Monday 14 April 2008

Landmines, a Lethal Harvest

Jody Williams, Nobel Bebas Ranjau Darat

SEDIKIT terkejut, namun merasa sangat terhormat. Itulah kesan pertama Ms .Jody Williams (47) saat pertama kali ditelepon jaringan televisi Norwegia, Jumat (10/10) pukul 04.40 dini hari, memberitahu dirinya dan Gerakan Kampanye Internasional untuk Larangan Ranjau Darat (The International Campaign to Ban Landmines, ICBL) meraih penghargaan paling bergengsi di dunia: Hadiah Nobel Perdamaian 1997.

"Semula saya tak mempercayainya, karena informasi itu diberikan dalam bahasa Norwegia. Setelah mereka bicara bahasa Inggris, saya baru paham dan terkejut mendengar itu. Gerakan Kampanye Internasional untuk Larangan Ranjau Darat sangat bersyukur kepada Panitia Hadiah Nobel di Oslo, Norwegia, atas pengakuan dan penghargaannya kepada upaya kami melarang alat perang yang begitu jahat dan tak kenal diskriminasi itu," katanya kepada CNN kemarin di rumahnya di kawasan pedusunan di Putney, Vermont, Amerika Serikat.

Penghargaan bergengsi itu bisa semakin membuka mata dunia betapa ranjau-ranjau darat masih merupakan satu momok mengerikan. "Perang boleh saja selesai, namun kengerian manusia akan kemungkinan bisa mati atau mengalami cacat tubuh karena terkena ledakan ranjau darat tetaplah ada sampai sekarang," kata koordinator ICBL dalam sebuah pernyataan tertulis bertajuk "Landmines: A Lethal Harvest (Ranjau Darat: Satu Panenan Mematikan) beberapa waktu lalu.

"Namun, perang melawan warga sipil tak berdosa tetaplah eksis hingga kini. Itu akibat ulah militer menanam ribuan ranjau darat dan tak mau membongkarnya kembali, meski perang sudah lama usai. Itulah masalah penting dan krusial warga dunia sekarang ini," tandasnya.

Ia menambahkan, kini momok ranjau darat itu masih menghantui warga Angola, karena seluruh kawasan itu hingga sekarang masih "menyimpan" sedikitnya sembilan juta ranjau. "Ketakutan yang menghantui masyarakat Kamboja lebih besar lagi. Di dalam kawasan subur itu masih tertanam sedikitnya 10 juta ranjau. Bentuk 'panenan' rakyat Kamboja tak lain adalah kematian atau cacat tubuh," katanya seperti dikutip The New Yorks Times, Jumat lalu.
***
JODY Williams menelepon ibunya di Battleboro dan dua adiknya di Montpellier (Perancis) dan Townsend (AS), dan mengaku sangat bahagia. Alumnus Universitas Vermont, AS, itu juga menyatakan sangat gundah, karena impian dan harapan atas kampanye ICBL tanpa henti guna membebaskan seluruh kawasan di dunia dari ancaman ranjau-ranjau darat, hingga detik ini masih terganjal beberapa hambatan politis.

Peraih dua master dalam studi internasional dari Universitas Johns Hopkins (Washington DC) dan The School for International Training di Putney, Vermont, AS, itu memang layak sedih. Sementara 100 negara asing mendukung naskah Prakarsa Ottawam, hasil konferensi ICBL di Geneva, Swiss tahun 1996, dan bersedia meratifikasi naskah Pakta Antiranjau Darat di Ottawa, Kanada, Desember mendatang, pemerintah AS dan sejumlah negara lain justru tak mendukung gerakan internasional demi kemanusiaan dan perdamaian dunia itu.

Hingga kini sedikitnya 37.000 tentara AS masih bertugas di Semenanjung Korea. Atas alasan itu, Washington mengusulkan agar larangan total penggunaan ranjau darat itu baru berlaku tahun 2003, tiga tahun sebelum pasukan AS ditarik dari Semenanjung Korea.

"Sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata AS, Presiden Bill Clinton wajib melindungi semua tentara AS yang tengah bertugas di seluruh kawasan di dunia atas nama berbagai organisasi internasional demi menjaga perdamaian. Kami punya tanggung jawab unik dan sebagai Pangti AB AS Presiden Clinton wajib melindungi kepentingan-kepentingan itu sambil terus mendukung upaya internasional memusnahkan ranjau-ranjau darat," kata juru bicara Gedung Putih Mike McCury kepada CNN, Jumat (10/10).

Kebijakan politik Gedung Putih itu terasa sangat ironis, terutama mengingat keputusan Presiden Rusia Boris Yeltsin saat melawat ke Perancis, Sabtu (11/10), yang menyatakan akan berdiri di belakang ICBL dan Pakta Antiranjau Darat 1997. Semula masyarakat internasional berpraduga, Negara Beruang Merah takkan mau mendukung gerakan ICBL karena Rusia dikenal sebagai negara produsen terbesar (dan Cina) semua jenis ranjau darat.
***
ICBL dan Ms Jody Williams ibarat dua sisi mata uang. Sejak resmi berdiri di AS 1992 silam dan diakui secara mondial usai berkongres pertama di London 1993, kini ICBL berhasil "menggandeng" tak kurang 1.000 NGOs (Non-Government Organizations) dari 60 negara sebagai anggota atau pendukungnya. Taruhlah itu mulai dari sejumlah pribadi dari lapisan akarrumput (grassroot level) sampai strata sosial-ekonomi atas. Mereka inipolitisi terkenal, pejabat pemerintah, aktivis lingkungan, dan pejuang hak asasi, sampai simpatisan dari kalangan selebriti seperti mendiang Putri Diana, Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela, dan Sekjen PBB Kofi Annan.

Masih melengkapi daftar para pendukung dan simpatisan ICBL yang tanpa henti selalu mengkampanyekan pelarangan dan pemusnahan total semua ranjau darat itu adalah Menlu Kanada Lloyd Axworthy, Menlu Jerman Klaus Kinkel, Senator Patric Leahy dari Partai Demokrat AS, mantan Panglima Operasi "Badai Gurun" Jenderal (Purn) Norman Schwarzkopf, dan Komite Internasional Palang Merah, Kelompok Physicians for Human Rights berbasis di Boston, AS, dan tak ketinggalan juga "promotor"nya di balik layar yaitu Senator James P McGovern dari Partai Republik AS. Senator James McGovern itulah yang tahun lalu secara diam-diam menyurati Komite Nobel Norwegia tentang segala kiprah Miss Jody Williams dan ICBL-nya.

Dalam surat pribadi kepada Direktur Komite Nobel Norwegia Mr Geir Lundestad tertanggal 13 Januari lalu, ia antara lain menulis, keberadaan ICBL yang dimotori Ms Jody Williams jelas merupakan satu fenomena mondial menarik. Itulah satu kenyataan faktual masyarakat dunia abad ke-21 ini di mana ada ribuan orang dari berbagai kelompok sosial, pemerintah, dan negara di seluruh kawasan dunia bisa dan mau bersatu memperjuangkan nilai kemanusiaan universal: wajah dunia yang lebih manusiawi tanpa mesin perang mematikan berupa ranjau-ranjau darat.Namun, jalan sukses menuju Oslo tak hanya berkat peran penting yang dimainkan Senator McGovern. The Vietnam Veterans of America Foundation juga aktor di belakang layar yang melambungkan nama Miss Williams dan ICBL-nya.

Soalnya, organisasi para veteran perang Vietnam inilah yang pertama kali mensosialisasikan kampanye antiranjau darat sejak akhir Desember 1991. Dan seruan itu semakin gencar lagi, menyusul bergabungnya Miss Williams dalam LSM yang berorientasi pada pemusnahan total semua ranjau darat. Sulit juga memisahkan seluruh gerakan internasional antiranjau darat itu dari sosok Robert Muller. Soalnya, dari mantan anggota US Marine Corps yang menjadi invalid dalam Perang Vietnam itulah, ICBL dan Miss Williams bisa mewarisi semangat perjuangan antiranjau. Mereka aktif mengumpulkan dana jutaan dollar AS untuk membantu para korban perang, khususnya yang menjadi invalid akibat terkena ranjau darat.
***
MENGETAHUI jalan sukses ke Oslo, Norwegia, 10 Desember saat menerima Hadiah Nobel Perdamaian 1997 itu karena partisipasi banyak orang, buru-buru Miss Williams mengatakan, hadiah itu pertama-tama ingin ia persembahkan kepada semua pihak dari seluruh kawasan dunia yang selama lima tahun terakhir ini mendukung kiprah ICBL.

"Saya sangat berharap bisa memberi pelajaran berharga kepada semua warga dunia, khususnya pemerintah yang hingga detik ini tetap tak mendukung gerakan ICBL, akan satu fakta penting: biarlah perang tak pernah terjadi di bumi ini, namun yang lebih penting lagi adalah kemauan mereka mengubah sikap dan kebijakan politik dalam berperang".

Antara lain, demikian lanjut dia, "Dengan tidak mau membiarkan sekian ribu nyawa manusia tak berdosa, semua warga sipil, tewas hanya gara-gara menginjak ranjau darat," kata penulis buku After the Guns Falls Silent: The Enduring Legacy of Landmines (digarap bersama Shawn Roberts dan diterbitkan Vietnam: Veterans of America Foundation, tahun 1995) seperti dikutip The New York Times, Jumat lalu. (Mathias Hariyadi)

Foto: Ms Jody Williams
Associated Press
KOMPAS - Senin, 13 Oct 1997
Halaman: 24
Penulis: HARIYADI, MATHIAS
Ukuran: 8503

No comments: