Sunday, 13 April 2008

Restu Menari untuk Robert Wilson

Restu, Burung Hantu Lincoln Center

BAGI penari Restu Imansari Kusumaningrum (34), bisa mengikuti hajatan seni Lincoln Center Festival di New York (AS) sudah barang tentu merupakan keberuntungan besar. Inilah pengalaman luar biasa baginya, ketika tanggal 7-10 Juli lalu penari mungil ini naik pentas di New York State Theater

Kerja keras Restu selama setengah tahun terakhir ini akhirnya membuahkan hasil. Ia diikutkan dalam pementasan perdana teater-tari The Days Before: Death, Destruction, and Detroit III di New York State Theater, gedung pertunjukan paling bergengsi di jantung Kota New York.

Pentas perdana The Days Before: Death, Destruction, and Detroit Iterjadi di Schaubühne, Berlin (Jerman) tahun 1979, dan tahun 1987 digelarlah The Days Before: Death, Destruction, and Detroit II di tempat yang sama.

Restu berhak merasa bangga. Betapa tidak, konsep pergelaran seni teater-tari itu lahir dari tangan dingin Robert Wilson (57), sutradara kaliber internasional kelahiran Texas (AS). The Days Before: Death, Destruction, and Detroit III yang berdurasi 105 menit itu berkisah tentang proses kehancuran dan rekonstruksi manusia dalam perspektif sejarah, konsep, fantasi apokaliptik, mulai dari zaman kuno sampai modern.

Nama Wilson menjadi magnet, karena publik AS mengenalnya berkat pementasan teater-musik Einstein on the Beach (1976), The Civil Wars: A Tree is Best Measured When It is Down -keduanya berkolaborasi dengan Philip Glass- dan Longherin di Metropolitan Opera (New York) tahun lalu.

Nama besar lain yang terlibat dalam pementasan ini adalah Ryuichi Sakamoto sebagai penata musik. Inilah musikus kaliber dunia di dunia musik kontemporer yang pernah menyabet Oscar dan Grammy Award untuk komposisinya dalam film The Last Emperor karya sutradara Italia Bernardo Bertolucci. Lainnya, aktris cantik Isabella Rossellini, bintang opera Inggris Fiona Shaw, dan sejumlah seniman beken lainnya dari berbagai belahan dunia.

Yang pasti, berkat peran pentingnya sebagai The Owl (Si Burung Hantu) di Lincoln Center Festival itulah Restu bisa mewujudkan impiannya, manggung di New York State Theater yang amat bergengsi. Kalau saja pengalaman itu bisa mewakili kisah sukses perjalanan "karier" Restu sebagai penari, bolehlah penari kelahiran Bogor 5 Mei 1965 ini merasa bangga mendapatkan peluang istimewa itu. Terlebih ketika seniman Indonesia yang pernah tampil di gedung yang sama hingga kini masih bisa dihitung dengan jari, karena jumlahnya tak lebih dari tiga orang saja.

Keikutsertaan Restu dalam The Days Before: Death, Destruction, and Detroit III itu secara langsung bisa memenuhi keinginan Wilson. Yakni ambisinya untuk "mengisi" pentas teater-tarinya itu dengan seorang penari asli dari kawasan Asia. Bahwa akhirnya Restu dipilih, ini tentu merupakan kenangan istimewa bagi penari berdarah campuran Jawa-Padang ini.

The Days Before: Death, Destruction, and Detroit III sendiri adalah adaptasi Wilson atas buku L'isola del giorno prima (1995) karya novelis kondang Italia Umberto Eco. Edisi Inggris novel tentang kisah seorang korban selamat dari bencana kapal karam pada abad XVII ini berjudul The Island of the Day Before.
***
Begitu pentingnya pertunjukan ini, harian terkenal The New York Times edisi 4 Juli lalu sampai menurunkan dua artikel panjang tentang pertunjukan itu, lengkap dengan display foto-foto. Restu pantas bangga, ketika fotonya sebagai The Owl (Si Burung Hantu) hasil jepretan James Hill terpajang bersama The Rooster (Si Ayam Jago) di koran terkenal itu.

Semua itu, kata Restu di Jakarta beberapa waktu lalu, tentu tak bisa dipisahkan dari kisah perkenalannya yang unik dengan Wilson. Padahal, jelasnya, awal perkenalannya dengan Wilson itu terjadi secara kebetulan saja.

Kira-kira tiga tahun lalu, bersama sejumlah teman akrabnya dari berbagai negara ia tengah menikmati liburan pendek di Ubud (Bali). Selain semata-mata demi piknik, kesempatan itu dipakai Restu untuk keperluan recharging-mengisi kembali energi tarinya dari para seniman tari Ubud. Dalam perjalanan keliling Ubud itulah, tanpa sengaja Restu lalu "menemukan" Wilson.

"Dalam sebuah pertunjukan tari di Ubud, saya duduk bersebelahan dengan seorang pria bule. Ketika tarian itu selesai, entah mengapa saya tiba-tiba mengomentari satu-dua hal dan menyebut nama Robert Wilson. Ternyata pria bule itu adalah Wilson yang baru saya ketahui ketika ia sendiri mengatakan,"Here I am, Robert Wilson!," jelas penari yang pernah tampil dalam Gora Goda bersama Kang Manhong dari Korea Selatan ini.

Diakuinya, jauh hari sebelum mengenal Wilson, insinyur lanskap lulusan Universitas Trisakti Jakarta ini sudah "menaruh hati" terhadap Wilson. "Kekaguman saya terhadapnya semata-mata berawal dari rasa ingin tahu saya sebagai seorang pecinta ilmu lanskap. Yakni ingin mencari jawaban atas pertanyaan mengapa di setiap bentuk keseniannya, Robert Wilson selalu berhasil dan piawai memadukan seni arsitektur, tata lampu canggih, dan tentu saja tarian beragam yang semuanya bernuansa eksotik," ungkapnya.
**
USAI perkenalan dan basa-basi itu, tiba-tiba saja Wilson tanpa sungkan memintanya agar mau menarikan sejumlah tari-tarian tradisional kepadanya. Segeralah Restu menari di hadapan Wilson untuk membawakan berbagai cuplikan tari Bedoyo dan Srimpi dari khasanah tari Jawa, Janger dan Legong dari khasanah tari Bali.

"Tanpa saya duga, Wilson menyambut baik tarian saya. Katanya, pertimbangan penting mengapa ia menyukai gaya tarian saya adalah karena sekali lagi katanya, saya menari dengan jiwa dan bukan dengan tubuh," tandas Restu mengulangi pernyataan Wilson, ketika pertama kali bertemu dalam sebuah audisi informal di Ubud.

Restu Kusumaningrum and David Halpert Get Married in NY

Restu Imansari Kusumaningrum and David Cyrus Halpert were married in New York on Friday by Judge Pierre N. Leval of the United States Court of Appeals for the Second Circuit in New York, who officiated in his chambers.

The bride, 40, is keeping her name. She is a choreographer of traditional Javanese and Balinese classical dance who has taught and performed in Europe, Asia, Latin America and the United States. She was an artistic coordinator of "I La Galigo," the Indonesian epic which had its American premiere at Lincoln Center.

She is a daughter of Ratna Mayar Sultan Penghulu and Arie Lastario Kusumadewa of Jakarta, Indonesia. Her father is a founder and the chancellor of Nusa Bangsa University in Bogor, Indonesia.

The bridegroom, 39, is the founder and the managing partner of Prince Street Capital Management, an investment firm in New York. He graduated from the University of California, Berkeley, and received an M.B.A. from Harvard.

He is a son of Evelyn J. Halpert and Edward R. Halpert of New York. His mother retired as the head of the Brearley School in New York. His father, also retired, was a founder and partner in Tussah Fabrics of New Jersey, a textile manufacturing and retailing company in Short Hills.

The couple met in Jakarta in 1992 at a reading.

No comments: