Tuesday, 19 August 2008

The Spirit of Indonesia

Amal Guruh Soekarnoputra

KOREOGRAFER dan pengarang lagu. Begitulah Guruh Soekarnoputra selama ini dikenal khalayak ramai. Namun diam-diam bujangan tampan, yang akan genap berumur 46 tahun pada 13 Januari 1999 nanti, kini mulai menyandang predikat baru: menjadi seniman penderma.


Beramal untuk orang lain, khususnya anak-anak putus sekolah dan para seniman yang "terlupakan", dengan cara "menjual" pagelaran seni. Itulah yang dilakukan Guruh bersama puluhan muda-mudi anak buahnya di GSP Productions ketika menggelar pagelaran tari bertajuk The Spirit of Indonesia di Balairung Sapta Pesona, Departemen Pariwisata, Seni, dan Budaya, Jakarta, Jumat-Sabtu (16/17) malam.


Dengan bendera Malam Amal itu pula maka dikutiplah dari setiap penonton "uang karcis" seharga 100 dan 50 dollar AS untuk setiap kursi. Namun apalah arti uang sebanyak itu bagi para konglomerat Indonesia dan kaum ekspatriat di Jakarta yang memang berniat mau beramal untuk orang lain. Dan bersyukurlah mereka kalau Guruh berhasil menyediakan sarana dan peluang itu melalui The Spirit of Indonesia.


"Saya dan kawan-kawan ini hanya menjadi pengisi acaranya. Yang lain-lain itu urusan panitia penyelenggara," ujar putra bungsu mendiang Presiden RI Ir Soekarno-Ny Fatmawati yang bernama lengkap Muhamad Guruh Irianto Soekarnoputra ini.

***

TENTU bukan Guruh namanya, bila koreografi tari-tariannya tak menampilkan gerakan-gerakan lincah, dinamik, dan wajah-wajah seger para penarinya. Dibuka dengan Gending Sriwijaya sebagai tarian "selamat datang", The Spirit of Indonesia langsung menampilkan tarian Klana Bardopatih-sesi terakhir tari Topeng Cirebon yang terkenal itu.

Penampilan Mak Sawitri (74), empu tari sekaligus pimpinan Sanggar Tari Topeng Purwakencana asal Losari (Cirebon), serasa memberi atmosfer baru di panggung yang semula kelihatan kurang ada greget. Nuansa pertunjukan seni yang mulai terbangun lewat Mak Sawitri berlanjut dengan tari Legong Jobog tentang drama perebutan barang wasiat Cupu Manik Astagina antara dua kera bersaudara, Sugriwa dan Subali.


Itu semua memang masih menyisakan kesan kental sebagai tari-tarian klasik-tradisional. Barulah pada Puspa Ragam Melayu, ciri-ciri khusus yang begitu khas pada semua koreografi Guruh lalu begitu jelas. Yakni lenggak-lenggoknya para penari perempuan yang rata-rata berwajah seger dengan roman muka sumringah dan -seakan tak mau kalah penampilan- para penari pria pun ikut bergoyang genit sembari kadang-kadang melakukan gerakan-gerakan dinamis dan macho.

***

WAJAH-wajah seger, gerak-gerak dinamik bergaya macho dan seksi layaknya para penari kabaret di klub-klub malam sekitar Montmartre di Paris adalah pemandangan sangat khas pada sesi kedua pagelaran The Spirit of Indonesia. Dibanding sesi pertama yang sempat menimbulkan kebosanan karena banyak adegan kedodoran, pagelaran kedua berhasil menggelorakan semangat antusiasme di kalangan penonton.

Di nomor-nomor tarian berciri gerakan-gerakan energik inilah Guruh rasanya berhasil membuktikan diri sebagai koreografer penghibur yang piawai. Setidaknya, bila sukses itu diukur oleh minat para penonton yang terus memelototi kiprah para penari, baik perempuan dan pria, yang dengan kostum warna-warni dan menarik suka berlenggak-lenggok sembari mengumbar senyum.


Begitulah lewat Gandrung Greget Sari dan Pasundan Sari - dua tarian Jawa Barat dengan tampilan serba khas dari Bumi Pasundan seperti angklung dan nyanyian Sunda- Guruh berhasil menarik minat penonton untuk menikmati suguhan seninya. Dan hasilnya tampak, yakni meriahnya tepuk tangan penonton yang bisa merasakan dengan sangat gamblang greget-nya Guruh dari karya koreografi yang lebih mengacu pada konsep tarian modern-kontemporer ini. (ryi)


Credit photo: Kompas/Edy Hasbi

PESONA PAYUNG -- Guruh Soekarnoputra memanfaatkan efek gerakan danwarna payung di tangan penari perempuan hingga menimbulkan dayatarik tersendiri, dalam pertunjukan Spirit of Indonesia Jumat-Sabtu (16-17/10) di Gedung Balairung Sapta Pesona, Jakarta.