Tuesday 16 September 2008

The Last Supper Disusupi Teori Konspirasi

MESKI sudah empat bulan meninggalkan alam fana sejak tabrakan maut di La Place de l'Alma Sungai Seine di Paris, 31 Agustus silam, namun hingga kini banyak orang masih dihinggapi rasa penasaran.

Banyak yang bertanya-tanya dengan sedikit curiga, apakah tragedi di terowongan Sungai Seine yang menewaskan Putri Diana, pacarnya Dodi Al Fayed, dan sopirnya Henri-Paul, itu kecelakaan murni atau ada faktor ekstern lain yang menyebabkan ketiga orang "mati muda" sebelum waktunya?

Hasil investigasi kepolisian Perancis yang juga diyakini Istana Buckingham Inggris masih terfokus pada kesimpulan: tabrakan maut itu terjadi karena sopir Henri-Paul ngebut dan teler setelah kebanyakan minum alkohol. Satu hasil penyidikan yang relatif bisa diterima mayoritas masyarakat dunia, meski "kunci jawaban" atas pertanyaan krusial sebenarnya masih menunggu isi "nyanyian" Trevor Rees-Jones, mantan pengawal mendiang Dodi yang juga satu-satunya korban selamat.

Sayang, penyakit amnesia masih menjadi kendala bagi Rees-Jones untuk bisa menjawab teka-teki itu.

Lain di dunia Barat, lain di dunia Arab dan khususnya Mesir, asal keluarga besar Al Fayed. banyak kalangan dari dunia Arab meragukankebenaran "teori koinsidensi", sebuah argumen yang intinya berfokus pada penalaran berdasarkan alur logika rentetan sebab yang logis. Henri-Paul mabuk karena terlalu banyak minum alkohol dan terpaksa ngebut guna menghindari kejaran para papparazi. Jadi, tabrakan itu murni karena "human error" dan bukan karena faktor-faktor lainnya.
***
NAMUN, masyarakat Mesir dan mayoritas dunia Arab kurang bisa menerima "teori koinsidensi". Sebaliknya, banyak media Arab lantas mengembangkan "teori konspirasi" yang intinya berfokus pada adanya kemungkinan mendiang Putri Diana sengaja dibunuh oleh agen-agen dinas rahasia Inggris "M16".

Mantan istri pewaris Tahta Kerajaan Inggris Pangeran Charles, kata penulis Mesir Ahmed Atta dalam bukunya Assasination of A Princess (Terbunuhnya Seorang Putri), layak "dilibas" karena skandal asmaranya dengan Dodi Al Fayed dianggap memalukan bagi keluarga Istana Buckingham.

Desakan segera melenyapkan Diana semakin menguat, jelas argumentasi "teori konspirasi", terlebih setelah berhembus isu kuat Diana tengah mengandung benih Dodi, berniat kawin dengannya dan masuk Islam. Menurut teori konspirasi, sulit bagi Istana Buckingham menerima
bekas menantunya menikah dengan warga asing keturunan Arab.

"Bagaimana Ratu Elizabeth bisa menutupi rasa malunya, kalau Diana sampai dinikahi Dodi Al Fayed, masuk Islam, dan punya anak. Berarti Pangeran William yang akan mewarisi tahta Kerajaan Inggris nantinya akan punya suadara tiri keturunan Arab dan Muslim, satu hal yang tak mungkin disambut hangat oleh kalangan istana," kata Ilham Sharshar, wartawan harian Al-Ahram yang meyakini kebenaran teori konspirasi.

Menurut Kantor Berita Associated Press (26/12) yang mengutip penyataannya, mendiang Putri Diana pernah menyampaikan niatnya masuk Islam kepada kawan akrabnya yakni Jemima Goldsmith, seorang warga Inggris yang menjadi Muslim setelah menikah dengan bintang cricket asal Pakistan, Imran Khan. "Mendiang Putri Diana tengah mempertimbangkan kemungkinan itu," tulis Sharshar dalam bukunya Diana, A Princess Killed by Love (Diana, Seorang Putri yang Mati karena Cinta) seperti dikutip AP, kemarin.
***
TEORI koinsidensi tumbuh subur di dunia Barat. Sementara, teori konspirasi tak kalah tenarnya di kalangan orang-orang Mesir. Takkurang kuatnya pengaruh teori "pembunuhan berencana" itu telah mendorong Nabih el-Wahsh, seorang pengacara, berniat mengajukangugatan resmi di pengadilan Cairo, Mesir. Intinya ia menggugat dinas rahasia Inggris "M16" dan Istana Buckingham yang menurut pendapatnya pihak paling bertanggung jawab atas tewasnya Diana, Dodi Al Fayed, dan Henri-Paul.

"Saya punya banyak bukti ke arah itu, meski semuanya itu saya ambil dari media massa Arab," katanya kemarin. "Mereka merasa perlu membunuhnya karena tak bisa menerima kehadiran bayi lain keturunan Arab," tandasnya.

Berbeda dari yang lain, Khairi Beshera, seorang warga Mesir, lebih suka memilih cara lain untuk mengabadikan Putri Diana. Sesuai dengan keahliannya sebagai sutradara yang sering berpartisipasi menggelar karya-karyanya dalam aneka festival film di Eropa, ia berniat membuat film semidokumenter tentang biografi mendiang Putri Diana dengan bintang-bintang dari Mesir. Ia sudah berketetapan akan memberi judul The Last Supper (Perjamuan Terakhir) kepada filmnya yang menurut rencana akan dimulai syutingnya awal bulan depan.

"Bagaimanapun saya tak bisa menghindarkan diri dari pengaruh teori konspirasi itu sekalipun terasa sangat naif bagi saya," katanya di Cairo, kemarin. (Mathias Hariyadi)

Written and published for Kompas, Sabtu, 27 Dec 1997
Halaman: 7 Penulis: RYI
Ukuran: 5018

No comments: