Tuesday 3 June 2008

Zo Odori Okinawa (浜千鳥)


Hamachidori, Tarian Rindu Okinawa



SEORANG penari tunggal, berkimono warna biru dan bertelanjang kaki, berdiri tenang di pusat panggung. Diiringi musik tradisional sederhana secara playback dari kaset, menarilah Izumi Higa (32), penari asal Ryukyu, Okinawa (Jepang) menghibur penonton di Auditorim Pusat Kebudayaan Jepang di Summitmas Tower Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan.


Jumat (6/8) petang lalu adalah hari pertama Izumi menunjukkan kebolehannya membawakan tarian tradisional Okinawa kepada publik Jakarta. Ikut dalam misi kesenian ini adalah Nana Miyagi (30), ahli tekstil Okinawa. Pameran tekstil dan keterangan detailnya oleh Nana tampil mendahului tarian Izumi. Di akhir acara, Izumi yang ramah bersedia menyediakan diri mengajari sejumlah penonton menarikan tarian rakyat khas Okinawa ini.


LAUTAN luas yang mengepung Kepulauan Okinawa (sekitar dua jam terbang dari Tokyo) rupanya cukup memberi pengaruh terhadap budaya Okinawa, termasuk tariannya. Okinawa yang mempersepsikan laut sebagai istana dewa-dewi akhirnya melahirkan tarian sebagai ekspresi semangat religius mereka terhadap dewa-dewi. Sementara, doa terungkap lewat nyanyian.


Perspektif kosmologi itu juga mencuat kuat dalam pilihan kostum Izami. Sebuah kimono dari kain bergaya kasuri yang berpola percikan terbuat dari benang tenunan celup melekat erat pada tubuh Izumi yang lentur. Inilah jenis kain yang bisa membuat bayangan birunya (laut) di atas hitam akibat celupan alami terbuat dari tumbuhan semacam nila di Ryukyu.


Berbeda dari tarian klasik atau istana, tarian yang dibawakan Izumi konon lebih melambangkan aliran zo odori-sebuah aliran tarian khas Ryukyu-yang berakar pada keseharian masyarakat Okinawa. Tarian Hamachidori (burung camar terbang) bernapaskan semangat zo odori, dibawakan Izumi sebagai ekspresi gerak melambangkan gejolak perasaan dan tingkah laku warga Okinawa.


Pada tarian ini terlihat gerak-gerak kecil, dengan gerakan tangan sangat mendominasi tarian. Pada tarian rakyat sepanjang kurang lebih lima menit itu, dua tangan Izumi nyaris tak pernah berhenti bergerak. Sesekali tangannya membentuk konfigurasi gambaran setengah lingkaran dan kali lain membentuk lingkaran penuh. Gerakan tangan membentuk setengah lingkaran melambangkan sikap manusia ketika menyambut kedatangan dewa-dewi.


Hamachidori yang termasuk tarian rakyat ini, kata Izumi, pada intinya ingin mengekspresikan gejolak emosi perempuan muda Okinawa saat dirundung perasaan rindu kepada kekasihnya yang tengah bepergian jauh. Rasa rindu teramat mendalam inilah yang membuat gadis ini lalu
merasa diri telah "bermetamorfose" menjadi seekor burung yang mampu terbang menembus batas-batas awan agar bisa menemui kekasihnya. Gerakan-gerakan tangan itulah simbol kerinduan yang mendalam kepada sang kekasih. (Mathias Hariyadi)


TARIAN LANGKA - Menyaksikan tari Hamachidori yang merupakan tarian rakyat dari wilayah bekas Kerajaan Ryukyu (Okinawa) Jepang adalah sebuah keberuntungan. Selain langka, tarian ini juga jarang dipentaskan di luar Jepang. Izumi Higa (32) membawakan Hamachidori di Auditorium Pusat Kebudayaan Jepang di Jakarta, Jumat (6/8) malam lalu.

Foto: Kompas/Mathias Hariyadi

No comments: