Tumpang, Kelurahan Sampang. Masih perlu sedikitnya 2.5 km lagi menaiki jalan menanjak  untuk sampai ke Sengon Kerep.

Secara administratif pemerintahan, Sengon Kerep masuk wilayah Kelurahan Sampang, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Namun secara reksa pastoral gerejani, Wilayah Sengon Kerep masuk masuk wilayah Paroki Wedi. Nah, Paroki Wedi itu sendiri termasuk wilayah administratif Kabupaten Klaten.

Photo credit: Uskup Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta Pr, Sketasa  Pembangunan Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep (Keuskupan Agung Semarang, Panitia Pembangunan Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep)
Artikel terkait:
Protes Usik Keheningan Taman Maria Giri Wening di Sengon Kerep, Paroki Wedi (1)

Protes Usik Keheningan Taman Maria Giri Wening di Sengon Kerep, Paroki Wedi (2)

AKSI protes massa terhadap proses pembangunan Gua Maria Giri Wening di Sengon Kerep, Kelurahan Sampang, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul itu bermula ketika ada rombongan massa yang baru saja melakukan tablig akbar di sebuah lokasi tak jauh dari gua. Sepulang dari acara ini, mereka melanjutkan perjalanan menuju Gua Maria untuk mempertanyakan proses perizinan pembangunan  yang menurut mereka “cacat hukum”.

Sempat terjadi aksi dorong-mendorong antara massa dengan ratusan aparat kemananan terdiri dari polisi dan tentara serta Satpol PP di mulut akses jalan menuju lokasi gua. Sejumlah perwakilan dari massa pemrotes akhirnya diizinkan bertemu dengan perwakilan Muspida Kab. Gunung Kidul untuk mengutarakan isi protesnya.


Sebelumnnya, massa yang menyebut diri sebagai Forum Masyarakat Sampang telah mendatangi DPRD Kabupaten Gunung Kidul untuk menyuarakan nota protes dan keberatan atas rencana pembangunan tempat ziarah ini. Alasan mereka, belum ada izin resmi “turun” melegalkan proses pembangunan tempat ziarah ini.

Tempat berdoa
Massa memprotes, karena izin diberikan hanya untuk peruntukan taman peziarahan dan bukan tempat beribadat berupa gereja.

Catatan perjalanan Uskup Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta Pr menunjukkan, beliau pernah berkesempatan mengunjungi lokasi Taman Maria “Wahyu Ibuku” Giri Wening hari Jumat tanggal 2 Maret 2012.

“Taman Maria tersebut menempel pada bongkahan batu yang membujur sepanjang 4 km yang biasa disebut Watu Gedhek. Lokasinya terletak di Dukuh Sengon Kerep, Kelurahan Sampang, Kecamatan Gedangsari, Gunung Kidul, DIY. Berdiri kokoh di lintasan jaringan Pegunungan Seribu antara Kabupaten Klaten dan Gunung Kidul. Taman Maria tersebut berada dalam reksa pastoral Paroki Santa Perawan Maria Bunda Kristus Wedi di Klaten Selatan,” tulis Mgr. Pujasumarta dalam blog pribadinya. (Bersambung)

Photo credit & Source:  http://giriwening.wordpress.com, http://pujasumarta.multiply.com


Artikel terkait:
Protes Usik Keheningan Taman Maria Giri Wening di Sengon Kerep, Paroki Wedi (1)
Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep, Paroki Wedi: Situasi Makin Kondusif (3)
Sejarah dan Lokasi Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep Paroki Wedi (4)

Protes Usik Keheningan Taman Maria Giri Wening di Sengon Kerep, Paroki Wedi (1)

SUDAH lebih dari 30 tahun lamanya, umat katolik Wilayah Sengon Kerep di wilayah perbatasan Kabupaten Klaten dan Kabupaten Gunung Kidul  selalu mendapatkan pelayanan pastoral dari para pastur yang berkarya di Paroki Santa Perawan Maria (SPM) Bunda Kristus di Wedi, Klaten Selatan. Sejak Paroki Wedi dipegang oleh almarhum Romo Santo Seputra Pr bersama almarhum Romo Tjokroatmadja Pr tahun 1970-an, nama Sengon Kerep selalu disebut dalam pengumuman mingguan di Gereja menjelang berakhirnya ekaristi.

Intinya satu, ada hari-hari tertentu dimana kedua Romo tersebut pergi melesat dari Pasturan Wedi ke arah Selatan,  lalu kemudian ke arah Timur dan kemudian mengikuti tanjakan menuju kawasan Perbukitan Seribu. Mereka berdua datang melakukan pelayanan rohani dan pastoral kepada umat katolik setempat.

Sengon Kerep waktu itu memang masih “dunia antah berantah” untuk saya. Membayangkan lokasinya pun saya juga belum sanggup, apalagi di tahun-tahun 1970-an sepeda motor masih amat langka. Kedua pastur Paroki Wedi waktu itu yakni Romo Santo Seputra Pr dan Tjokroatmadja Pr mau tak mau harus naik kuda besi  zaman itu. Setelah bertahun-tahun naik kuda besi made in Amerika, belakangan kedua pastur ini beralih ke kuda besi buatan Jepang: Honda 90 C dan Honda CB 100.

Pelayanan pastoral kepada umat di Wilayah Sengon Kerep terus berlanjut dan dilakukan oleh Romo A. Hantoro Pr, Romo Harjoyo Pr, Romo Murdisusanto Pr, Romo Y. Sukardi Pr, almarhum Romo Priyambono Pr, Romo Saryanto, Romo Purwatma Pr, Romo Subagya Pr, Romo Mantoro dan akhirnya sekarang Romo Bambang Triantoro Pr bersama Romo Juned Pr.

Keheningan yang terusik
Secara geografis dan administratif pemerintahan, Wilayah  Sengon Kerep masuk wilayah Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Namun secara administratif gerejani, stasi yang bertengger di  kaki Perbukitan Gunung Seribu di Dusun Sampang, Kecamatan Gedangsari ini malah termasuk wilayah pengelolaan Gereja Katolik Santa Perawan Maria Bunda Kristus Wedi. Padahal, Kecamatan Wedi masuk wilayah administratif Kabupaten Klaten.
Dusun Sengon Kerep yang selama ini tenang, tiba-tiba saja Minggu (6/5) mendadak heboh . Itu terjadi lantaran kehadiran ratusan orang dari berbagai elemen yang datang “mampir” ke Sengon Kerep dengan maksud menyampaikan protes terhadap proses pembangunan Gua Maria Wahyu IbuKu Giri Wening yang kini masih berjalan. Intinya, suara kaum pemrotes itu bermuara pada pertanyaan mengenai izin pendirian tempat ibadah alias IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dengan peruntukan rumah ibadah alias gereja.

Dirintis pembangunannya sejak 16 September tahun 2009,  terbentuknya Gua Maria Wahyu IbuKu Giri Wening yang berlokasi di Dusun Sengon Kerep, Kelurahan Sampang, Kecamatan Gedangsari, Kab. Gunung Kidul dimulai dengan aksi babat alas. Diawali dengan ide mulia dari kedua bersaudara Y. Suroyo dan R. Pambudi –keduanya umat katolik lokal— proses babat alas itu dilakukan guna menyiapkan misa perdana di lokasi.

Tanggal 6 November 2009 akhirnya berlangsunglah misa perdana di lokasi gua dimana dua imam dari Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ) berkenan memimpin ekaristi. Mereka adalah Romo YR Susanto SCJ dan Romo G. Zwaard SCJ.

Langkah kedua adalah mengganti patung Bunda Maria yang semula hanya berdiri setinggi 30 cm dengan ukiran batu setinggi 2 meter  menempel pada batu besar seberat kurang lebih 3 ton. Karena menempel kuat di jaringan bebatuan sesuai tekstur wilayah di situ, kawasan perbukitan ini lantas akrab disebut Watu Gedhek.

Bunda Maria diukir di atas permukaan batu sembari menggendong puteranya.  “Tempatnya sunyi dan hening,” kata Binuko, umat Stasi Gayamharjo Paroki Wedi kepada Sesawi.Net, Senin (7/5) malam. (Bersambung)

Photo credit: Uskup Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta Pr (tengah) bersama kedua umat katolik Sengon Kerep (Keuskupan Agung Semarang)


Artikel terkait:
Protes Usik Keheningan Taman Maria Giri Wening di Sengon Kerep, Paroki Wedi (2)
Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep, Paroki Wedi: Situasi Makin Kondusif (3)
Sejarah dan Lokasi Taman Maria Giri Wening Sengon Kerep Paroki Wedi (4)

Pengobatan Romo Loogman di Gereja Pandu Bandung, 11-12 Mei 2012

DARI Romo Swibaktata MSC –salah satu pewaris  “ilmu” pengobatan alternatif ala Alm. Romo Loogman MSC – kami mendapat kabar, kalau praktik pengobatan alternatif ini akan diadakan di wilayah Bandung akhir pekan ini.

Lokasinya  pengobatan akan berlangsung di Gereja Pandu Bandung yang berada di kawasan Pajajaran. Direncanakan mulai hari Jumat sampai Sabtu, tanggal 11-12 Mei 2012.

Dimulai dari pukul 08.00-13.00 WIB.

Nomor kontak
Pendaftaran bisa dilakukan dengan menghubungi Pak Purnomo di HP nomor 0816 42 04 741.

Menurut Romo Swi MSC kepada Sesawi.Net hari Rabu (9/5) pagi, praktik pengobatan alternative dengan metode radhiesthesi ini akan dilakukan oleh Romo Swi sendiri bersama timnya yakni Romo T. Wignyo MSC, Ny. Haryanti, Ny. Wawa, Dr. Henky.

Diharapkan tim Bogor juga bergabung dalam praktik pengobatan ini yakni Ny. Lilian, Dr. Edwin.

Menurut Romo Swi MSC, praktik pengobatan alternatif dengan metode radhiestesi ini dilakukan hanya 2 bulan sekali.

Alamat resmi pengelola praktik pengobatan alternatif metode radhiestesi adalah Pengobatan Romo Loogman, Jl. Sudirman 9, Purworejo, Kedu 54114, Jawa Tengah.

RIP: Romo Jacky Tumurang MSC Serangan Jantung di Singapura

DARI sebuah milis katolik muncul berita duka, Rabu (9/5) siang ini.
Romo Jacky Tumurang MSC — Kongregasi Misionaris Hati Kudus (MSC)– dikabarkan terkena serangan jantung di Singapura dan meninggal dunia.

Hingga berita pendek ini kami rilis, belum jelas bagaimana dan kapan jenazah almarhum Romo Jacky MSC ini akan dibawa ke tanahair dan dimakamkan dimana.
Menurut Romo Markus Marlon MSC, almarhum terakhir bertugas pastoral di wilayah Keuskupan Purwokerto di Gereja Paroki St. Yoseph sebagai romo pembantu.

Rilis yang disampaikan Provinsialat MSC di Purworejo  oleh Romo T. Siswanto MSC menyebutkan, kalau almarhum meninggal dunia di Singapura karena serangan jantung hari Rabu tanggal 9 Mei 2012 pada pukul 13.30 waktu setempat.

Beliau meninggal saat bersama-sama dengan para kolega romo-romo MSC Komunitas Wilayah Tengah Keuskupan Purwokerto.

Semalam, kata Romo T. Siswanto, almarhum sempat mengeluh sakit masuk angin. Tadi pagi, almarhum masih gegap gempita berkisah ngalor-ngidul bersama para kolega romo MSC.
RIP: Romo Jacky Tumurang MSC Serangan Jantung di Singapura 
Jenazah almarhum Romo Jacky hingga petang ini masih ada di Singapura. Proses administrasi pemulangan jenazah sedang diupayakan.

Bila semua beres dan bisa dibawa ke Tanahair, para kolega romo MSC akan menjemput jenazah di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng untuk kemudian dibawa dengan ambulans menuju ke Purwokerto.
Untuk sementara, direncanakan pemakaman akan berlangsung pada hari Sabtu, tanggal 12 Mei 2012.

 
Turut berdoa,
 
T. Siswanto MSC
Jl. Jend. Sudirman No 9
Purworejo 54114

Photo credit: Alm. Romo Jacky Tumurang MSC (Dok. Keuskupan Purwokerto)

Friday, 4 May 2012

Mari Kenali Cara Pastur Gadungan Memperdayai Korbannya (3)

KEJADIANNYA sudah berulang kali. Pastur-pastur gadungan dengan niat jahat ingin memperdaya korban guna menguras habis harta simpanannya berbentuk uang dan perhiasan. Namun, untuk kesekian kalinya pula umat katolik di beberapa gereja di Jakarta tak luput dari upaya kejahatan yang memanfaatkan kelengahan orang dan kemampuan menghipnosis orang lain.

Guna menangkal peluang tindak kejahatan yang mengambil lokasi ‘sakral’ seperti di Gua Maria, lingkungan pasturan, areal parkir gereja, dan semacamnya itu, mari kita waspada agar kita jangan menjadi korban berikutnya.

Mari kita kenali dulu langkah-langkah metode tipu daya yang sudah sering dipraktikan para penjahat yang menyaru diri sebagai pastur gadungan itu.
  1. Sasaran korban yang ingin dijebak adalah mereka yang tengah galau hatinya. Kalau hati sedang galau atau tidak tenang, biasanya umat dengan gampang akan melakukan ‘ritual’ doa khusus tambahan –usai misa di gereja—dengan mampir sejenak di Gua Maria. Tujuannya untuk menyampaikan doa-doa khusus. Bila demikian, jangan ‘pergi’ berdoa sendirian, melainkan ajak anggota keluarga sebagai ‘tameng’ kalau-kalau datang penjahat yang ingin memperdaya kita;                   
  2. Jangan hiraukan sapaan hangat atau tepukan fisik dari orang yang tidak kita kenal. Apalagi kalau kemudian, ‘orang asing’ itu menyapa kita dan mengenalkan dirinya sebagai romo. Agak aneh terdengar kalau ada orang asing dengan gampangnya mengklaim diri sebagai romo dan itu dia lakukan dihadapan umat parokinya sendiri. Mestinya, sudah diandaikan umatnya tahu siapa nama dan tampang pastur parokinya sendiri. Lain halnya kalau calon korban yang menjadi mangsa para penjahat ini datang dari luar paroki;
  3. Lagi-lagi, ajaklah anggota keluarga kita kalau misalnya saja kita sudah berhasil diperdaya oleh romo palsu itu untuk melakukan sesi pertemuan berikutnya di luar kompleks gereja.  Setidaknya, dengan adanya anggota keluarga kita, maka kita mendapat ‘teman’ untuk mengobjektivasi diri (melakukan uji objektif atas tindak atau sikap kita dengan orang lain).
  4. Jangan sekali-kali mudah mengiyakan apa pun yang diminta dari romo gadungan ini semisal membawa harta simpanan berupa kotak perhiasan, buku tabungan, kartu ATM berikut pin-nya, kartu kredit dan semacamnya;
  5. Jangan terima apa pun makanan atau minuman dari orang yang tidak kita kenal. Salah-salah makanan-minuman tawaran itu sudah kena kontaminasi anasir-anasir obat bius yang membuat kita dalam sekejap limbung, ngantuk dan tidur pula berkepanjangan.
Langkah penting
Kalau sudah ada kejadian umat kita kena perangkap dan habis-habisan hartanya dikuras oleh penjahat yang menyaru diri sebagai romo, lalu tindakan apa yang mesti kita lakukan agar jangan sampai berulang kembali terhadap korban lainnya.  Berikut tips sederhana guna mengurangi risiko kejadian sama bisa  berulang kembali.
  1. Segera lapor kepada pastur paroki agar secara resmi pastur paroki bisa segera mengumumkan di mimbar gereja –misalnya saja katakanlah—sebaiknya umat jangan terlalu mudah percaya kalau ada ‘orang asing’ mengaku-aku sebagai imam. Toh, umat kebanyakan pasti kenal siapa romo parokinya. Bahkan kalau ada romo tamu yang mempersembahkan misa, sudah pasti romo tersebut akan memperkenalkan diri saat misa dan ketika keluar dari sankristi usai misa, jubah pun masih dia kenakanan saat bersilahturami dengan umat selesai misa.
  2. Laporkan kasus tindak kejahatan ini kepada kepolisian agar segera diproses secara hukum. Tentu kita harus memberikan kronologi secara lengkap dan jelas berikut ciri-ciri fisik para pelakunya. Tidak kalah penting tentu saja, memberikan nomor rekening bank pelaku kalau ‘pemerasan’ itu dilakukan dengan cara transfer.
  3. Kita harus sadar bahwa kegalauan hati tidak serta-merta bisa langsung “sembuh” oleh sapaan hangat, pendarasan doa-doa dan berkat pemberian ‘romo gadungan’ ini. Kegalauan hati harus kita sembuhkan mulai dari kita sendiri yang  berupaya “menyembuhkannya”. (Bersambung)
Photo credit: Ilustrasi
Artikel terkait:
Awas, Penipu Menyaru Pastur dengan Daya Hipnotis Berkeliaran di Gereja (2)

Awas, Penipu Menyaru Pastur dengan Daya Hipnotis Berkeliaran di Gereja (2)

TEKNIK penipuan macam ini biasanya berlanjut di luar areal gereja. Jadi areal Gereja menjadi lahan pertama untuk menjerat korban. Baru setelah itu, korban akan digarap lebih lanjut di luar kompleks gereja.

Mari kita kembali membahas kasus penipuan dengan modus operandi penjahat menyaru diri sebagai pastur gadungan itu.

Ketika jalinan emosional dengan calon korbanya sudah berhasil dirakit, maka kedua pastur gadungan itu kemudian melancarkan jurus maut penipuan berikutnya: membuat rencana pertemuan berikutnya, namun di luar kompleks gereja. Biasanya diadakan di sebuah tempat umum yang ramai. Kali ini, ibu yang menjadi korban ini dirayu agar mau datang di sebuah kompleks pertokoan di Buaran Plaza untuk sebuah ‘terapi’.

Mantera jurus rohani

Lagi-lagi, jurus rohani dimanfaatkan sebagai ‘mantera’ untuk memperdaya korban. Setelah bertemu dan ngobrol sana-sini, akhirnya si ibu diberkati –lazimnya imam memberkati umat—disertai doa Bapa Kami dan Salam Maria.

Selama ngobrol-ngobrol itulah, korban ditanyai apakah punya simpanan emas atau uang di bank atau brankas. Kalau ada, kata kedua penjahat itu, segera diambil untuk dibawa dalam sesi pertemuan berikutnya.
Mengapa arah pembicaraan dari yang “rohani” berubah menjadi “duniawi”? Itu teknik mengelabuhi orang saja.  Kata kedua penjahat itu, barang-barang berharga simpanan itu perlu dibawa untuk “diberkati”. Dan ini yang paling membuat manusia goyah iman: diimingi-imingi akan bisa dibuat berlipat ganda jumlahnya.

Singkat kata, akhirnya barang-barang simpanan berharga itu pun dibawa ke ruang publik dimana ketiga orang itu terlibat dalam sebuah perbincangan lebih lanjut. Ketika ibu korban dan seorang ‘romo gadungan’ itu pesan minuman di konter dan membayarnya, maka tak ayal kotak perhiasan dan uang yang sudah dicairkan secara tak sadar dititipkan kepada pastur gadungan satunya yang sengaja diam tak bergerak di meja makan.

Menjelang pulang, kembali kotak itu diserahkan lagi kepada korban dan malamnya barulah sadar ketika dia sudah kehilangan uang tak kurang Rp 100 juta.

Dua tahun lalu, modus operandi serupa juga terjadi di Gereja Santo Yosep Matraman, Jakarta Timur. Korbannya juga seorang perempuan bernama Niek yang masih terbilang saudara dekat anggota Redaksi Sesawi.Net. Korban baru sadar telah dikerjain  dua romo gadungan hampir 5 hari  pasca kejadian dia didoakan dan diberkati di depan Gua Maria dan berikutnya di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat
Ternyata, di Gereja Santo Yakobus Kelapa Gading, hal serupa juga pernah terjadi. Menurut umat setempat kepada Redaksi Sesawi.Net, pastur-pastur gadungan dengan modus operansi sama telah berhasil memperdaya dua korbanya dengan kerugian ratusan juta rupiah.

Di Gereja Santa Helena Karawaci –kata Romo Heri Kartono OSC—juga pernah terjadi kasus tindak pidana yang sama. Korbannya lagi-lagi kena tipu daya hingga ratusan juta melayang. (Bersambung)

Photo credit: ilustrasi
Artikel terkait:

Awas, Penjahat Nyaru Diri sebagai Pastur Gadungan dengan Hipnotis Berkeliaran di Gereja (1)
Mari Kenali Cara Pastur Gadungan Memperdayai Korbannya (3)

Awas, Penjahat Nyaru Diri sebagai Pastur Gadungan dengan Hipnotis Berkeliaran di Gereja (1

PENCURI dimana pun tak mengenal batas lokasi kejahatan. Tak terkecuali di gereja dan lingkungan sekitarnya. Kalau di situ bisa mendapatkan korban dengan mudah, maka tak ayal wilayah ‘sakral’ seperti gereja berikut lapangan parkir, gua Maria pun ikut disasar untuk memperdaya korbannya. Apalagi kalau disertai iming-iming bisa  dengan cepat mampu  menggaruk keuntungan hasil kejahatannya dengan sekali libas, maka jutaan rupiah siap berpindah tangan.

Kejahatan dengan modus operandi ‘baru’ sekaligus ‘jitu’ dengan cara menyaru diri (menyamar) sebagai romo (pastur) sudah berkali-kali terjadi di beberapa paroki di Keuskupan Agung Jakarta. Yang terakhir terjadi di Gereja Paroki Santa Anna, Duren Sawit, Jakarta Timur, usai misa kedua hari Minggu (21/4) lalu.
Korbannya seorang ibu. Dia telah diperdaya melalui  ‘permainan pesona’ oleh komplotan penjahat yang semuanya menyaru diri sebagai romo (pastur). 

Mereka ini punya  daya kemampuan khusus mampu  ‘menggiring’ emosi korban hingga yang si ibu ini sampai dibuat percaya bahwa mereka itu benar-benar pastur. Baru ketika korban sudah dibuat ‘tak berdaya’ sekaligus ‘percaya’ bahwa mereka itu pastur, teknik berikutnya adalah menguras harta benda korban melalui kemampuan hipnotis.

Ketika Redaksi Sesawi.Net mencari informasi mengenai tindak kejahatan di lingkungan Gereja Paroki Santa Anna Duren Sawit,  Pastur Dedomau Djatmika da Gomez SJ langsung membenarkan hal itu. “Korban sudah melaporkan kasusnya kepada Romo Joseph (Pastur Kepala Paroki—red.),” ungkap Romo Dedomau SJ kepada Sesawi.Net,  Kamis (26/4) pagi.

Modus operandi   
Kejadiannya bermula di depan Gua Maria di areal gereja dimana ibu yang malang itu baru berdoa khusus, usai mengikuti misa kedua di hari Minggu lalu.  Ketika tengah khusuk berdoa di depan Gua Maria, korban tiba-tiba saja didatangi oleh seorang penjahat dan mengaku bernama Romo Wahyu.
Hebatnya lagi, penjahat dengan kedok menyaru diri sebagai "Romo Wahyu" ini mengaitkan dirinya sebagai asisten Romo Loogman MSC (almarhum). Sebagaimana diketahui masyarakat luas, almarhum Romo Loogman MSC di Purworejo (Jawa Tengah) memang  dikenal luas sebagai pastur dengan keahlian khusus di dunia supranatural yang lazim disebut ‘radhiestesia’.

Dengan ‘menjual’ nama besar mendiang Romo Loogman MSC yang sangat terkenal di dunia pengobatan alternatif ini, tak ayal ibu yang menjadi korban kejahatan ini langsung terkesiap. Apalagi ketika relung isi hatinya yang mungkin tengah galau bisa ‘dibaca’ oleh penjahat menyaru diri sebagai romo ini.
Perangkap telah dipasang dan ‘mangsa’ pun terjerat kena pengaruh ‘daya pikat’ berupa sapaan hangat.  Ibu itu mulai  ‘dikuasai’ emosinya oleh  penjahat yang kemudian menawarkan ‘jurus mautnya’ yang kedua yakni dengan mendoakan korban agar segera terbebaskan dari segala kegalauan. Juga memberkatinya lazimnya seorang romo.

Hebatnya lagi, romo gadungan itu kemudian memperkenalkan korban kepada jaringan komplotannya. Lagi-lagi, seorang romo lain yang sudah mengambil posisi di areal parkir gereja disodorkan oleh pelaku kejahatan pertama kepada korban. Kepada korban, lagi-lagi romo gadungan kedua ini langsung ‘main tembak’ : “Ibu sedang galau ya?”

Kontan saja, ketika isi hatinya “disapa’ dengan amat-amat ramah oleh kedua pastur gadungan itu, luluhlah seketika sang korban ketika diajak oleh kedua pastur gadungan itu untuk sebuah sesi pertemuan pribadi pada kesempatan lain.

Yang pasti, korban sudah masuk perangkap untuk kedua kalimya. (Bersambung)

Photo credit: ilustrasi
Artikel terkait:
Awas, Penipu Menyaru Pastur dengan Daya Hipnotis Berkeliaran di Gereja (2)
Mari Kenali Cara Pastur Gadungan Memperdayai Korbannya (3)

Alumni Kolese Loyola Semarang Selenggarakan the Business Club 4

KELUARGA  alumni eks Kolese (SMA) Loyola Semarang (KEKL) Distrik Jakarta dalam waktu dekat akan menyelenggarakan sebuah workshop tentang bagaimana memulai usaha. Namanya The Business Club dan kali ini sudah memasuki putaran keempat.

The Business Club 4 akan diselenggarakan pada:

Hari/Tanggal   : Sabtu, 28 April 2012 pukul 11.00 s/d selesai
Tempat          : Soto Kudus Senayan, Ruko Graha Kencana 88
                       Kebon Jeruk, Jakbar, (Samping Citibank, RCTI)

Kali ini, The Business Club 4 akan menampilkan nara sumber utama yakni Franciscus Denny S.Si yang berprofesi sebagai dosen marketing di Unika Atma Jaya Jakarta.

Acara ini terbuka untuk umum.

Konfirmasi kehadiran, silakan menghubungi perwakilan KEKL Jakarta dengan Sdr. Eric AS (KEKL 2003) dengan nomor 0815 711  7797 atau dengan Sdr. Michael Eric (KEKL 2006) dengan nomor 0811 296 986.

Artikel terkait:

Alumni Eks Loyola Semarang Main Bersama ke Pulau Tidung

PULAU Tidung di gugus Kepulauan Seribu di perairan utara Jakarta akan menjadi destinasi wisata bersama segenap alumni Keluarga Eks Kolese Loyola (KEKL) Jakarta. 

Acara rekreasi bersama ini akan digelar pada hari Sabtu-Minggu, tanggal 12-13 Mei 2012 dengan biaya partisipasi sebesar Rp 350.000 ribu/orang.

Besaran biaya partisipasi tersebut sudah mencangkup penginapan ber-AC, snorkeling, sepedaan keliling pulau, barbeque, dokumentasi underwater, T-Shirt kenangan.

Acara rekreasi bersama ini terbuka untuk segenap alumni SMA Loyola Semarang dan lebih luas KEKL.

Silakan mendaftar pada Eric AS dengan nomor telepon 085921577797, Tyas dengan telepon 085643016416. Pembayaran melalui transfer dilakukan melalui  Bendara KEKL a/n Floranita Kustendro dengan akun BCA norek 501 517 0015.

Setelah pembayaran tanda jadi ikut serta dalam acara rekreasi bersama ini, para partisipan diminta segera melakukan konfirmasinya kepada Eric AS atau Tyas pada kedua nomor telepon di atas.

Artikel terkait:
 
Alumni Kolese Loyola Semarang Selenggarakan the Business Club 4

Belajar Rendah Hati dari Almarhum Romo A. Priyambono Pr (3)

AMAT jamak terjadi kapan pun, dimana-mana pastur atau calon imam (para frater) itu mumpuni dalam banyak hal, termasuk kemampuan intelektualnya di atas rata-tata. Jadi, kalau melihat romo itu dari sono-nya sudah pintar dan cerdas, ya tak perlu heran. Itu karena seleksi awal menjelang masuk seminari pun, prosesnya sangat ketat.

Namun, kepintaran intelektual sering membuat orang jatuh dalam kelobaan alias kesombongan. Pada diri almarhum Romo Albertus Priyambono Pr –imam projo Keuskupan Agung Semarang—kesombongan apalagi sikap jumawa sama sekali tidak pernah kelihatan. Sebaliknya, di balik senyumnya yang senantiasa renyah, almarhum adalah sosok imam yang rendah hati.

Padahal, seperti kata teman-teman almarhum di Seminari Mertoyudan angkatan tahun 1972—Romo A. Priyambodo Pr termasuk moncer dalam urusan studi. Bahkan jiwa kepemimpinannya pun sangat menonjol saat itu, hingga almarhum didapuk menjadi bidel (ketua) dan penanggungjawab acara akademi –semacam in-house training untuk mengasah kemampuan berbicara dan mengolah pikiran di muka umum.

Di lapangan basket, Romo Pri pun tampil menonjol. Di seminari, almarhum menjadi anggota IFO (in finem omnia) semacam induk “organisasi” olahraga di seminari yang –seperti nama label organisasinya—kegiatan olahraga pun diarahkan untuk “memuji kebesaran Tuhan”. Semua terarah pada satu tujuan: Ad Maiorem Dei Gloriam atau demi semakin lebih besarnya kemuliaan Tuhan.

Rendah hati berbalut sunggingan senyum
Beberapa tahun lamanya, almarhum Romo A. Priyambono Pr berkarya sebagai pastur kepala di Gereja Santa Perawan Maria Bunda Kristus di Wedi, Klaten, sebelum akhirnya diganti oleh Romo Saryanto Pr –kini Vikep DIY. Apa yang kini tengah dibicarakan segenap temannya waktu di seminari tentang sosok almarhum memang dihayati benar oleh beliau selaku imam, gembala rohani dan pemimpin umat.

Dengan nada suara sedikit “cempreng” yang memang khas, beliau selalu menyapa umat dengan hangat. Pun pula tambahan menu sehat berupa sunggingan senyum seorang pastur saat menyapa umatnya—begitulah kesan kebanyakan umat Paroki Wedi mengenang almarhum Romo Pri.

Saat bertugas di Seminari Tinggi Santo Petrus di Sinaksak di Sumatra Utara, Romo Aloysius Budi Purnomo Pr punya kesan sama. “Beliau tipikal seorang imam yang sangat rendah hati, periang, dan pasrah terhadap kehendak Tuhan,” tutur imam penanggungjawab Komisi HAK di Keuskupan Agung Semarang ini kepada Sesawi.Net.

Perkembangan berita menyebutkan, rencana misa requiem di Kapel Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan, Yogyakarta akan berlangsung hari Sabtu (5/5) pada pukul 10.00 dan berlanjut dengan upacara pemakaman di Kerkop Seminari Kentungan.

Photo credit: Romo Aloysius Budi Purnomo Pr

Artikel terkait:
Segenap Teman Mengenang Almarhum Romo A. Priyambono Pr (2)

RIP: Romo A. Priyambono Pr di RS Panti Rapih Yogyakarta karena Serangan Jantung (1)

Segenap Teman Mengenang Almarhum Romo A. Priyambono Pr (2)

BERITA meninggalnya Romo Albertus Priyambono Pr –imam diosesan Keuskupan Agung Semarang (KAS)—sungguh menyentak banyak orang. Lama tak terdengar menderita penyakit serius dan bahkan baru saja bepergian melayat salah satu kerabatnya di Muntilan, tahu-tahu almarhum Romo A. Priyambono masuk RS Panti Rapih Yogyakarta dan menjelang dinihari tadi beliau dipanggil Tuhan.
Berikut ini, sedikit kenangan testimonial dari rekan-rekan almarhum tentang sosok Romo A. Priyambono Pr yang kami rangkum dari beberapa sumber milis katolik.

  • Henricus Surya Pujawiyata (Paguyuban Lingkaran Sahabat/PaLingSah , Jakarta):  Romo Priyambono adalah alumni Seminari Mertoyudan angkatan masuk tahun 1972. Sekelas dengan saya, Suryoto dan Kasyanto. Dari 54 seminaris, hanya almarhum bersama keempat rekan kami yang akhirnya menerima tahbisan imamat. Selain Romo Priyambono, juga ada  Romo Susanto, Romo Gito Suratman Pr, Romo Swibaktoto MSC, Rm Yuliono MSC.  Sejak muda sebagai seminaris, beliau dikenal sebagai pribaid yang ramah, rendah hati, rajin, rapih, sederhana, bersahaja, bisa bercanda. Almarhum juga sangat focus belajar. Boleh dibilang pintar dan punya kemampuan leadership menonjol dan itu terbukti beliau dipercaya memimpin akademi dan kelas. Sejak lulus hingga akhirnya ketemu lagi saat reuni tahun 2008, nyaris tidak ada yang berubah. Sejak tahun 1975, saya tidak pernah  pernah bertemu beliau. Selamat jalan sahabat pada Bulan Suci Bunda kita, engkau sebagai imam pilihanNya berjalan menghadap Yesus putranya. Kiranya kebahagiaan abadi dianugerahkan kepadamu di Surga. Doa-doa kami para sahabat mengiringimu dan jadilah pendoa untuk kami pula. Engkau sudah sampai P (Padang-Pepadang-Paskah) dari ruh yg kami bangun dalam Lingkaran Sahabat-sahabatmu pula di sini. 
  • Dwijo Sudiyono (Guru swasta, Bandar Lampung): Selamat jalan Romo Priyambono Pr.  Barangkali pada usia 56-57 tahun, beliau harus sowan menghadap Tuhan! Kabar kepergianmu sempat membuat saya terkesima, seakan tidak percaya. Karena pagi-pagi sebelum pukul 07.00 pagi, Joko Purwodianto di Nganjuk sempat menelepon aku, menyampaikan kabarmu. Kok mendadak! Lalu saya tanya karena apa meninggal: sakit atau apa? Juga tidak  bisa jawab. Apakah rekan alumni bisa kasih info, meninggal karena sakit menahun atau serangan jantung? Kesannya, sangat mendadak! Romo Pri  menjadi teman seangkatan di KPP Mertoyudan tahun  1972. Anggota tim IFO basket, karena almarhum suka basket. Mari ambil hikmahnya. Yang segera terlintas pada saya, para romo rajin-rajinlah cek kesehatan! Ndherek bela sungkawa para romo KAS.
  • YR Widadaprayitna (Yayasan Wulangreh, Semarang):  Met jalan Mbon! Begitu kira-kira yang ingin saya ucapkan pada romo yang satu ini. Sebab biasanya saya memanggilnya Mbon  seperti dia memanggiku dengan nama kecilku.Jarang lo di zaman sekarang ini ada romo yang sepertinya tetap berperilaku  kalem, sederhana, murah senyum, tekun dan setia pada panggilan tugasnya tanpa kena imbas hingar bingar dunia moderen. Mbon, saya mau bilang: kamu telah melayani dengan hati, imamat dan umatmu!:
  • Didiek Dwinarmiadi (Kompas, Jakarta): Romo Pur dan para romo anggota Unio KAS, nderek belo sungkowo. Sugeng tindak Romo Priyambono. Senyum dan candamu waktu misa di rumah ibu di Puluhwatu,  Klaten masih terkenang. Semoga Sang Gembala baik segera membawamu ke Surga.
  • Ari Benawa (PGU, Jakarta): Sugeng tindak sowan Ngarsa Dalem Gusti, Romo Priyambono. Mugi manggiha katentreman Dalem krana sih kadarman Dalem Gusti, Amin. Almarhum Romo Priyambono ini saya kenal sebagai fibur imam yang ganteng,  murah senyum, ramah, dan selalu ceria.  
  • Photo credit: Almarhum Romo A. Priyambono Pr berkacamata duduk di baris belakang nomor empat dari kanan. Foto almarhum bersama teman-teman alumni angkatan tahun 1972. Foto ini diambil saat mereka kelas 1 di  Seminari Mertoyudan tahun 1973 (Dokumen Hari Hardjanta) (Bersambung)

Artikel terkait:   

RIP: Romo A. Priyambono Pr di RS Panti Rapih Yogyakarta karena Serangan Jantung (1)

RIP: Romo A. Priyambono Pr di RS Panti Rapih Yogyakarta karena Serangan Jantung (1)

KELUARGA besar Keuskupan Agung Semarang (KAS) kembali kehilangan anggotanya. Jumat (4/5) menjelang dinihari tadi, Romo A. Priyambono Pr menghadap Tuhan di RS Panti Rapih Yogyakarta. Menurut penuturan Romo Purwatma Pr dari Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan, misa requiem untuk almarhum Romo A. Priyambono akan berlangsung Jumat hari ini pukul 12.00 di Gereja Kelor, Gunung Kidul, DIY.

Selanjutnya, jenazah almarhum akan dibawa ke Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan untuk persiapan misa requiem dan pemakaman di kompleks Seminari Kentungan.
Misa requiem di Kentungan akan dilaksanakan hari Sabtu (5/5) besok. Namun pada jam berapa  hingga kini belum ada kejelasan.

Almarhum baru saja memulai tugas pastoral sebagai pastur paroki di Kelor menggantikan Romo Ari Pr.

Email dari Vikjen KAS Romo Riana Prabdi Pr menjelaskan, Kamis tanggal 3 Mei pukul 22.30 tiba-tiba almarhum Romo A. Priyambono mengeluh sakit dan kemudian tidak sadarkan diri. Sesuai keterangan Romo Kristiyanto Pr kepada Romo Vikjen, segera almarhum dibawa ke Klinik Panti Rahayu di Kelor, Gunung Kidul dan malam hari itu juga menerima Sakramen Perminyakan Suci. Pukul 23.30 buru-buru dibawa ke RS Panti Rapih dan pukul 00.15 dinyatakan meninggal dunia karena serangan jantung.

Rencana misa requiem di Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan akan berlangsung hari Sabtu (5/5) pada pukul 10.00 dan kemudian berlanjut dengan upacara pemakaman di Kompleks Kerkop Seminari Tinggi.

Requiescat in pace. (Bersambung)

Artikel terkait: Segenap Teman Mengenang Almarhum Romo A. Priyambono Pr (2)

“The Raid”, Mencokok Bandar Narkoba dengan Silat

LANTARAN bisa bertahan lebih dari tiga pekan di bioskop, akhirnya saya tertarik mau nonton film buatan negeri sendiri. Selama ini, saya tak pernah nonton film anak negeri lantaran sudah telanjur punya persepsi negative: alur ceritanya sering menafikkan logika dan dialognya asal-asalan. Aslinya, film anak negeri ini bertitel Serbuan Maut. Namun kemudian diakomodasi untuk pasar internasional dengan label baru The Raid. Di pasar Amerika berubah menjadi The Raid: Redemption.


Tidak biasa
Ternyata, persepsi saya pribadi juga tak jauh menyimpang. Di luar action-nya yang menawan namun cenderung terlalu keras dan tak jarang juga sadis, The Raid kurang memuaskan penonton karena alur ceritanya yang tidak “biasa”. Sebuah operasi besar yang melibatkan pasukan elit anti narkoba kepolisian kali ini  hanya dikendalikan oleh seorang sersan bernama Jaka  (Joe Taslim). Itu pun dia menang wibawa terhadap seniornya Letnan Wahyu (Pierre Gruno).

Terasa ganjil memang. Belum lagi, pilihan yang tak masuk akal ketika dua kakak-adik berada pada posisi saling “bermusuhan” namun dalam sekejap “rekonsiliasi” terjadi di markas gembong narkoba. Adalah Rama (Iko Uwais) –anggota polisi elit—yang dalam kondisi sekarat berhasil bertemu dan diselamatkan oleh kakak kandungnya Andi (Donny Alamsyah) yang justru menjadi tangan kanan gembong narkoba Tama Riyadi (Ray Sahetapy).

Bahkan ketika operasi berhasil dan kedok kejahatan Letnan Wahyu terkuak, rasanya ganjil pula menyaksikan Rama bergerak ke Timur (menuju markas kepolisian), sementara kakaknya Andi menoleh ke Barat (kembali ke markas gembong narkoba) lantaran tidak ada jaminan keselamatan.

Action-nya top abis
Soal citarasa dan persepsi penonton memang tak bisa diperdebatkan. Yang pasti, mereka yang suka film keras, The Raid memang menjadi suguhan menarik. Utamanya, seni bela diri silat yang dimainkan Rama dan Andi ketika harus melawan Mad Dog (Yayan Ruhian) dalam  duel hidup-mati antara “si baik” dan “si jahat”.

Belum lagi, aksi jungkir balik Rama ketika sendirian melibas kelompok bandit narkoba ini dengan jurus silat. Tangan kosong, tapi berhasil melumpuhkan sekawanan preman bersenjata parang dan golok, sementara rekan sejawatnya dari kepolisian sudah bergelimangan darah dicincang sadis kawanan preman narkoba  ini.

Sekali lagi, sangat ganjil untuk sebuah operasi dengan tingkat risiko tinggi, polisi malah bermain silat tangan kosong melawan geng preman narkoba bersenjatakan parang dan senapan mesin. Tidak ada amunisi lagi? Memang, tapi juga bisa mengambil senjata dan amunisi yang ditinggalkan para penjahat itu daripada harus membiarkan koleganya merenggang nyawa.

Menjual pencak silat
Rupanya, justru permainan silat inilah yang membuat publik asing terpesona. Tak terkecuali  sutradara Gareth Evans yang sejak awal ingin mempopulerkan The Raid ke pentas nasional dengan menu jualan andalannya yakni pencak silat.

Jadi, memang bisa dimengerti mengapa duel hidup-mati antara polisi dan preman gembong narkoba ini lebih mengandalkan jurus-jurus silat daripada senapan serbu otomatik. Kalau pun parang dan golok terpaksa digunakan, maka jurus silat Rama yang akan melibasnya.

Di pentas internasional, The Raid berhasil memboyong banyak penghargaan. Awalnya terjadi di Toronto International Film Festival, ketika para kritikus film menyematkan penghargaan The Raid sebagai film thriller action Indonesia yang layak dipuji setelah bertahun-tahun vakum. Di pentas Toronto ini, The Raid menyabet penghargaan The Cadillac People’s Choice Midnight Madness Award (2011).

Berikutnya, The Raid juga mendapat tempat naik layar pada Festival Film International Dublin Jameson di Irlandia, Festival Film Glasgow di Skotlandia, Festival Film Sundance di Utah (Amerika), di South by Southwest Film di Austin, Texas, dan Festival Film Busan di Korsel.

Mereka yang suka nonton adu jotos dan film keras, The Raid adalah suguhan enak. Namun mereka yang tidak tahan menyaksikan orang dibantai dengan parang dan memilih tutup mata, maka saya adalah contohnya.  

Photo credit: Ist