Saturday 13 September 2008

Wisma Siloam, Nginap Gratis di Sendang Sono


Seorang awam Katolik menawarkan penginapan gratis di sebuah rumah yang dibangun di atas tanah miliknya untuk para peziarah Gua Maria Sendangsono di Yogyakarta.

"Yang membangun rumah ini betul-betul Bunda Maria. Tidak mungkin saya sendiri membangun dan membiayainya tanpa bantuan Bunda Maria," tegas Aloysius Agus Suparto, 62, seorang bekas sopir di Kolese Ignatius yang dikelola Serikat Yesus di Kotabaru, Yogyakarta.

Ia membutuhkan waktu sembilan tahun untuk membangun Wisma Siloam, jelasnya. "Dengan memohon bantuan Bunda Maria, saya mengumpulkan batu, membeli batu bata dan semen sedikit demi sedikit, dan mulai membangun jika tersedia bahan-bahan bangunan," katanya. Setelah selesai dibangun, lanjutnya, "saya ingin mempersembahkan rumah ini kepada Bunda Maria sebagai pemiliknya, dengan cara menyediakan rumah ini secara gratis bagi para peziarah yang ingin menemui Bunda Maria."

Rumah seluas 200 meter persegi dan berlantai dua itu memiliki dua ruang terbuka yang cukup luas. Di kedua ruang itu disediakan sejumlah tikar sebagai alas tidur bagi para peziarah. Juga terdapat dua kamar tertutup yang berisi tempat tidur dan kasur busa yang sederhana untuk pasangan suami-isteri. Rumah yang terletak 25 meter sebelah barat Gua Maria Sendangsono itu bisa menampung sekitar 80 orang.

Nama Sendangsono berarti "mata air yang mengalir di bawah pohon." Dari sinilah benih-benih iman Katolik mulai disebarkan 100 tahun lalu di Jawa. Pada 14 Desember 1904, Pastor Frans van Lith SJ memberkati mata air itu dan menggunakan air itu untuk membaptis 171 orang Jawa. Merekalah umat Katolik Jawa yang pertama.
Gua Maria Sendangsono dikelola oleh Paroki St. Maria Lourdes di Promasan, barat laut Yogyakarta.

Gua itu merupakan Gua Maria paling terkenal di tanah air.
Tanah tempat mata air yang digunakan oleh Pastor van Lith dan Gua Maria Sendangsono itu adalah milik keluarga Suparto. Salah seorang anggota keluarga itu adalah orang Katolik Jawa yang dibaptis pertama kali di sana. Keluarga itu memberikan sebidang tanah seluas 3.000 meter persegi kepada Gereja.

Rumah untuk para peziarah itu dibangun di dekat rumah Suparto, tempat kelahirannya. Di sana, ia menjual makanan, minuman, dan berbagai benda rohani.
Suparto menjelaskan bahwa ia membangun rumah itu karena merasa prihatin dengan para peziarah, khususnya orang tua, yang datang untuk berdoa kepada Bunda Maria.

Mereka sering berdoa hingga larut malam atau dini hari, kemudian tidur di tempat terbuka, katanya. Sekarang, jika udara di luar sangat dingin, mereka bisa "masuk ke rumah itu untuk melanjutkan doa mereka."
Berdoa dan berpuasa hingga larut malam merupakan bagian dari tradisi spiritual di Jawa. Warga desa, khususnya orang tua, menjalani matiraga selama hari-hari dalam kalender Jawa yang dianggap memiliki nilai spiritual untuk memperkuat diri mereka. Untuk melaksanakan tradisi yang mengakar dalam mistik Jawa ini, umat Katolik berdoa di sejumlah Gua Maria, termasuk Sendangsono.

Suparto mengatakan, ia tidak pernah berhenti bersyukur kepada Allah karena ia dilahirkan di dekat Gua Maria Sendangsono, "magnet" yang menarik banyak peziarah, bahkan dari manca negara.
"Kakek buyut saya adalah salah seorang dari 171 orang Katolik Jawa pertama yang dibaptis hampir 100 tahun lalu oleh Pastor van Lith. Saya merasa sangat bangga dan bersyukur, dan hal ini tidak bisa digantikan oleh apa pun juga," lanjutnya. Suparto menekankan bahwa rumah yang diberkati oleh Uskup Agung Semarang Mgr Ignatius Suharyo saat pembukaan Tahun Yubileum Agung 2000 itu bukan merupakan sebuah hotel atau losmen tapi memberikan penginapan gratis.

"Mengapa? Karena selama bertahun-tahun saya merasa dimanjakan oleh Tuhan," katanya.


"Kendati hanya bekerja sebagai seorang sopir, saya berjanji kalau sudah pensiun saya akan membangun rumah bagi orang-orang yang ingin menemukan sesuatu yang amat penting yang hilang dari hidup mereka, yakni iman."


Suparto menggunakan uang pesangon untuk membuka warung kecil yang menyediakan makanan, minuman, dan benda-benda rohani. Keuntungan hasil penjualan itu digunakan untuk membangun sebuah rumah bagi para peziarah. Beberapa peziarah memberi sejumlah uang untuk membayar "biaya listrik dan petugas kebersihan," katanya.
Ia mengutip Injil St. Yohanes tentang seorang buta yang disembuhkan oleh Yesus di Kolam Siloam.

"Saya berharap, rumah ini bisa menjadi tempat istirahat setelah para peziarah mencari dan menemukan kesembuhan jasmani maupun rohani di sendang ini," katanya, sambil merujuk pada Sendangsono.
Wisma Siloam telah melayani ratusan peziarah termasuk beberapa dari Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Malaysia, Singapura, dan Thailand.

1 comment:

Mang Bedjo Manyun said...

Wah, mau dong kontaknya kalo ada. Tgl 3 November mau tirakatan ke sono. Harus book dulu atau boleh masuk begitu saja?
Terima kasih.