Sunday, 8 June 2008

Jerat Asmara di Menara Kembar KL

"Entrapment": Maaf, Keahlianku Mencuri ...

MAUNYA membekuk pencuri, tetapi ujung-ujungnya teringkus rasa cinta dengan calon korbannya. Itulah Entrapment, film yang mengisahkan upaya keras Virginia "Gin" Baker (Catherine Zeta-Jones yang pernah main dalam The Mask of Zorro), seorang penyelidikperusahaan asuransi di New York, yang ingin membekuk Robert "Mac" MacDougal (Sean Connery). Yang disebut terakhir itu tersangka utama atas kasus hilangnya lukisan Rembrandt dari sebuah gedung bertingkat di kawasan Manhattan, New York.

Gin dan terlebih bosnya Hector Cruz (Will Patton), sangat berkepentingan menangkap Mac, karena mereka ingin menyelamatkan aset perusahaannya dari tuntutan klaim sebesar 24 juta dollar AS akibat hilangnya lukisan mahal itu. Cruz sengaja mengumpankan anak buahnya yang cantik, Gin, sebagai perangkap guna meringkus Mac.


Hanya saja, Mac si maling cepat tanggap. Dia jerat calon penjeratnya dengan "jerat asmara". Singkat kata, Mac dan Gin malah menjadi sekutu yang lalu merancang aksi pencurian lain-sebuah patung antik bernilai jutaan dollar AS.

Tidak seperti film thriller lain yang mengumbar "dar-der-dor" atau aksi baku hantam penuh darah, sebaliknya Entrapment sangat hemat dalam hal ini. Yang digarap terutama adalah konflik-konflik batin, dari dua sosok yang semula saling "memburu", perlahan berubah menjadi sepasang pencuri ulung yang bahu-membahu.


Sean Connery tampil sebagai sosok pribadi yang cenderung introvert dengan ekspresi muka sangat dingin. Sementara Catherine Zeta-Jones yang tergolong pendatang baru, tampil mengesankan dengan sensualitasnya.


Film yang membikin Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad berang karena gemerlap Kota Kuala Lumpur dimanipulasi dengan pemandangan kawasan kumuh di antara gedung-gedung tinggi ini, memang penuh manipulasi optik. Di luar kepentingan Mahathir, betapa pun manipulasi-manipulasi optik itu dalam banyak hal justru menyenangkan belaka. Zeta-Jones bisa merambat tembok seperti laba-laba. Ia kemudian menjatuhkan diri dengan gerakan elok seperti kucing. Pada kesempatan yang lain lagi, ia menekuk-nekuk torso-nya untuk menghindari tali-temali-tanda sinar laser.


Mereka menjadi pasangan maling yang piawai. Mereka berusaha membobol brankas di Kantor Pusat Petronas (semacam Pertamina di sini) di jantung Kota Kuala Lumpur, Malaysia. Nah, pemandangan Kota Kuala Lumpur ini yang membikin Pemerintah Malaysia marah.


Dalam pembobolan itu, mereka memanfaatkan momentum lumpuhnya teknologi komputer saat terkena millenium bug persis di awal datangnya milenium ketiga, tahun 2000.


Aktual, penuh tipu daya, menyenangkan, itulah Entrapment. Di situ kita disuguhi maling yang sudah berkategori "maestro" dengan gerak serba kilat. Rumusnya; terlambat satu menit dan tak muncul-muncul, itu artinya saya sudah mati. (Mathias Hariyadi)

SEAN CONNERY - Salah satu adegan dalam film Entrapment yang dibintangi oleh aktor Sean Connery.

Data Klipping Mathias Hariyadi 222.124.79.135 Entrapment Maaf, Keahlianku Mencuri ... KOMPAS - Sabtu, 28 Aug 1999 Halaman: 21 Penulis: RYI Ukuran: 3093

Wednesday, 4 June 2008

Jikumerasa

Jikumerasa, Pantai Andalan Pulau Buru


JIKUMERASA. Begitu nama pantai terpopuler di Pulau Buru. Meski belum ditetapkan sebagai daerah tujuan wisata (tourist site), namun pantai itu ramai dikunjungi masyarakat, terutama setiap hari libur. Memiliki hamparan pasir putih sepanjang empat kilometer, Jikumerasa yang berlokasi tak jauh dari kawasan pemukiman, memikat perhatian. Ditambah kondisi pasir putihnya yang lembut, Jikumerasa layak menjadi objek wisata pantai. Bila siang hari, hamparan pasir putih mirip permadani putih raksasa.

Tapi Jikumerasa bukan hanya pasir putih. Ia juga indah berkat deburan ombak-ombak kecil. Berenang di antara gemericiknya ombak tentu menimbulkan keasyikan dan kenikmatan tersendiri. Semua berkesan alami. "Pantai ini tak kalah dibanding Pantai Kuta di Bali," ujar warga setempat.

Tak heran jika Jikumerasa di Kecamatan Buru Utara Timur (BUT), Pulau Buru, kini menjadi tempat rekreasi warga setempat. Ratusan warga Namlea, BUT, dan warga Airbuaya, Kecamatan Buru Utara Barat, biasa pergi ke Jikumerasa untuk rekreasi. Air laut yang bening memungkinkan pengunjung menyaksikan indahnya rumput laut di dasar pantai. Alam pantai yang langsung ke lautan lepas memberi gambaran nyata, panorama pantai Pulau Buru memang indah.

Tak berlebihan mengatakan, Jikumerasa bisa menjadi wisata pantai andalan Pulau Buru. Peluang menjangkau pantai yang menyimpan pesona alam itu tak sulit. Transportasi darat dari arah Namlea, "Ibu Kota" Kecamatan BUT ke Jikumerasa lancar. Angkutan umum tersedia sejak pagi hingga sore. Ongkosnya Rp 1.000 per orang sekali jalan. Kondisi jalan mulus dan serba lurus sepanjang 25 kilometer jelas akan memberikan kenyamanan perjalanan hingga sampai tujuan.

Sejak dari Namlea, bukit-bukit kecil di kanan-kiri jalan menambah indahnya panorama alam geografis Pulau Buru. Sementara di km 2 selepas Namlea, pemandangan khas hutan yakni alam savana yang ditumbuhi pohon kayu putih menghiasi pemandangan di kanan-kiri jalan. Pemandangan sama masih bisa dilihat hingga sampai di km 10. Sesekali aroma khas bau minyak kayu putih terasa menyentuh hingga ke ujung hidung, terbawa hembusan angin laut. Tak ketinggalan suasana teduh bisa dirasakan, ketika melintasi kawasan pengembangan tanaman kelapa milik warga setempat. Semilir hembusan angin dari Laut Seram menjadikan hawa lebih sejuk.

Permukiman nelayan tradisional ada di sisi kanan-kiri jalan. Di sepanjang kawasan permukiman itulah, para pelancong bisa menyaksikan warga menggelar aneka jenis ikan laut hasil tangkapan malam sebelumnya. Dibanding di Pasar Namlea, harga ikan di pasar "tepi jalan" itu jauh lebih murah. Selain itu, kondisi ikan juga jauh lebih segar karena baru saja diambil dari laut.

Pesona lainnya, sekelompok anak-anak desa yang suka bermain gasing di halaman rumah. Sementara, hewan piaraan penduduk seperti sapi, kambing dan kerbau dibiarkan begitu saja merumput di tepi jalan. "Hati-hati mengendarai mobil di sepanjang jalan di Pulau Buru, karena bisa jadi hewan-hewan itu secara tiba-tiba menyeberang jalan tanpa mau menoleh ke kanan atau ke kiri terlebih dahulu," kata Frans, warga setempat.

"SELAIN hamparan pasir putihnya luas, orang bisa mandi di laut tanpa harus merasa takut digulung ombak. Yang jelas, tiap kali habis dolan ke sini, pengunjung mengaku merasa puas," kata Laras (27), warga Desa Waetele, sekitar 45 km dari Jikumerasa, yang mengaku suka menghabiskan waktu luangnya dengan mandi di pantai Jikumerasa. Sementara Awad Bahasoan (40), warga setempat, berpendapat, "Tak pernah ada sajian khusus digelar penduduk setempat. Mereka hanya mandi di air laut dan bermain pasir putih di bawah rimbunnya kelapa milik warga." Mungkin, tambahnya, para pengunjung juga merasa senang menyaksikan indahnya ikan-ikan laut berenang di antara sela-sela batu karang atau rumput laut yang tumbuh.

"Di sini orang juga bisa melihat perbedaan kedalaman laut. Yang transparan dan airnya bening, itu daerah dangkal. Yang hijau berarti cukup dalam, dan yang biru itu lebih dalam lagi," jelasnya. Sebagai warga asli kelahiran Jikumerasa, Awad Bahasoan tidak tahu darimana asal-usul nama Jikumerasa. Namun, menilik apa yang kelihatan dan ada di sana, katanya, di kawasan Pantai Jikumerasa ada empat buah jiku (berarti sudut -Red).

Jiku pertama ada di antara ratusan pepohonan kelapa yang rimbun dan tumbuh secara alami. Jiku kedua, tak jauh dari situ dengan suguhan hamparan pasir putih sangat luas. Jiku ketiga ada di lokasi permukiman penduduk di mana terdapat sebuah delta yang merupakan titik temu aliran arus air tawar dari gunung dengan arus air asin dari laut. Sedangkan jiku keempat ada di ujung kampung. "Setiap jiku punya karakter berbeda. Sejauh ini belum ditemukan adanya khasiat istimewa, selain sebagai tujuan wisata," jelas Awad Bahasoan.

CAMAT But Drs Muhammad Tatuhey berpendapat, untuk menyedot pengunjung lebih banyak ke Jikumerasa, Pemda Dati II Maluku Tengah perlu bertindak. "Kami menunggu kebijakan itu agar kita mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang pada gilirannya akan menggenjot derap pembangunan Pulau Buru," katanya.

Diakui, kendala terbesar di Jikumerasa adalah belum tersedianya sarana pendukung dan sarana rekreasi lainnya. "Memang susah. Karena di sana tak ada pedagang, maka para pengunjung bisa repot bila haus atau kelaparan," katanya. (Mathias Hariyadi)

PASIR PUTIH - Hamparan butir-butir pasir putih sepanjang hampir empat kilometer di Pantai Jikumerasa, Pulau Buru, Maluku Tengah, menjadi pesona tersendiri bagi masyarakat Kacamatan Buru Utara Timur. Kawasan pantai di tepi Laut Seram itu yang sehari-hari sepi itu dalam sekejab bisa menjadi ramai terutama pada hari-hari libur.

Photo credit: Kompas/Mathias Hariyadi

Tuesday, 3 June 2008

Zo Odori Okinawa (浜千鳥)


Hamachidori, Tarian Rindu Okinawa



SEORANG penari tunggal, berkimono warna biru dan bertelanjang kaki, berdiri tenang di pusat panggung. Diiringi musik tradisional sederhana secara playback dari kaset, menarilah Izumi Higa (32), penari asal Ryukyu, Okinawa (Jepang) menghibur penonton di Auditorim Pusat Kebudayaan Jepang di Summitmas Tower Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan.


Jumat (6/8) petang lalu adalah hari pertama Izumi menunjukkan kebolehannya membawakan tarian tradisional Okinawa kepada publik Jakarta. Ikut dalam misi kesenian ini adalah Nana Miyagi (30), ahli tekstil Okinawa. Pameran tekstil dan keterangan detailnya oleh Nana tampil mendahului tarian Izumi. Di akhir acara, Izumi yang ramah bersedia menyediakan diri mengajari sejumlah penonton menarikan tarian rakyat khas Okinawa ini.


LAUTAN luas yang mengepung Kepulauan Okinawa (sekitar dua jam terbang dari Tokyo) rupanya cukup memberi pengaruh terhadap budaya Okinawa, termasuk tariannya. Okinawa yang mempersepsikan laut sebagai istana dewa-dewi akhirnya melahirkan tarian sebagai ekspresi semangat religius mereka terhadap dewa-dewi. Sementara, doa terungkap lewat nyanyian.


Perspektif kosmologi itu juga mencuat kuat dalam pilihan kostum Izami. Sebuah kimono dari kain bergaya kasuri yang berpola percikan terbuat dari benang tenunan celup melekat erat pada tubuh Izumi yang lentur. Inilah jenis kain yang bisa membuat bayangan birunya (laut) di atas hitam akibat celupan alami terbuat dari tumbuhan semacam nila di Ryukyu.


Berbeda dari tarian klasik atau istana, tarian yang dibawakan Izumi konon lebih melambangkan aliran zo odori-sebuah aliran tarian khas Ryukyu-yang berakar pada keseharian masyarakat Okinawa. Tarian Hamachidori (burung camar terbang) bernapaskan semangat zo odori, dibawakan Izumi sebagai ekspresi gerak melambangkan gejolak perasaan dan tingkah laku warga Okinawa.


Pada tarian ini terlihat gerak-gerak kecil, dengan gerakan tangan sangat mendominasi tarian. Pada tarian rakyat sepanjang kurang lebih lima menit itu, dua tangan Izumi nyaris tak pernah berhenti bergerak. Sesekali tangannya membentuk konfigurasi gambaran setengah lingkaran dan kali lain membentuk lingkaran penuh. Gerakan tangan membentuk setengah lingkaran melambangkan sikap manusia ketika menyambut kedatangan dewa-dewi.


Hamachidori yang termasuk tarian rakyat ini, kata Izumi, pada intinya ingin mengekspresikan gejolak emosi perempuan muda Okinawa saat dirundung perasaan rindu kepada kekasihnya yang tengah bepergian jauh. Rasa rindu teramat mendalam inilah yang membuat gadis ini lalu
merasa diri telah "bermetamorfose" menjadi seekor burung yang mampu terbang menembus batas-batas awan agar bisa menemui kekasihnya. Gerakan-gerakan tangan itulah simbol kerinduan yang mendalam kepada sang kekasih. (Mathias Hariyadi)


TARIAN LANGKA - Menyaksikan tari Hamachidori yang merupakan tarian rakyat dari wilayah bekas Kerajaan Ryukyu (Okinawa) Jepang adalah sebuah keberuntungan. Selain langka, tarian ini juga jarang dipentaskan di luar Jepang. Izumi Higa (32) membawakan Hamachidori di Auditorium Pusat Kebudayaan Jepang di Jakarta, Jumat (6/8) malam lalu.

Foto: Kompas/Mathias Hariyadi

Monday, 2 June 2008

NAMA DAN PERISTIWA

Mang Udel alias Drs. Purnomo

UKULELE dan Mang Udel (77) ibarat dua sisi sekeping mata uang. Di mana pun Mang Udel berada, di situ pula aktor film kawakan yang punya nama lengkap dan asli Drs Raden Panji Purnomo Tedjokusumo ini tak pernah lupa membawa serta ukulele, alat musik kesayangannya.
Selanjutnya ya mulai jreng... jreng.. jreng....


Meski tak diminta orang agar dia menyanyi atau memainkan alat petik kesayangannya itu, ia tetap saja menyanyi dan memetik ukulele. Bahkan kalau perlu, menyanyikan lagu-lagu kroncong dengan lirik bahasa Belanda. Begitulah Mang Udel memperlakukan ukulelenya.

Namun pemandangan ini tak segera muncul saat ia didaulat panitia naik ke pentas, dalam acara seni bertajuk Mengenang Ismail Marzuki di Hotel Indonesia Jakarta beberapa hari lalu. Mang Udel tidak segera memainkan ukulelenya seperti dugaan dan harapan banyak orang.

Aktor layar lebar yang pernah sukses bermain dalam sinetron Losmen itu, ternyata memilih tarik suara tanpa iringan ukulelenya. Maka melantunlah sebuah tembang berjudul Halo Ibu, yang menurut dia betul-betul asli karya mendiang Bang Ma'ing -begitu Ismail Marzuki sering dipanggil akrab- namun banyak dilupakan orang. Mang Udel menyanyikan lagu itu penuh perasaan, lengkap dengan gaya seorang anak bila yang tengah menelepon ibunya saat hatinya dilanda kerinduanm mendalam akan kampung halamannya.

"Setiap kali melantunkan lagu itu, ingatan saya terbang nun jauh ke belakang ketika Bang Ma'ing masih hidup. Saya sengaja menyanyikan Halo Ibu, karena banyak orang tahunya lagu itu karya orang lain. Padahal saya tahu jelas, Halo Ibu adalah ciptaan Bang Ma'ing," ujar Mang Udel di balik layar. (Mathias Hariyadi)

Foto: Kompas/Mathias Hariyadi

Sunday, 1 June 2008

Kapak Haus Darah Mel Gibson


Old World versus New World

PERANG tak hanya melahirkan keberingasan, kebrutalan, dentuman mesiu, darah segar yang memuncrat, dan perasaan tercekam di hati manusia. Lebih dari itu, konflik politik antarbangsa yang berujung pada adu senjata untuk saling mematikan juga bisa memunculkan dendam kesumat.

Jiwa manusia yang terkurung nafsu amarah dan perasaan dendam kesumat inilah yang akhirnya membawa Benjamin Martin (Mel Gibson), seorang veteran Perang Perancis dan Indian, pada satu tekad kuat: ingin menuntut balas atas kematian putranya, Thomas. Bak seekor harimau lapar yang terjaga dari tidur panjangnya, darah beringas Benjamin kembali bergolak setelah di depan matanya sendiri Thomas mati secara mengenaskan oleh tembakan Kolonel William Tavington (Jason Isaacs), seorang perwira anggota pasukan "Jubah Merah" Kerajaan Inggris.

Thomas mati setelah ia nekat menjadikan dirinya sebagai "tameng hidup" kakaksulungnya, Gabriel Martin (Heath Ledger) yang akan digantung di luar kota sebagai seorang pecundang. Maklum, anak sulung Benjamin yang pemberani ini adalah anggota laskar pejuang Amerika yang waktu itu tengah gigih berjuang menentang kolonialisme Inggris di Amerika, sebuah dunia baru alias The New World untuk membandingkannya dengan Inggris sebagai The Old World.


Aksi penyergapan terhadap sebuah konvoi pasukan Inggris oleh Benjamin bersama dua anaknya yang masih bocah berhasil membebaskan Gabriel sekaligus membuat pasukan "Baju Merah" kocar-kacir. Kejadian ini akhirnya melahirkan semacam mitos ketakutan di kalangan pasukan Inggris: Gabriel berhasil diselamatkan oleh seorang milisi Amerika yang teramat pintar, tangguh, sekaligus terampil menggunakan senjata kapak "Cherokee" Indian. Hantu "Cherokee" Indian inilah yang kemudian menjadi sebuah teka-teki besar bagi seluruh anggota pasukan Inggris pimpinan Jenderal Lord Cornwallis (Tom Wilkinson).


WILAYAH Carolina Selatan tahun 1776. Inilah era ketika tengah berkecamuk aksi pergolakan kaum patriotik Amerika melawan hegemoni kekuasaan pemerintah Inggris di bawah pimpinan Jenderal Lorn Cornwallis. Meski namanya harum di kalangan para pejuang Amerika sebagai veteran Perang Perancis dan Indian, namun sejak awal Benjamin sudah tegas menyatakan diri enggan terlibat lagi dalam konflik senjata melawan Inggris.


"Kalau Anda semua menanyakan apakah saya ingin berperang melawan Inggris, jawaban saya jelas: Tidak! Saya telah terlibat dalam banyak perang dan kini saya punya keinginan untuk mengulangi hal sama. Kini, saya lebih merasa diri seorang bapak dengan tujuh orang anak. Istrisaya telah lama meninggal, lalu bersama siapa anak-anak saya akan tinggal kalau saya berangkat ke medan laga," ujar Benjamin Martin di hadapan segenap anggota Majelis Charleston yang tengahmempertimbangkan kemungkinan angkat senjata melawan Inggris yang tengah bercokol di bumi Carolina Selatan.


Namun, kematian Thomas oleh keberingasan Kolonel Tavingtonmenyeret Benjamin Martin ke sebuah permusuhan pribadi dengan perwira anggota pasukan Inggris ini. Api kemarahannya semakin besar lagi, setelah belakangan ia juga mendapati putra sulungnya, Gabriel Martin, ikut tewas akibat sabetan pedang sang kolonel berperilaku bengis ini. Ujung-ujungnya, sebuah aksi balas dendam pun mulai dirancang rapi oleh Benjamin.

Itulah sebabnya mengapa dalam film sepanjang nyaris 2,5 jam yang sarat adegan adu moncong senjata dan banyonet, duel tembakan artileri, dan mayat bergelimpangan di mana-mana dengan luka menganga ini dengan mudah bisa ditebak inti masalahnya: aksi dendam Benjamin membalas kematian dua anaknya.


Di tengah fokus cerita inti inilah kemudian masuk sebuah tema besar yakni perang patriotisme kaum masyarakat "Dunia Baru" melawan hegemoni pasukan Inggris yang berasal dari wilayah "Dunia Lama".


Namanya saja sebuah film perang, jadi jangan heran pula kalau di banyak adegan ini banjir darah segar terasa mengalir deras. Sebuah konsep film perang yang nyaris mengingatkan kita pada gambaran jelas tentang kebrutalan manusia di tengah suasana perang seperti pernahditunjukkan film Saving Private Ryan garapan Steven Spielberg atau film Full Metal Jacket karya mendiang sutradara Stanley Kubrick.


Ini tak mengherankan, karena film produksi Mutual Film Company Centropolis entertainment dibuat berdasarkan skenario Robert Rodat yang di tahun 1998 dijagokan sebagai calon penulis skenario terbaik untuk anugerah Piala Oscar Tahun 1998 atas karyanya di filmSaving Private Ryan. Kali ini, sutradara Roland Emmerich-lah yang mengerjakan film The Patriot yang selain menampilkan bintang asal Austalia, Mel Gibson, juga menghadirkan Chris Cooper sebagai Kolonel Burwell, Lisa Brenner (Anne Howard) dan ribuan figuran lainnya.


Menyaksikan kelihaian Benjamin memainkan senjata kapak Indian "Cherokee"-nya, jadilah The Patriot ini sebuah film laga berlatar belakang perang di South Carolina ketika kaum patriotik Dunia Baru menentang hegemoni kekuasaan pasukan Dunia Lama yang tiran dan bengis. (Mathias Hariyadi)


SANG PEJUANG - Veteran perang dengan semangat juang tak pernah pupus, Benjamin Martin (Mel Gibson), di tengah berkecamuknya perang kaum nasionalis Amerika melawan hegemoni kekuasaan Kerajaan Inggris seperti tampak dalalm film terbarunya, The Patriot, produksi Columbia/TriStar.


Written by Mathias Hariyadi
Published by Kompas, Sunday 20 July 2000

Database Kliping MATHIAS HARIYADI
"The Patriot", Kapak Haus Darah Mel Gibson
KOMPAS - Minggu, 30 Jul 2000
Halaman: 19 Penulis: ryi Ukuran: 5520 Foto: 1

"THE PATRIOT", KAPAK HAUS DARAH MEL GIBSON