Sunday, 1 June 2008

Kapak Haus Darah Mel Gibson


Old World versus New World

PERANG tak hanya melahirkan keberingasan, kebrutalan, dentuman mesiu, darah segar yang memuncrat, dan perasaan tercekam di hati manusia. Lebih dari itu, konflik politik antarbangsa yang berujung pada adu senjata untuk saling mematikan juga bisa memunculkan dendam kesumat.

Jiwa manusia yang terkurung nafsu amarah dan perasaan dendam kesumat inilah yang akhirnya membawa Benjamin Martin (Mel Gibson), seorang veteran Perang Perancis dan Indian, pada satu tekad kuat: ingin menuntut balas atas kematian putranya, Thomas. Bak seekor harimau lapar yang terjaga dari tidur panjangnya, darah beringas Benjamin kembali bergolak setelah di depan matanya sendiri Thomas mati secara mengenaskan oleh tembakan Kolonel William Tavington (Jason Isaacs), seorang perwira anggota pasukan "Jubah Merah" Kerajaan Inggris.

Thomas mati setelah ia nekat menjadikan dirinya sebagai "tameng hidup" kakaksulungnya, Gabriel Martin (Heath Ledger) yang akan digantung di luar kota sebagai seorang pecundang. Maklum, anak sulung Benjamin yang pemberani ini adalah anggota laskar pejuang Amerika yang waktu itu tengah gigih berjuang menentang kolonialisme Inggris di Amerika, sebuah dunia baru alias The New World untuk membandingkannya dengan Inggris sebagai The Old World.


Aksi penyergapan terhadap sebuah konvoi pasukan Inggris oleh Benjamin bersama dua anaknya yang masih bocah berhasil membebaskan Gabriel sekaligus membuat pasukan "Baju Merah" kocar-kacir. Kejadian ini akhirnya melahirkan semacam mitos ketakutan di kalangan pasukan Inggris: Gabriel berhasil diselamatkan oleh seorang milisi Amerika yang teramat pintar, tangguh, sekaligus terampil menggunakan senjata kapak "Cherokee" Indian. Hantu "Cherokee" Indian inilah yang kemudian menjadi sebuah teka-teki besar bagi seluruh anggota pasukan Inggris pimpinan Jenderal Lord Cornwallis (Tom Wilkinson).


WILAYAH Carolina Selatan tahun 1776. Inilah era ketika tengah berkecamuk aksi pergolakan kaum patriotik Amerika melawan hegemoni kekuasaan pemerintah Inggris di bawah pimpinan Jenderal Lorn Cornwallis. Meski namanya harum di kalangan para pejuang Amerika sebagai veteran Perang Perancis dan Indian, namun sejak awal Benjamin sudah tegas menyatakan diri enggan terlibat lagi dalam konflik senjata melawan Inggris.


"Kalau Anda semua menanyakan apakah saya ingin berperang melawan Inggris, jawaban saya jelas: Tidak! Saya telah terlibat dalam banyak perang dan kini saya punya keinginan untuk mengulangi hal sama. Kini, saya lebih merasa diri seorang bapak dengan tujuh orang anak. Istrisaya telah lama meninggal, lalu bersama siapa anak-anak saya akan tinggal kalau saya berangkat ke medan laga," ujar Benjamin Martin di hadapan segenap anggota Majelis Charleston yang tengahmempertimbangkan kemungkinan angkat senjata melawan Inggris yang tengah bercokol di bumi Carolina Selatan.


Namun, kematian Thomas oleh keberingasan Kolonel Tavingtonmenyeret Benjamin Martin ke sebuah permusuhan pribadi dengan perwira anggota pasukan Inggris ini. Api kemarahannya semakin besar lagi, setelah belakangan ia juga mendapati putra sulungnya, Gabriel Martin, ikut tewas akibat sabetan pedang sang kolonel berperilaku bengis ini. Ujung-ujungnya, sebuah aksi balas dendam pun mulai dirancang rapi oleh Benjamin.

Itulah sebabnya mengapa dalam film sepanjang nyaris 2,5 jam yang sarat adegan adu moncong senjata dan banyonet, duel tembakan artileri, dan mayat bergelimpangan di mana-mana dengan luka menganga ini dengan mudah bisa ditebak inti masalahnya: aksi dendam Benjamin membalas kematian dua anaknya.


Di tengah fokus cerita inti inilah kemudian masuk sebuah tema besar yakni perang patriotisme kaum masyarakat "Dunia Baru" melawan hegemoni pasukan Inggris yang berasal dari wilayah "Dunia Lama".


Namanya saja sebuah film perang, jadi jangan heran pula kalau di banyak adegan ini banjir darah segar terasa mengalir deras. Sebuah konsep film perang yang nyaris mengingatkan kita pada gambaran jelas tentang kebrutalan manusia di tengah suasana perang seperti pernahditunjukkan film Saving Private Ryan garapan Steven Spielberg atau film Full Metal Jacket karya mendiang sutradara Stanley Kubrick.


Ini tak mengherankan, karena film produksi Mutual Film Company Centropolis entertainment dibuat berdasarkan skenario Robert Rodat yang di tahun 1998 dijagokan sebagai calon penulis skenario terbaik untuk anugerah Piala Oscar Tahun 1998 atas karyanya di filmSaving Private Ryan. Kali ini, sutradara Roland Emmerich-lah yang mengerjakan film The Patriot yang selain menampilkan bintang asal Austalia, Mel Gibson, juga menghadirkan Chris Cooper sebagai Kolonel Burwell, Lisa Brenner (Anne Howard) dan ribuan figuran lainnya.


Menyaksikan kelihaian Benjamin memainkan senjata kapak Indian "Cherokee"-nya, jadilah The Patriot ini sebuah film laga berlatar belakang perang di South Carolina ketika kaum patriotik Dunia Baru menentang hegemoni kekuasaan pasukan Dunia Lama yang tiran dan bengis. (Mathias Hariyadi)


SANG PEJUANG - Veteran perang dengan semangat juang tak pernah pupus, Benjamin Martin (Mel Gibson), di tengah berkecamuknya perang kaum nasionalis Amerika melawan hegemoni kekuasaan Kerajaan Inggris seperti tampak dalalm film terbarunya, The Patriot, produksi Columbia/TriStar.


Written by Mathias Hariyadi
Published by Kompas, Sunday 20 July 2000

Database Kliping MATHIAS HARIYADI
"The Patriot", Kapak Haus Darah Mel Gibson
KOMPAS - Minggu, 30 Jul 2000
Halaman: 19 Penulis: ryi Ukuran: 5520 Foto: 1

"THE PATRIOT", KAPAK HAUS DARAH MEL GIBSON

No comments: